Pengertian Budaya Organisasi Menurut Para Ahli
Menurut Nawawi (2003, p.283) yang dikutip dari Cushway B dan Lodge D, hubungan budaya dengan budaya organisasi, bahwa “budaya organisasi adalah suatu kepercayaan dan nilai-nilai yang menjadi falsafah utama yang dipegang teguh oleh anggota organisasi dalam menjalankan atau mengoperasionalkan kegiatan organisasi”. Sedangkan Nawawi (2003, p.283) yang dikutip dari Schemerhom, Hurn dan Osborn, mengatakan “budaya organisasi adalah suatu sistem penyebaran keyakinan dan nilai- nilai yang dikembangkan di dalam suatu organisasi sebagai pedoman perilaku anggotanya”.
Menurut Moorheda dan Griffin (1999, p. 513), memberikan definisi budaya organisasi sebagai, “The set of values that helps the organization’s employees understand which actions are considered acceptable and which unacceptable”. Budaya organisasi merupakan kumpulan nilai-nilai yang membantu anggota organisasi memahami tindakan yang dapat diterima dan mana yang tidak dapat diterima dalam organisasi. Nilai-nilai tersebut biasanya dikomunikasikan melalui cerita-cerita atau simbol-simbol lain yang mempunyai arti tertentu bagi organisasi.
Menurut Schein (1992, p.12) mendefinisikan budaya organisasi sebagai “A pattern of shared basic assumptions that group learned as it solved its problems of external adaption and internal integration, that has worked well enough to be considered valid and, therefore to be taught to new members as the correct way to perceive, think, and feel in relation to those problems. Definisi tersebut menyatakan bahwa organisasi merupaka suatu pola dari seperangkat asumsi-asumsi dasar yang digunakan oleh anggotanya dalam menyelesaikan masalah-masalah adaptasi internal maupun eksternal yang berhasil dengan baik dan dianggap sah, dan kemudian diajarkan kepada anggota baru sebagai suatu cara yang tepat dalam merasakan, memandang dan menganalisa masalah.
Menurut Stephen P Robbins (2002, p.305), budaya perusahaan mengacu ke suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan orang-orang itu dari orang lain. Setiap organisasi merupakan system yang khas, sehingga organisasi mempunyai kepribadian dan jati diri sendiri. Oleh karena itu setiap organisasi pasti memiliki budaya yang khas pula.
Menurut Stoner, dkk (1996, p.186), budaya organisasi merupakan sejumlah pemahaman penting seperti norma, nilai, sikap dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh anggota organisasi. Diman budaya organisasi yang kuat merupakan alasan suksesnya organisasi. Sebaliknya budaya kuat yang sama sekali sukar berubah disebutkan menjadi penyebab masalah organisasi. Menurut Ndara (1997, p.123) mengemukakan “semakin kuat budaya, semakin kuat efek atau pengaruhnya terhadap lingkungan dan perilaku manusia”. Sebab menurut Stephen P Robbins (1996, p.288) bahwa “semua organisasi pasti mempunyai budaya dan sangat bergantung pada kekuatannya, selain budaya dapat mempunyai pengaruh yang bermakna pada sikap dan perilaku anggota-anggota organisasi”.
Menurut Kast dan James (1990, p.663), mengemukakan sebuah pandangan lain yang menekankan bagaimana cara kebudayaan mempengaruhi perilaku: “Organization culture is a system of shared values (what is important) and beliefs (how thing work) that interact with a company’s people, organization structures, and control system to produce behavioral norms (the way we do thing around here)”. Defini ini menunjukkan bahwa semua yang kita ketahui dari pengalaman pribadi, oragnisasi-organisasi itu mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda, sasaran dan nilai, gaya manajemen, norma-norma untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan mereka.
Menurut Siagian (1995, p.27), menjelaskan bahwa “budaya organisasi adalah kesepakatan bersama dalam kehidupan organisasi dan mengikat semua orang dalam orgnisasi yang bersangkutan, serta kemauan, kemampuan dan kesediaan meningkatkan produktivitas kerjanya.
Menurut Triguno (2000, p.184), bahwa “budaya organisasi adalah campuran nilai-nilai kepercayaan dan norma-norma yang ditetapkan sebagai pola perilaku dalam suatu organisasi atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa budaya perusahaan adalah sistem nilai- nilai yang diyakini oleh semua anggota perusahaan dan yang dipelajari, diterapkan, serta dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi sebagai sistem perekat, dan dapat dijadikan acuan berperilaku dalam perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.
Hakikat Budaya Organisasi
Menurut Schein (1992, p.211) pada dasarnya budaya organisasi timbul dari 3 (tiga) sumber, yaitu:
1. Keyakinan, nilai-nilai, dan asumsi-asumsi dari para pendiri organisasi (the beliefs, values, and assumptions of founders of organizationas).
2. Pengalaman pembelajaran dari anggota kelompok pada saat organisasi berkembang (the learnig experiences of group members as their organization envolves).
3. Keyakinan, nilai-nilai, dan asumsi-asumsi baru yang dibawa masuk oleh anggota maupun pimpinan baru (new beliefs, values, and assumptions brought by new members ang leaders).
spesifik ke dalam 4 (empat) aspek:
Ritualized Pattern of Belief, Values and
Behaviour Shared by
Organization Members
|
|
|
|
Management
Environment Created by
Management
Styles Philosophies
|
|
|
|
Management
Environment Created by
Management
System or procedurs in Place
|
|
|
|
Written and
Unwritten Norms or Procedures
|
Gambar Aspek Budaya Organisasi
Sumber: Sherriton, J., & James, L.S, 1997, p.26
Ritualized Patterns
Budaya terdiri dari pola-pola ritual dari keyakinan, nilai-nilai dan perilaku bersama anggota organisasi. Dalam hal ini, keduanya dapat dimungkinkan adanya saling keterkaitan dengan politik, ekonomi atau adat istiadat sosial yang mungkin dibangun pada hal-hal tersebut antara lain hubungan dengan pelanggan, rekan sekerja, status, etika kerja, keterbukaan serta bagaimana pelaksanaan pekerjaan.
1. Management Styles and Philosophies
Budaya dapat juga tercipta berdasarkan gaya manajemen, filosofi dan juga perilaku yang berhubungan dengan komunikasi, pengambilan keputusan, motivasi, bimbingan, perencanaan, pemecahan masalah, pertanggung jawaban serta aspek-aspek lain dari kepemimpinan.
2. Management System and Procedures
Budaya organisasi dapat dilihat dari aspek penting lainnya yaitu lingkungan manajemen yang diciptakan oleh sistem, prosedur serta kebijakan yang ditetapkan di dalam organisasi, yang dinyatakan secara jelas dan tertulis maupun berdasarkan kejadian sehari-hari. Hal ini juga dapat dilihat, bagaiamana struktur organisasi, sistem promosi, reward, tipe orang-orang yang dipekerjakan dan bagaimana mereka belajar tentang organisasi, prioritas organisasi serta apa yang diharapkan organisasi dari mereka sebagai karyawan baru.
3. Written ang Unwritten Norms and Procedures
Budaya dapat juga diciptakan berdasarkan norma-norma dan prosedur yang tidak tertulis maupun yang tertulis. Terkadang ada perilaku yang diharapkan dari anggota organisasi namun tidak ada pernyataan tertulis yang menegaskan hal tersebut. Misalnya pada banyak organisasi, pegawai diharapkan bekerja sampai larut malam dan tidak pulang sebelum pimpinan pulang.
Menurut Saffold (pada jurnal asing, 1988, p.546), terdapat 7 (tujuh) proses penting yang terkait antara budaya dengan kinerja, yaitu:
1. Pembentukkan iklim
Budaya menetukkan sifat-sifat setting organisasi yang dianggap relevan oleh para anggota organisasi.
2. Kontrol perilaku
Budaya mengatur perilaku secara implisit dan sangat efektif. Hal ini dapat mengontrol proses presepsi dan proses emosi yang ada di luar jangkauan sistem kontrol standar, dan untuk membantu mensosialisasikan pada anggota baru.
3. Perumusan strategi
Budaya mempengaruhi adaptasi organisasi terhadap lingkungan eksternal dengan menciptkan lingkungan organisasi melalui proses terbentuknya kepekaan dan pelaksanaan serta dengan mengkondisikan proses pengambilan keputusan internal organisasi.
4. Efisiensi sosial
Budaya secara hakiki mengurangi ongkos transaksi yang dipakai dalam pelaksanaan struktur, pemantauan, dan perilaku pemberian penghargaan.
5. Upaya belajar organisasional
Kapasitas budaya untuk menyimpan respon-respon emosional.
6. Integritas dan differensiasi
Unsur-unsur budaya yang umum seperti bahasa, pikiran, perasaan, dan aktivitas, memadukan anggota-anggota menciptkan rasa solidaritas dan tujuan yang diyakini.
7. Kepemimpinan
Terciptanya dan digunakannya budaya merupakan suatu fungsi kepemimpinan. Meskipun budaya barangkali tidak dapat dikelola, namun para pimpinan dapat memainkan peranan penting dalam membesarkan, menyebarkan, dan membentuk evolusi budaya organisasional mereka.
Budaya suatu perusahaan biasanya berasal dari para pendiri perusahaan. Pendiri memiliki peran yang sangat besar bagi awal terbentuknya budaya organisasi, karena bagaimana visi dan misi organisasi yang bersangkutan tidak terlepas pada bagaimana nilai-nilai pendiri tesebut. Pendiri organisasi tidak dikendalai oleh kebiasaan atau ideologi sebelumnya. Ukuran kecil yang lazimnya mencirikan organisasi baru mempermudah pemaksaan pendiri akan visinya pada semua anggota perusahaan.
Berdasarkan keterangan di atas dari beberapa literatur, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hakikat budaya organisasi terbentuk dari keyakinan, nilai- nilai dan asumsi-asumsi yang dibentuk dari para pendiri perusahaan, kemudian di seleksi oleh para pimpinan karena pimpinan memainkan peranan penting dalam membesarkan, menyebarkan, dan membentuk evolusi budaya organisasional kemudian disosialisasikan kepada anggota organisasi dan disesuaikan dengan visi serta tujuan organisasi.
Karakteristik Budaya Organisasi
Menurut Stephen P Robbins (1998, p.248), terdapat 7 (tujuh) karakteristik utama yang merupakan esensi dari suatu organisasi, yaitu:
1. Innovation and Risk Taking
Tingkat dimana pegawai didorong untuk inovatif dan berani mengambil resiko.
2. Attention to detail
Disini pegawai diharapkan dalam menganalisis dan memberikan perhatian secara detail terhadap suatu tugas yang menjadi tanggung jawabnya dilakukan dengan suatu ketelitian.
3.Outcome Orientation
Fokus manajemen adalah pada hasil (result) atau keluaran (outcomes) dan bukan pada teknik atau proses yang digunakan untuk mencapai keluaran tersebut.
4. People Orientation
Suatu tingkat dimana keputusan diambil manajemen dibuat berdasarkan atas pertimbangan atas pengaruh yang akan ditimbulkan terhadap orang-orang dalam organisasi.
5. Team Orientation
Tingkat dalam sebuah aktifitas kerja organisasi di dalam sebuah team, bukan pada sesuatu individu.
6. Aggressiveness
Dalam hal ini, pegawai didorong untuk bertindak agresif dan bersaing, serta meninggalkan sifat santai (easy going) dalam melaksanakan pekerjaan.
7. Stability
Kegiatan organisasi ditekankan dalam rangka mempertahankan status quo untuk membandingkan suatu pertumbuhan organisasi.
Menurut Stephen P Robbins yag dikutip oleh Arasy (dalam jurnal Indonesia, 2002, p.139), suatu budaya organisasi akan berdampak pada kinerja diawali dari input-input organisasi yang meliputi; inovasi dan pengembangan resiko, perhatian ke rincian, orientasi hasil, orientasi orang, orientasi tim, keagresifan dan kemantapan yang kemudian dipersepsikan sebagai budaya organisasi yang akan menjadi sebuah kekuatan yang tinggi atau rendah yang berdampak pada tingkat kinerja dan kepuasan karyawan. Kepuasan kerja berupaya mengukur respons efektif terhadap lingkungan kerja. Kepuasan kerja berhubungan dengan bagaimana perasaan pegawai seperti praktek imbalan yang diberikan oleh organisasi.
Menurut Stephen Robbins (2002a, p.139), Kepuasan Kerja merujuk pada sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tingg menunjukkan sikap positif terhadap kerja itu, seorang yang tak puas dengan pekerjaannya menunjukkan sikap negatif terhadap pekerjaan itu. Keterlibatan kerja merupakan sampai tingkat mana seseorang memihak pada pekerjaannya, berpartisipasi aktif dalamnya, dan menganggap kinerjanya penting bagi harga diri. Sedangkan komitmen pada organisasi didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana seseorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi itu.
Hal-hal yang menentukkan kepuasan kerja:
○ Kerja yang secara mental menantang
○ Ganjaran yang pantas
○ Kondisi kerja yang mendukung
○ Rekan sekerja yang mendukung
○ Jangan lupakan kesesuaian antara kepribadian-pekerjaan.
Fungsi Budaya Organisasi
Menurut Stephen Robbins (2000b, p.253) menuliskan bahwa budaya menjalankan empat fungsi di dalam organisasi, yaitu:
1. Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas,
2. Budaya membawa suatu rasa indentitas bagi anggota-anggota organisasi,
3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan pribadi seseorang,
4. Budaya meningkatkan kemantapan sistem sosial,
5. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh karyawan dan
6. Budaya sebagai meknisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para karyawan.
Menurut Robert dan Angelo (1998, p.62), Fungsi budaya orgnisasi ada 4 (empat), yaitu:
1. Memberikan anggotanya suatu identitas organisasional,
Misalnya dengan memberikan penghargaan kepada karyawan yang inovatif,
2. Komitmen bersama
Dimana karyawan merasa bangga menjadi bagian dari perusahaan, yang dengan demikian akan menghasilkan tingkat turnover (perputaran pegawai) yang rendah,
3. Stabilitas sistem sosial
Stabilitas sistem sosial mencerminkan lingkungan kerja diterima sebagai sesuatu yang positif, dimana konflik dan perubahan organisasi dikelola secara efektif, dan
4. Membentuk perilaku dengan membantu karyawan memahami keadaan sekelilingnya
Memahami mengapa perusahaan melakukan apa yang harus dilakukan serta bagaimana hal tersebut dimaksudkan untuk mencapai tujuan jangka panjang.
Pentingnya Budaya Organisasi
Menurut Chris Lowney (2005, p.341), menyatakan: dari hasil riset yang diselenggarakan oleh para konsultan manajemen McKinsey & Co, untuk melancarkan strategi membantu perusahaan menarik dan mempertahankan para karyawan berbakat yang langka, McKinsey bertanya kepada para eksekutif puncak, apa yang telah memotivasi para karyawan mereka yang paling berbakat. Berikut ini adalah ringkasan di antara 200 eksekutif puncak mengenai peringkat faktor yang mutlak essensial untuk memotivasi karyawan berbakat:
Nilai-nilai Budaya
|
58%
|
Kebebasan Otonomi
|
56%
|
Tugas Mengandung Tantangan
|
51%
|
Pengelolaan yang
baik
|
50%
|
Kompensasi
yang tinggi
|
23%
|
Misi yang
mengilhami
|
16%
|
Tabel Peringkat Faktor Untuk Memotivasi Karyawan
Sumber: Chris Lowney, 2005, p.341
Hasil riset diatas menunjukkan bahwa nilai-nilai dalam budaya organisasi sangat mempengaruhi motivasi para anggota dalam bekerja. Supaya seseorang dapat menjalankan fungsinya secara efektif dalam suatu organisasi, seseorang perlu tahu bagaimana mengerjakan atau harus mengerjakan sesuatu, termasuk bagaimana berperilaku sebagai anggota organisasi, khususnya dalam lingkungan organisasinya. Dengan adanya budaya organisasi yang jelas, maka seseorang dapat mengerti aturan main yang harus dijalankan, baik dalam mengerjakan tugas-tugasnya, maupun dalam berinteraksi dengan sesama anggota dalam organisasi. Ketidakraguan dalam menjalani hal ini akan membawa peneguhan bagi seseorang, yang membuatnya mengerti apa yang harus dan tidak boleh dilakukan. Budaya akan meningkatkan komitmen organisasi dan meningkatkan konsistensi dari perilaku karyawan. Dari sudut pandang karyawan, budaya memberitahu mereka bagaimana segala sesuatu dilakukan dan apa yang penting (Antonius Atosokhi Gea, 2005, p.326).
Menurut Chris Lowney (2005, p.295), ada 3 ciri khas budaya organisasi yang dapat memberikan hasil optimal:
1. Kuatnya budaya bukan hanya diatas kertas, melainkan secara nyata memandu perilaku sehari-hari karyawan,
2. Budaya itu secara strategis telah sesuai dengan kondisi perusahaan, dan
3. Budaya itu tidak menghalangi perubahan tetapi mendukung perubahan.
Cara Karyawan Mempelajari Budaya
Menurut Arasy (dalam jurnal indonesia, 2002, p.138), pada praktek sosialisasi organisasi akan membantu karyawan baru untuk menyesuaikan diri dengan budaya organisasi. Sosialisasi terdiri dari tiga tahapan yaitu:
1. Tahap Prakedatangan
Tahap pertama adalah tahap prakedatangan merupakan tahap dimana terjadi proses pengenalan dan pembelajaran karyawan terhadap nilai-nilai yang dimiliki organisasi,
2. Tahap Perjumpaan
Tahap kedua adalah tahap perjumpaan, karyawan akan mulai menyadari akan adanya kemungkinan antara harapan dan kenyataan akan bisa berbeda,
3. Tahap Penyesuaian
Dimana karyawan akan mulai menyesuaikan diri dengan nilai-nilai dan norma-norma yang dianut oleh kelompok kerjanya.
dilakukan dengan beberapa cara yang dinilai berhasil, yaitu melalui:
1. Cerita
Cerita-cerita ini khususnya berisi dongeng suatu peristiwa mengenai pendiri organisasi, pelanggaran peraturan, sukses darimiskin ke kaya, pengurangan angkatan kerja, lokasi karyawan, reaksi terhadap keselamatan masa lalu, dan mengatasi organisasi.
2. Ritual
Merupakan deretan berulang kegiatan yang mengungkapkan dan memperkuat nilai- nilai utama organisasi itu, tujuan apakah yang paling penting, orang- orang manakah yang penting dan mana yang dapat dikorbankan.
3. Lambang
Lambang mengantarkan kepada para karyawan siapa yang penting, sejauh mana egalitarianisme yang diinginkan oleh eksekutif puncak, dan jenis perilaku yang dimunculkan yang tepat.
4. Bahasa
Banyak organisasi dan unit di dalam organisasi yang menggunakan bahasa sebagai suatu cara untuk mengadakan identifikasi anggota suatu budaya atau anak budaya. Dengan mempelajari bahasa ini, anggota membuktikkan penerimaan mereka akan budaya itu, dan dengan berbuat seperti itu, hal ini membantu melestarikannya.
Menurut Moeljono (2003, p.25), dalam proses pengembangannya, budaya organisasi dipengaruhi oleh factor-faktor kebijakan perusahaan (Corporate (Corporate identity).
Cara Mempertahankan Budaya
Menurut Stephen P Robbins (2003b, pp. 315-350), Ada empat kekuatan yang memainkan bagian sangat penting dalam mempertahankan suatu budaya, yaitu:
1. Praktek seleksi
Proses seleksi memberikan informasi kepada para pelamar mengenai perusahaan itu. Para calon belajar mengenai perusahaan itu, dan jika mereka merasakan suatu konflik antara nilai mereka dan nilai perusahaan, mereka dapat menyeleksi diri keluar dari kumpulan pelamar. Oleh karena itu, seleksi menjadi jalan dua arah, dengan memungkinkan pemberi kerja atau pelamar untuk memutuskan perkawinan jika tampaknya ada ketidakcocokan. Dengan cara ini, proses seleksi mendukung budaya suatu perusahaan dengan menyeleksi keluar individu-individu yang mungkin menyerang atau menghancurkan nilai-nilai intinya,
2. Tindakan manajemen puncak
Tindakan manajemen puncak mempunyai dampak besar pada budaya organisasi. Melalui apa yang mereka dan bagaimana mereka berperilaku, eksekutif senior menegakkan norma-norma yang merembes ke bawah sepanjang organisasi, misalnya apakah pengambilan resiko diiginkan, berapa banyak kebebasan seharusnya diberikan oleh para manajer kepada bawahan mereka; pakaian apakah yang pantas; dan tindakan apakah akan dihargai dalam kenaikan upah, promosi dan ganjaran lain,
3. Sosialisasi
Sosialisasi adalah proses yang mengadaptasikan para karyawan pada budaya organisasi itu. Sosialisasi dapat dikosepkan sebagai suatu proses yang terdiri atas tiga tahap: prakedatangan, perjumpaan, dan metamorfosis. Tahap prakedatangan adalah kurun waktu pembelajaran dalam proses sosialisasi yang terjadi sebelum seorang karyawan baru bergabung dengan organisasi itu. Tahap perjumpaan merupakan tahap dalam proses sosialisasi dalam mana seorang karyawan baru menyaksikan seperti apa sebenarnya organisasi itu dan menghadapi kemungkinan bahwa harapan dan kenyataan dapat berbeda. Tahap metamorfosis yaitu tahap dalam proses sosialisasi yang melaluinya seorang karyawan baru menyesuaikan diri pada nilai dan norma kelompok kerjanya, dan
4. Internalisasi budaya adalah proses menanamkan dan menumbuh- kembangkan suatu nilai atau budaya menjadi bagian diri orang yang bersangkutan. Jika sosialisasi lebih ke samping dan lebih kuantitatif, maka internalisasi lebih bersifat vertikal dan kualitatif. Penanaman dan penumbuh-kembangan nilai tersebut dilakukan melalui berbagai didaktik- metodik pendidikan dan pengajaran, seperti: pendidikan, pengarahan, indoktrinasi, brain-washing, dan lain sebagainya.