Pengertian Cooperative Learning Menurut Para Ahli
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan model pembelajaran dalam kelompok-kelompok kecil, dengan anggota kelompok 3-5 orang, yang dalam menyelesaikan tugas kelompoknya setiap anggota kelompok harus saling kerja sama dan saling membantu untuk memahami materi, sehingga setiap siswa selain mempunyai tanggung jawab individu, tanggung jawab berpasangan, juga mempunyai tanggung jawab dalam berkelompok.
Johnson and Johnson (Orlich, et al., 2007) memberikan definisi cooperative learnig is learning based on a small-group approach to teaching that holds students accountable for both individual and group achievement. Definisi tersebut mengandung pengertian bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang didasarkan pada belajar dalam kelompok kecil yang menekankan pada kemampuan siswa baik secara individu maupun kelompok.
Pendapat Johnson and Johnson tersebut, senada dengan pendapat dengan Stahl (1999) yang memandang bahwa “cooperative learning is equeted with any group activity or project since all members of these groups are expected to cooperate in order to complete their assignments”. Ini berarti bahwa dalam pembelajaran kooperatif terjadi suatu aktifitas kelompok , semua anggota kelompok dapat bekerjasama untuk menyelesaikan tugas-tugas mereka.
Nurhadi (2003) memandang bahwa pembelajaran kooperatif secara sadar menciptakan interaksi yang silih asah, sehingga sumber belajar peserta didik bukan hanya guru dan buku ajar, tetapi juga sesama peserta didik. Searah dengan itu, Arends (1997) menyebutkan bahwa: The cooperative learning model provides a framework within with teacher can foster important social learning and human relationsgoals. Arends memandang bahwa model pembelajaran kooperatif menyediakan suatu kerangka bagi guru untuk dapat membantukepentingan pengembangan pembelajaran dan tujuan hubungan manusia.
Pendapat lain dikemukakan oleh Slavin (1994) merumuskan pembelajaran kooperatif sebagai berikut.
Cooperative learning refers to a variety of teaching methods in which students work in small groups to help one another learn academic content. In cooperative classrooms, students are expected to help each other, to discuss and argue with each other, to assess each other’s current knowledge and fill in gaps in each other understands. Cooperative work rarely replaces teacher instruction, but rather replaces individual seat work, individual study, and individual drill. When properly organized, students in cooperative groups work with each other to make certain that everyone in the group has mastered the concepts being taught.
Definisi di atas menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif mengacu kepada metode pembelajaran dimana siswa bekerja dalam kelompok kecil untuk saling membantu mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif siswa diharapkan untuk saling membantu, berdiskusi, berdebat, saling menilai pengetahuan terbaru dan saling mengisi kelemahan dalam pemahaman masing-masing.
Johnson, et al. (Fetsch & Yang, 2002) memandang bahwa “Cooperation is considerably more effective than interpersonal competition and individualistic efforts in promoting achievement and productivity and cooperation without intergroup competition seems to promote higher achievement and productivity than cooperation with intergroup competition”. Definisi ini mengandung makna bahwa pembelajaran kooperatif lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran yang bersifat kompetisi perseorangan dan pembelajaran kooperatif lebih dapat meningkatkan prestasi dan produktivitas belajar dibandingkan dengan kompetisi dalam kelompok.
Pembelajaran kooperatif memiliki dua aspek. Manning (1992) mengklasifikasi kedua aspek tersebut yaitu: 1) dimungkinkannya lingkungan yang kooperatif yang mendidik dan memacu siswa untuk bersaing satu sama lain dan bukan hanya sekedar bekerja sama, dan 2) mengindikasikan bahwa belajar kooperatif bila diimplikasikan secara umum mempunyai potensi untuk memberikan kontribusi secara umum , mempunyai potensi untuk memberikan kontribusi secara positif pada kemampuan akademik, keterampilan sosial dan kepercayaan diri. Berdasarkan kedua aspek tersebut, Nurhadi (2004) menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri: 1) saling ketergantungan positif yang memungkinkan siswa saling memberi motivasi untuk meraih hasil belajar yang optimal, 2) interaksi tatap muka yang memungkinkan siswa menjadi sumber belajar lebih bervariasi, 3) akuntabilitas individual untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual, dan 4) keterampilan menjalin hubungan antar pribadi dan social.
Roger & David (Lie, 2007) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi proses kelompok. Sedangkan pengelolaan kelas cooperative learning berupa pengelompokan, semangat cooperative learning dan penataan ruang kelas (Lie, 2007:).
Menurut Jarolimek (1996) model kooperatif learning dapat digambarkan dalam bentuk bagan berikut.
Gambar Bagan Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Jarolimek
Manfaat dan Karakteristik Cooperative Learnig
Dalam pembelajaran IPS, cooperative learning cocok diterapkan guna mewujudkan prilaku belajar siswa yang demokratis, bertanggung jawab dan cinta damai. Dengan demikian, maka pembelajaran kooperatif sangat bermanfaat dalam mewujudkan pembentukan siswa sebagai warga negara yang baik. Orlich, et al., (2007) menyebutka 8 manfaat pembelajaran kooperatif yaitu: 1) meninkatkan pemahaman terhadap pengetahuan dasar, 2) memberi penguatan terhadap keterampilan social, 3) memberikan kesempatan kepada siswa untuk membuat keputusan, 4) menciptakan lingkungan belajar yang aktif, 5) meningkatakan kepercayaan diri siswa, 6) menghargai perbedaan gaya belajar, 7) meningkatkan tanggung jawab siswa dan 8) terfokus pada keberhasilan setiap siswa. Pembelajara kooperatif juga memiliki aspek-aspek: 1) saling ketergantungan dan bersifat positif, 2) interaksi langsung 3) kepercayaan individu, 4) mengembangkan keterampilan social dan 5) evaluasi kelompok.
Orlich, et al. (2007) menyebutkan 5 (lima) karakteristik pembelajaran kooperatif. Karakteristik yang dimaksud adalah uses small groups of three of four students (microgroups), focuses on tasks to be accomplished, requires group cooperation and interaction, mandates individual responsibility to learn and support division of labor. Kelima karakteristik yang dimaksud adalah 1) menggunakan kelompok kecil tiga atau empat orang siswa, 2) berfokos pada penyelesaian tugas-tugas, 3) terjadi kerja sama dan interaksi kelompok, 4) tanggung jawab pribadi untuk belajar, dan 6) mendukung kerja kelompok.
Dalam pembelajaran kooperatif dapat dikembangkan beberapa teknik. Slavin (1994) menyebutkan: Three are general cooperative learning methods adaptable to most subjects and grade levels: student teams-achievement divisions (STAD), team-games-tournaments (TGT), and jigsaw II. Sedangkan Stahl (1999) menyebutkan bahwa selain tiga teknik tersebut dapat juga dikembangkan teknik lain, seperti Jigsaw III, Achieving cooperative learnig thoght structured, Group investigation, Co-op co-op, The Pro-con cooperative group strategy dan the cooperative group research paper project.
Pembelajaran kooperatif, selain membutuhkan kerjasama yang baik dalam kelompok, juga membutuhkan tanggung jawab individu dan kelompok. Longdren (Isjoni, 2007) memandang bahwa dalam cooperative learning terdapat unsur sebagai berikut: para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama “, para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa lain, para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama, para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab, para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan, para siswa berbagi kepemimpinan dan keterampilan bekerjasama selama belajar, dan setiap siswa mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif
Sehubungan dengan itu, Stahl (1999) menyebutkan bahwa bahwa terdapat 10 unsur mendasar dalam pembelajaran kooperatif: (1) clear set of specific student learning outcome objectives, (2) common acceptance of the student outcome objectives, (3) positive interdependence, (4) face-to-face interaction, (5) individual accountability, (6) public recognition and rewards for group academic success, (7) heterogeneous groups, (8) positive social interaction behavior and attitudes, (9) postroup reflection (debriefing) over group process, and (10) sufficient time for learning.
Dari pendapat di atas dapat dimengerti bahwa terdapat sepuluh unsur mendasar dalam setiap pembelajaran kooperatif. Kesepuluh unsur tersebut adalah seperangkat tujuan khusus hasil pembelajaran siswa, penerimaan umum terhadap tujuan hasil siswa, interpendensi positif, interaksi tatap muka, pertanggungjawaban individu, pengakuan publik dan penghargaan bagi keberhasilan akademik kelompok, kelompok heterogen, perilaku dan sikap interaksi sosial positif, renungan pasca kelompok (debriefing) mengenai proses kelompok, dan waktu belajar yang cukup.
Muslim Ibrahim (2000) menyebutkan enam fase langkah-langkah kegiatan pembelajaran kooperatif yaitu: 1) fase menyampaikan tujuan dan motivasi siswa, 2) fase menyajikan informasi, 3) mengorganisasikan siswa kedalam kelompok-kelompok kecil, 4) guru membimbing kelompok-kelompok belajar, 5) evaluasi dan 6) memberikan penghargaan. Keenam kegiatan tersebut tersubtitusi tugas guru dalam enam fase pula yaitu: 1) guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, 2) guru menyampaikan informasi kepada siswa, 3) guru menjelaskan kepada siswa bagaimana cara membentuk kelompok belajar, 4) guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mengerjakan tugas, 5) guru menevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari, 6) guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu maupun kelompok.
Tipe-tipe Pembelajaran Kooperatif
Dalam pembelajaran kooperatif dapat dikembangkan beberapa tipe, antara lain:
Stundent Team-Achievement Division (STAD)
Slavin (1994) menyebutkan bahwa ide utama STAD, adalah memotivasi siswa agar saling mendukung, membantu dan mendapat penghargaan secara tim. Dalam teknik ini, siswa dibagi dalam kelompok-kelompok belajar yang terdiri dari empat orang yang berbeda tingkat kemampuan, jenis kelamin dan latar belakng etniknya. Setelah guru menyampaikan materi pelajaran, siswa belajar dalam tim kelompok dan saling membantu. Guru mengadakan kuis dan siswa mengerjakan secara individu. Pembelajaran ini berlangsun tiga sampai lima kali pertemuan. Pekerjaan siswa secara individu ditotalkan dengan anggota kelompok lain dalam timnya, sehingga diperoleh nilai tim yung tertinggi dan terrendah. Kondisi ini memotivasi siswa untuk saling membantu dalam memahami materi pelajaran, karena perolehan skor masing-masiong siswa akan mempengaruhi prastasi kelompok.
Teknik STAD memiliki lima komponen utama yaitu:
1. Presentase kelas, artinya, langka awal dalam teknik STAD guru mempresentasekan secara langsung materi pelajaran dengan menggunakan media audio visual, dan siswa dituntut untuk memperhatikan secara penuh, sehingga dapat membantu mengerjakan kuis dan menentukan skor masing-masing tim.
2. Tim yang terdiri empat atau lima siswa yang mewakili komunitas kelas, mempunyai kemampuan berbeda, jenis kelamin termasuk pebedaan budaya. Setelah guru menyampaikan materinya, tim belajar dengan lembar kegiatan atau membahas masalah, membandingkan dan mengoreksi jawaban anggota tim yang salah.
3. Kuis, setelah berlangsung pembelajaran, siswa mengerjakan kuis secara individu dan tidak boleh saling membantu karena masing-masing siswa harus bertanggung jawab secara individu.
4. Skor kemajuan siswa untuk mengetahui kemajuan atau perkembangan skor kuis, sehingga setiap siswa dapat berusaha memberikan kontribusi poin yang maksimal terhadap timnya, dan akhirnya dapat mengumpulkan poin berdasarkan kenaikan dari skor kuis pertama sampai yang terakhir.
5. Rekognisi Tim dalam arti bahwa siswa yang mencapai rata-rata skor yang telah ditetapkan mendapat penghargaan dari guru sesuai harap[an yang telah direncanakan oleh guru.
Turnamen Game Tim (TGT)
TGT hampir sama dewngan STA, yang mebedakan adalah bahwa dalam TGT siswa yang mempunyai skor yang setara, mewakili kelompoknya diarahkan berlomba untuk meningkatkan skor yang telah diperoleh. Dalam teknik ini, pembelajaran dirancang dengan permainan game, yang dimainkan diatas meja, berupa undian nomor pertanyaan kuis pada setiap meja. Siswa yang mempunyai kemampuan yang sama diurutkan sesuai tingkat prestasi kuis yang diperoleh sebelumya, dari peringkat satu, dua dan seterusnya akan mewakili kelompoknya bermaing game tersebut. Hasil permainan game tersebut bisa saja merubah posisi yang sebelimnya berada pada meja satu, bergeser pada menja dua, dan meja terekhir bisa bergeser pada meja pertama bertdasarkan urutan dari perolehan skor game.
Team Accelerated Instruction (TAI)
Tipe ini dirancang khus diterapkan pada pembelajaran Matematika. Langkah-langkah pembelajarannya adalah:
- Siswa dibagi dalam tim empat samai lima orang
- siswa diberikan tes kemampuan awal
- siswa membentuk kelompok dua atau tiga orang berdasarkan kesetaraan hasil tes kemampuan awal.
- Siswa menegerjakan soal-soal latihan seca individu, yang selanjutnya diperiksa oleh anggota kelompoknya. Apabila sudah benar semua maka dapat dilanjutkan pada soal lathan berikutnya, apabila masih ada yang salah maka siswa mengerjakan kembali soal-soal tersebut, dan begiti seterusnya.
- Siswa mengerjakan tes formatif. Pada tahap ini siswa harus bekerja sendiri. Apabila sudah mencapai persentase yang ditetapkan, berdasarkan perhitungan skor yang diperoleh, maka hasil tes formatif tersebut dapat ditandatangani oleh anggota timnya.
- Siswa yang dikategirikan super, sangat baik, dan baik mendapat penghargaan.
- Cooperative Integrated Reading and Composition ( CIRC).
CIRC merupaka tipe pembelajaran yang diterapkan untuk menerapkan membaca dan menulis. Para siswa ditugaskan untuk berpasangan dalam tim untuk membaca lisan, memahami bacaan, menulis dan seni berbahasa. Langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah:
- Membaca berpasangan
- Menulis cerita dengan tata bahasa yang baik
- Mengucapkan kata-kata dengan keras
- memahami makna kosa kata
- menceritakan kembali isi cerita
- saling menguji ejaan yang digunakan
- tes sebaai dasar menentukan skor tim untuk mendapatkan penghargaan tim.
Group Investigation
Stahl (1999) menyebutkan bahwa group investigationin particular encourages students’ initiative and responsibility for their work, as individuals, as members of study groups, and as members of an entire class. The investigation combines independent study as weel as work in pairs and in small groups (from three to vive students). When they complete their search, groups integrate and summarize their findings and decide how to present the essence of their work to their classmates.
Pendapat di atas memberi penegasan bahwa investigasi kelompok memberi tanggung jawab kepada siswa terhadap pekerjaan mereka, baik secara individu, berpasangan maupun dalam kelompok. Setiap kelompok investigasi terdiri dari 3-5 orang, dan akhirnya siswa dapat menggabungkan, mempersentasekan dan mengikhtisarkan jawaban mereka.
Dalam investigasi kelompok memberi peluang siswa untuk mengajukan pertanyaan mengenai apa yang menarik bagi mereka, mencari jawaban dalam berbagai macam sumber, merencanakan bersama isi dan proses dari investigasi mereka. Selain tiga peluang tersebut, siswa juga dapat mengiterpretasikan jawaban berdasarkan pengalalaman pribadi dan pengetahuan mereka sebelumnya, dan berinteraksi dengan sesamanya dalam bentuk pertukaran informasi dan gagasan secara konstan. Pernyataan tersebut ditegaskan oleh Stahl (1999) yang menyebutkan bahwa group investigation mengarahkan siswa untuk lebih maksimal untuk:
1. ask questions about what interest them.
2. search for answers in a wide variety of sources.
3. plan together the content and process of their inquir.
4. interpret the answers in light of their personal experiences and prior knowledge.
5. interact with their peers in a constant exchange of information and ideas.
Menurut Slavin (1994) dalam teknik group investigation murid bekerja melalui 6 (enam) tahap. Tahapan tersebut adalah: 1) identifying the topic and organizingpupils into groups, 2) planning the learning task, 3) carring out the investigation, 4) preparing a final report, 5) presenting the final report, and 6) evaluation. Dengan melihat tahapan tersebut, maka pembelajaran dengan teknik group investigation berawal dari mengidentifikasi topik dan mengatur murid kedalam kelompok, merencanakan tugas yang akan dipelajari, melaksanakan investigasi, menyiapkan laporan akhir, mempersentasekan laporan akhir dan berakhir pada evaluasi.
Stahl (1999) memandang bahwa perencanaan kooperatif teknik group investigation dapat dilakukan beberapa cara: (1) planing a nonacademic activity, (2) planning how to locate information in a variety of sources, (3) planning a study task, (4) determining subtropics, (5) forming groups and asking questions, (6) searching for answers, (7) summarizing their findings, (8) preseting their findings, and (9) individual evaluation.
Sehubungan dengan pendapat di atas, maka perencanaan pembelajaran kooperatif dapat dilakukan mulai dari merencanakan kegiatan non akademik, merencanakan cara mencari informasi dari berbagai sumber, merencanakan tugas belajar, menentukan sub topik, membentuk kelompok dan mengajukan pertanyaan, pencarian jawaban, mengihtisarkan temuan-temuan mereka, menyajikan temuan-temuan mereka sampai pada evaluasi individual. Dalam mengikuti langkah-langkah tersebut, guru dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk terlibat dalam diskusi perencanaan secara keseluruhan secara berpasangan atau dalam kelompok kecil.
Pelaksanaan investigasi kelompok dapat dilakukan dengan chosing the problem to investigate, preparing for a group investigation task, and introducing the project, sedangkan guru dapat berperan dalam guiding the students and facilitating the process of investigation and helping maintain cooperative norms of behavior. (Stahl, 1999). Pernyataan di atas mengandung makna bahwa pelaksanaan investigasi kelompok dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu memilih persoalan untuk di ivestigasi, menyiapkan tugas infestigasi kelompok dan memperkenalkan proyek yang berhubungan dengan materi pembelajaran. Sedangkan peran guru selama pembelajaran investigasi kelompok adalah: membimbing siswa dan memfasilitasi proses investigasi dan membantu menjaga aturan perilaku kooperatif.
Slavin (1992) secara terinci menguraikan bahwa ada 4 (empat) aktifitas mengidentifikasi topik dan mengatur murid kedalam kelompok investigasi. Aktifitas yang dimaksud adalah: 1) Stundets scan sources, propose topics, and categorize suggestions, 2) Students join the group studying the topic of their choice, 3) Group composition is based on interest and is heterogeous, and 4) Teacher assists in information gathering and facilitates organization. Untuk merencanakan tugas yang akan dipelajari dalam kelompok investigasi, aktivitas yang dilakukan adalah Students plan together: what do we study? How do we study? Who does what? (division of labor) and for what purpose or goals do we investigate this topic?
Dalam mengidentifikasi topik dan mengatur murid kedalam kelompok investigasi para siswa dapat meneliti beberapa sumber, mengusulkan sejumlah topik, dan mengkategorikan saran-saran, lalu para siswa bergabung dengan kelompoknya untuk mempelajari topik yang mereka pilih, komposisi kelompok didasarkan pada ketertarikan siswa dan harus bersifat heterogen, dan guru membantu dalam mengumpulkan informasi dan memfasilitasi pengaturan. Dalam merencanakan tugas para siswa dapat merencanakan bersama mengenai apa yang dipelajari, bagaimana mempelajarinya, apa dan siapa yang melakukan, untuk tujuan dan kepentingan apa menginvestigasi topik tersebut.
Stahl (1999) menyebutkan enam tahap investigasi setelah diajukan permasalahan yaitu: The whole class determines subtopics and organizes into research groups (1), groups plan their investigations, (2) groups carry out their investigation, (3) groups plan their presentations, (4) groups make their whole-class presentations, (5) and (6) teacher and students evaluate their projects.
Tahap-tahap investigasi kelompok di atas dapat berfungsi sebagai petunjuk umum untuk melanjutkan implementasi proses pembelajaran. Dapat dilakukan Secara berturut-turut mulai dari seluruh siswa menentukan sub topik dan membetuk kelompok-kelompok penelitian, kelompok merencanakan investigasi, kelompok melakukan investigasi, kelompok merencanakan penyajian, melakukan persentasi dihadapan seluruh siswa, guru dan siswa mengevaluasi hasil investigasi.
Slavin (1994) menyebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas investigasi siswa dapat: 1) students gather information, analyze the data and reach conclusions, 2) each group member contributes to the group effort, and 3) students exchange discuss clarify, and synthesize ideas. Dalam menyiapkan laporan akhir, aktifitas yang dilakukan adalah:1) group members determine the essential message of their project, 2) group members plan what they will report and how they will make their presentation and 3) group representatives form a steering committee to coordinate plans for the presentation. Pada tahap mempersentasekan laporan akhir yang harus dipehatikan adalah the presentation is made to the entire class in a variety of forms, part of the presentation should actively involve the audience, and the audience evaluates the clarity and appeal of presentation according to criteria determined in advance by the whole class. Sedangkan dalam evaluasi, aktifitas siswa adalah students share feedback about the topic, about the work they did, and about their effective experiences (1) teachers and pupils collaborate in evaluating student learning, and (3) assessment of learning should evaluate higher-level thinking.
Pendapat tersebut mengandung pengertian bahwa dalam melaksanakan tugas investigasi siswa dapat mengumpulkan informasi, menganalisis, dan membuat simpulan, setiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang dilakukan kelompoknya, dan saling bertukar pikiran, berdiskusi, mengklarifikasi, dan mensintesis semua gagasan, sedangkan dalam menyiapkan laporan akhir, aktifitas yang dilakukan siswa adalah nggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial dari pekerjaan mereka, anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan dan bagaimana membuat persentase, wakil-wakil kelompok membentuk sebuah tim untuk mengkoordinasikan rencana persentase. Dalam mempersentasekan laporan akhir, persentase harus dapat melibatkan pendengarnya secara aktif dan pendengar menevaluasi berdasrakan criteria yang telah ditentukan sebelumnya, sedangakan pada tahap evaluasi, siswa saling memberikan umpan balik, kolaborasi guru dan murid dalam menevaluasi pembelajaran dan penilaian atas pembelajaran harus mengevaluasi pemikiran yang paling tinggi.
Pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok dapat dijadikan sebagai model pembelajaran untuk mencapai pembentukan warga negara yang baik dalam pembelajaran IPS. Hal ini dimungkinkan karena dalam investigasi kelompok ini, menggabungkan antara belajar mandidri, belajar berpasangan, dan belajar dalam kelompok kecil 3-5 orang. Setelah melakukan pengkajian kelompok-kelompok tersebut, selanjutnya menggabungkan dan mengikhtisar temuan mereka dan memutuskan bagaimana cara menyajikan esensi pekerjaan mereka kepada rekan-rekan kelasnya. Dalam proses pembelajaran tersebut dapat dilihat nilai-nilai demokratis siswa, tanggung jawab, dan nilai kemampuan untuk menciptakan suasana kelas yang nyaman dan kondusif sebagai bagian dari warga dunia yang cinta dame.
0 komentar:
Posting Komentar