Dasar-Dasar Ilmu Jurnalistik
Pengertian komunikasi menurut A.M. Hoeta Soehoet (2002, h.11) adalah penyampaian isi pernyataan manusia kepada manusia lain. Lebih lanjut dikatakan bahwa dalam proses komunikasi terjadi tahapan-tahapan peristiwa dalam penyampaian isi pernyataan manusia kepada manusia lain. Proses komunikasi ini memerlukan minimal tiga unsur, yaitu komunikator, isi pernyataan, dan komunikan. Komunikator dan komunikan hakikatnya adalah sama yaitu manusia yang diperlengkapi Tuhan dengan peralatan hidup, yaitu peralatan jasmaniah dan peralatan rohaniah. Tujuan hidup manusia sama, yaitu ingin memperoleh kebahagiaan.
Bagan Proses Komunikasi
Keterangan:
Tahap 1 : Intra personal communication
Tahap 2 : Inter personal communication
Tahap 3 : Intra personal communication
Tahap 4 : Inter personal communication
Tahap 5 : Intra personal communication
Penjelasan proses komunikasi tahap III :
- Penerimaan isi pernyataan
- Pemahaman isi pernyataan
- Penemuan motif komunikasi
- Penyesuaian konsepsi kebahagiaan
- Penentuan sikap
- Penentuan feedback
- Usaha untuk mewujudkan motif komunikasi
- Melakukan tindak komunikasi
Begitu penting memperhatikan kemampuan peralatan jasmaniah dan rohaniah manusia. Untuk mewujudkan tujuan komunikasi maka harus dipertimbangkan ke dua peralatan itu supaya tidak terjadi kesalahpemahaman. Kesalahpemahaman yang disebabkan karena faktor kemampuan fisik yang rendah disebut miscommunication. Contohnya, komunikator menyampaikan isi pernyataan:
Komunikator : “Besok si Otong camping”
Yang didengar oleh oleh komunikan: “Besok potong kambing”
Maka akan gagal motif komunikasi, karena yang dipahami oleh komunikan akan diadakan pesta bukan sebagaimana yang disampaikan oleh komunikator.
Bisa juga terjadi misunderstanding yaitu kesalahpahaman didalam memahami isi pernyataan karena faktor budi atau etika, moral, akhlak yang dianut berbeda. Contohnya, kondektur bus menyampaikan isi pernyataan : “Pinggir…pinggir…orang bunting mau turun”.
Salah seorang penumpang bus mendengar isi pernyataan dengan sempurna. Ia menghampiri kondektur dan menamparnya. Kondektur kaget mengapa ia ditampar. Setelah diusut, ibu tersebut adalah orang Tapanuli. Bagi orang Tapanuli perkataan seperti itu merupakan penghinaan karena istilah “bunting” lebih tepat untuk binatang. Sementara si kondektur adalah orang Betawi. Bagi orang Betawi istilah “bunting” biasa digunakan untuk binatang ataupun manusia. Inilah yang disebut dengan misunderstanding.
Menurut A.M. Hoetasoehoet (2006), Jurnalistik adalah ilmu terapan dari ilmu komunikasi. Ilmu komunikasi itu sendiri adalah ilmu yang mempelajari usaha manusia dalam menyampaikan isi pernyataannya kepada manusia lain. Jadi, ilmu jurnalistik adalah ilmu yang mempelajari cara penyampaian isi pernyataan melalui media massa periodik. Media massa periodik terdiri dari suratkabar, majalah, radio, televisi, film, dan media siber.
Media massa periodik inilah yang dijalankan oleh Pers. Perkembangan pers sudah melalui tahap demi tahap yang mendewasakan. Pers era orde baru jauh berbeda dengan pers di era reformasi. Pada era modern ini, pers semakin terbuka memberitakan berbagai fakta dan peristiwa yang terjadi di dunia. Pers telah membawa masyarakat semakin terbuka dan mengetahui berbagai fakta dan peristiwa, bukan hanya sekedar mengetahui peristiwa yang terjadi di lingkungan tempat mereka tinggal tetapi juga berbagai peristiwa yang dialami manusia di setiap belahan dunia. Oleh karena itu pers berusaha melakukan berbagai tindakan penyesuaian. Pers harus peka dan tanggap terhadap lingkungan yang mereka hadapi dalam berbagai situasi dan kondisi.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers, dikatakan dalam pasal 1 ayat 1:
Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
Era reformasi banyak melahirkan media massa baru, dimulai dari surat kabar, televisi, radio hingga media siber. Media massa tersebut sesuai dengan fungsinya yaitu sebagai alat penyampaian informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial terhadap khalayak. Deddy Iskandar Muda (2003, h.10) menjelaskan, di suatu negara yang demokratis maka fungsi pers dan media massa sedikitnya dapat digolongkan ke dalam enam hal, yaitu:
1. Menyampaikan fakta (the facts)
2. Menyajikan opini dan analisis (opinions and analyses)
3. Melakukan investigasi (investigations)
4. Hiburan (entertainment)
5. Kontrol
6. Analisis kebijakan (policy analysis)
Fungsi-fungsi pers kini telah bergeser, meskipun fungsi-fungsi lama hingga derajat tertentu masih berlaku. Persaingan yang semakin ketat diantara media massa, memacu media berlomba-lomba menyampaikan berbagai peristiwa dengan cepat. Semakin cepat informasi disampaikan kepada khalayak, semakin banyak khalayak yang membaca dari media tersebut. Tuntutan pers untuk menyajikan peristiwa dengan cepat inilah yang membuat banyaknya penyimpangan dari kebebasan pers yang telah diberikan.
Salah satu produk yang dihasilkan oleh pers adalah berita. Menurut A.M. Hoeta Soehoet (2003, h. 23), berita adalah keterangan mengenai peristiwa atau isi pernyataan manusia. Berita bagi seseorang adalah keterangan mengenai peristiwa atau isi pernyataan manusia yang perlu baginya untuk mewujudkan falsafah hidupnya. Berita bagi suatu surat kabar adalah keterangan mengenai peristiwa atau isi pernyataan manusia yang perlu bagi pembacanya untuk mewujudkan falsafah hidupnya.
Penggolongan berita menurut A.M. Hoeta Soehoet (2003) dibagi menurut:
1. Masalah. Contoh: ekonomi, kriminal, hukum, olahraga, Iptek, dll.
2. Tempat peristiwa terjadi. Contoh: dalam negeri dan luar negeri
3. Daya pengaruhnya. Contoh: lokal, regional, nasional, dan internasional
4. Sumber berita, yaitu peristiwa, pendapat, peristiwa dan pendapat
5. Kandungan fakta, yaitu berita fakta, berita fakta dan penjelasan fakta, berita fakta tercampur pendapat wartawan, dan berita bohong.
Sedangkan ditinjau dari nilai berita terdapat 4 unsur, yaitu:
1. Kegunaan berita
2. Aktualitas
3. Hubungan pembaca dengan peristiwa
4. Kelengkapan berita
Kelengkapan berita harus memenuhi unsur:
1. Apa (what)
2. Siapa (who)
3. Dimana (where)
4. Apabila (when)
5. Mengapa (why)
6. Bagaimana (how)
Selain berita, produk lain jurnalistik adalah feature. Menurut Romli (2008, h.42), feature adalah jenis tulisan di media massa yang menuturkan fakta, peristiwa, atau proses disertai penjelasan riwayat terjadinya, duduk perkaranya, proses pembentukkannya, dan cara kerjanya dengan menggunakan gaya atau teknik penulisan karya sastra. Seperti: cerpen dan novel.
Ada 6 jenis feature menurut Sumadiria (2008, h.161-165) mengutip Wolseley dan Campbell, yaitu:
1. Feature minat insani (human interest feature), untuk mengaduk-ngaduk perasaan, suasana hati, dan bahkan menguras air mata khalayak.
2. Feature sejarah (historical feature), untuk melakukan rekonstruksi peristiwa tidak saja dari sisi fakta benda-benda tetapi juga mencakup aspek-aspek manusiawinya yang selalu mengundang daya simpati dan empati khalayak.
3. Feature biografi (biografi feature), yaitu feature tentang perjalanan hidup seseorang terutama kalangan tokoh seperti pemimpin pemerintahan dan masyarakat, serta public figure.
4. Feature perjalanan (travelogue feature), yaitu feature yang mengajak pembaca, pendengar, atau pemirsa untuk mengenali lebih dekat tentang suatu kegiatan atau tempat-tempat yang dinilai memiliki daya tarik tertentu.
5. Feature petunjuk praktis (how to do feature), yaitu feature yang menuntun atau mengajarkan tentang bagaimana melakukan atau mengerjakan sesuatu.
6. Feature ilmiah (scientific feature), yaitu feature yang mengungkap sesuatu yang berkaitan dengan dunia ilmu pengetahuan.
Dalam menyampaikan isi pernyataan melalui berita maupun feature harus berdasarkan etika. Untuk penulisan berita harus mengikuti kaidah berikut ini, yaitu:
1. Berita harus benar terjadi,
2. Berita menginformasikan dari dua sisi,
3. Berita harus seimbang,
4. Memberikan hak jawab. Ketika ada narasumber yang merasa dirugikan, media harus memberikan hak jawab untuk meralat informasi pada halaman yang sama ketika berita itu dimuat.
5. Memberikan hak koreksi. Jika narasumber perlu memperbaiki isi informasi didalam berita tersebut.
Wartawan harus mengikutsertakan dan mengindahkan Kode Etik Jurnalistik sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan jurnalistik. Kode Etik Jurnalistik terdiri dari 11 pasal. Contohnya pada pasal 1 yang terdiri dari 4 ayat, yakni ayat (a) wartawan harus bersikap independen, ayat (b) wartawan Indonesia harus menghasilkan berita akurat, ayat (c) wartawan Indonesia harus menghasilkan berita yang berimbang, dan ayat (d) wartawan Indonesia tidak beritikad buruk.
Persoalan akurasi ini sangat menentukan kredibilitas media di mata publik. Kasus akurasi yang banyak muncul di media saat ini disebabkan antara lain minimnya cek-ricek dan kelalaian pencantuman sumber berita. Dalam hal ini akurasi pemberitaan meliputi kesesuaian judul dengan isi berita, pencantuman waktu terjadinya suatu peristiwa, adanya data pendukung dan tidak ada pencampuran fakta dan opini oleh wartawan.
Seperti yang dikatakan oleh Agus Sudibyo, Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Dewan Pers, bahwa jumlah pengaduan terkait pers dari seluruh Indonesia yang masuk ke Dewan Pers sepanjang 2012 mencapai lebih dari 500 kasus. Dari jumlah itu, 328 di antaranya merupakan kasus dari media cetak dan 98 pengaduan terkait media online alias media siber. Menurut Agus, pelanggaran berita tidak akurat (30 kasus); mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi (17 kasus); tidak berimbang (10 kasus); tidak menyembunyikan identitas korban kejahatan susila (tiga kasus); dan tidak jelas narasumbernya (satu kasus). Media siber, menurut Agus, memang memiliki sejumlah keunggulan, seperti kecepatan, interaktivitas, prinsip partisipatori dan emansipasi publik, dan ruang media sebagai ruang publik deliberatif. Tapi, prinsip jurnalisme siber, menurut dia, tidak berbeda dengan prinsip jurnalisme cetak atau elektronik. ”Jurnalisme siber masih merupakan jurnalisme yang mengedepankan verifikasi,” katanya. Artinya, kata dia, etika jurnalistik seharusnya tetap menjadi pegangan bagi jurnalis media siber.
Pada pasal 5 mengenai identitas korban asusila yang harus dirahasiakan. Seorang jurnalis dilarang menyebutkan identitas korban kejahatan asusila dan tidak menyebutkan identitas anak di bawah umur yang menjadi pelaku kejahatan. Media seringkali tidak mengindahkan pasal 5 Kode Etik Jurnalistik ini, seperti teguran yang disampaikan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengenai penghentian sementara program “Indonesia Pagi” segmen liputan live daerah TVRI. Seperti yang ditampilkan pada situs KPI menyatakan, berdasarkan kewenangan menurut Undang-Undang No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran), pengaduan masyarakat, pemantauan, dan hasil analisis telah menemukan pelanggaran Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) Komisi Penyiaran Indonesia 2013 pada Program Siaran “Indonesia Pagi” yang ditayangkan oleh stasiun TVRI pada tanggal 10 Oktober 2013 mulai pukul 05.54 WIB. Pelanggaran yang dilakukan adalah penayangan secara close up adegan tidak pantas atau tidak senonoh yang berasal dari rekaman video handphone milik seorang pelajar. Selain itu, pada program juga menampilkan wajah, identitas dan wawancara pelajar tentang penemuan rekaman video hasil razia pelajar tersebut. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas ketentuan pelarangan, perlindungan anak, program siaran jurnalistik dan norma kesopanan dan kesusilaan. Berdasarkan pelanggaran yang telah dilakukan program ini, sesuai dengan ketentuan Pasal 80 ayat (1) Standar Program Siaran, dan hasil Rapat Pleno Komisioner KPI Pusat tentang Penjatuhan Sanksi Administratif Program pada tanggal 18 Oktober 2013, KPI Pusat memutuskan:
1. Menjatuhkan sanksi administratif penghentian sementara pada pada Program Siaran Indonesia Pagi khusus untuk segmen liputan daerah yang menggunakan sistem live (stasiun daerah mengirimkan materi siaran secara langsung tanpa adanya proses editing dari Stasiun TVRI Pusat) pada Program Siaran Indonesia Pagi selama 7 (tujuh) hari berturut-turut;
2. Meminta TVRI melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap semua segmen liputan daerah yang menggunakan sistem live tersebut; dan
3. Melakukan permintaan maaf secara terbuka kepada publik atas pelanggaran tersebut.