Pengertian Harga Menurut Para Ahli

Pengertian Harga Menurut Para Ahli
Menurut Pepadri (2002, P15), harga adalah sejumlah uang yang ditentukan perusahaan sebagai imbalan barang atau jasa yang diperdagangkan dan sesuatu yang lain yang diadakan perusahaan untuk memuaskan keinginan konsumen dan merupakan salah satu faktor penting dalam pengambilan keputusan pembelian.

Sahid (2002, P41), Harga adalah yang mencerminkan biaya yang sebenarnya untuk suatu kegiatan atau produk tertentu.
S Eddy (2002, P 32) Secara spesifik pasal 1457 BW memuat pengertian tentang jual beli sebagai suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan ,dan pihak lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.

Dari penjelasan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa harga adalah pengorbanan berupa sejumlah uang yang harus dibayarkan oleh konsumen terhadap barang atau jasa yang telah dihasilkan oleh perusahaan yang bisa mencerminkan pula biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk menghasilkan barang atau jasa tersebut.

1. Pengertian Inflasi
Menurut Boediono (2001, P155) Definisi singkat dari inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus. Perlu diingat, bahwa kenaikkan yang dimaksud di sini bukan berasal dari satu atau dua barang saja. Kenaikkan yang dimaksud adalah kenaikkan dari sebagian besar dari barang-barang yang lain.

Berdasarkan pendapat McEachern (2001, P488) Inflasi adalah kenaikan terus menerus dalam tingkat harga rata-rata dalam perekonomian Harsono (2000, P2) Inflasi adalah kenaikan harga barang-barang yang sama sekali tidak mempengaruhi pendapatan seseorang.

Simpulan peneliti Inflasi adalah kecenderungan kenaikkan harga barang-barang dalam tingkat rata-rata secara umum dan terus menerus. Hal tersebut juga tidak mempengaruhi pendapatan seseorang.

2. Macam Inflasi
Ada berbagai cara mengolongkan macam inflasi dan pengolongan yang kita pilih tergantung dengan pemakaian kita.

Menurut Boediono (2001, P156) Penggolongan pertama didasarkan atas “parah” tidaknya inflasi tersebut. Di sini kita bedakan beberapa macam inflasi:
1. Inflasi ringan (di bawah 10% setahun)
2. Inflasi sedang ( antara 10% - 30 % setahun)
3. Inflasi berat ( antara 30 – 100 % setahun)
4. Hiperinflasi ( di atas 100 % setahun)

Pendapat lain Boediono (2001, P156) Penggolongan kedua atas dasar sebab musabab awal dari inflasi. Atas dasar ini kita membedakannya berdasarkan dua macam inflasi:

1. Demand Inflation
Inflasi yang disebabkan oleh masyarakat yang terlalu kuat melakukan permintaan barang.
Teori Inflasi tersebut dipertegas melalui hukum permintaan McEachern (2001, P42), semakin tinggi harganya, semakin kecil jumlah barang yang diminta; semakin rendah harganya, semakin besar jumlah barang yang diminta.

Beranjak dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan, naiknya pendapatan masyarakatlah yang akhirnya membuat mereka merasa memiliki kemampuan membeli daripada sebelumnya. Barang yang tadinya mungkin di persepsi mahal, menjadi lebih murah. Dalam hal ini tidak terjadi penurunan harga, namun harga yang ada di pasar tersebut tampak seolah- olah turun akibat kenaikkan pendapatan tersebut.

2. Cost Inflation
Istilah Cost Inflation ada yang menyebutnya pula sebagai Supply inflation. Cost
Inflation, adalah inflasi yang disebabkan oleh naiknya ongkos produksi.

Bagi Boediono (2001, P158) penggolongan yang ketiga adalah berdasarkan asal dari inflasi. Dibedakan menjadi:
1. Domestic Inflation, inflasi yang berasal dari dalam negeri
2. Imported Inflation, inflasi yang berasal dari luar negeri

3. Persepsi Harga
Menurut Pepadri (2002: p16), pada saat konsumen melakukan evaluasi dan penilaian terhadap harga dari suatu produk sangat dipengaruhi oleh perilaku oleh konsumen sendiri.

Sementara perilaku konsumen menurut Kotler (2000, p135), dipengaruhi 4 aspek utama yaitu budaya, sosial, personal (umur, pekerjaan, kondisi ekonomi) serta psikologi(motivasi, persepsi, percaya).

Sedangkan kembali menurut Pepadri (2002, P17) yang mengutip dari Shiftman dan Kanuk, pengertian persepsi adalah suatu proses dari seorang individu dalam menyeleksi, mengorganisasikan dan menterjemahkannya stimulus-stimulus atau informasi yang datang menjadi suatu gambaran yang menyeluruh. Dengan demikian penilaian terhadap harga suatu produk dikatakan mahal, murah atau biasa saja dari setiap individu tidaklah sama, karena tergantung dari persepsi individu yang dilatar belakangi oleh lingkungan kehidupan dan kondisi individu.

Simpulan peneliti setiap konsumen memiliki persepsi sendiri terhadap Harga Barang maupun jasa yang asalnya dari informasi yang datang menjadi suatu gambaran secara menyeluruh.

4. Persepsi Harga Terhadap Nilai
Pepadri (2002, P17), pengertian dari perceived value adalah evaluasi menyeluruh dari kegunaan suatu produk yang didasari oleh persepsi konsumen terhadap sejumlah manfaat yang akan diterima dibandingkan dengan pengorbanan yang dilakukan atau secara umum dipikirkan konsumen value (nilai).

5. Persepsi Harga terhadap nilai dalam pasar Oligopoli
Dalam industri manufaktur, pengadaan bahan baku diharapkan perolehannya mudah dan cukup murah. Alasannya untuk mencapai profit yang banyak, perlu dicapainya efisiensi, sehingga bahan baku untuk produksi yang melibatkan variable cost selain perlunya menetapkan posisi kepemimpinan biaya, Porter (2000, P113) posisi biaya: Tingkat pengupayaan untuk memperoleh posisi biaya rendah dalam pabrik dan distribusi melalui investasi dalam fasilitas dan peralatan yang memperkecil biaya

Namun, penetapan harga yang biasanya bertemu pada titik ekuilibrium, yang mana terjadi permintaan dan penawaran sampai tercapainya transaksi karena adanya kesepakatan harga tidak berlaku untuk jenis pasar yang selain persaingan sempurna. Dalam pasar monopoli, harga ditetapkan oleh produsen. Karena ia punya posisi yang sangat menguntungkan. Dimana konsumen tidak memiliki hak banyak dalam pasar tersebut.

Dalam Pasar Oligopoli, pasar yang terdapat sedikit penjual dan banyak pembeli. Pada jenis pasar tersebut, besar kemungkinan terjadi persaingan untuk mendapatkan bahan baku. Dengan catatan, tersedianya bahan baku yang ada tidak mampu mencukupi seluruh kebutuhan industri yang membutuhkannya. Maka yang terjadi mirip dengan sebuah pelelangan. Bagi industri yang dapat meminta dengan harga yang lebih tinggi, maka kemungkinan dialah yang akan mendapatkan bahan baku tersebut. Jadi, harga di sini bukan ditentukan oleh penjual lagi, melainkan pembeli.

Dapat saja, karena kelangkaan tersebut, penjual menentukan harga. Namun, di Indonesia, ada undang-undang yang mengatur bahwa tidak diperbolehkannya persekongkolan antar penjual untuk menetapkan harga.

Untuk penentuan harga yang dilakukan oleh pembeli, dalam hal ini industri, tidak ada faktor harga pasaran yang berlaku untuk penentuannya. Dalam pasar oligopoly, kita tidak tahu industri lain menentukan tingkat harga berapa untuk mendapatkan supplynya tersebut. Namun jelas kita akan tahu bahwa harga beli bahan baku tersebut seharusnya telah naik, apabila supply yang kita dapatkan telah berkurang dari penetapan harga beli pertama tadi.

Melalui gambaran di atas, kita dapat simpulkan bahwa harga bukan menjadi faktor masalah utama, tentunya industri yang melakukan hal tersebut cukup modal untuk melakukannya. Yang menjadi nilai di sini adalah seberapa banyak supply yang bisa didapatkan melalui harga tersebut. Perlunya banyak supply terkait dengan terpenuhinya kebutuhan konsumen, setelah input supply tadi diproses menjadi output.

Bila kita kaitkan dengan proses produksi, ketika bahan baku yang didapat kurang dari kapasitas yang terjadi per harinya, maka masalah yang bisa timbul adalah kemacetan produksi. Hal tersebut bisa jadi adalah pekerja yang menganggur dsb.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Kumpulan Artikel News Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger