Pengertian Valuta Asing dan Pasar Valuta Asing

Pengertian Valuta Asing dan Pasar Valuta Asing
Valuta Asing merupakan mata uang yang bukan merupakan alat pembayaran sah utama di suatu negara. Contoh Dollar AS di China, walaupun dapat menjadi alat transaksi, namun tidak dapat diterima di semua tempat transaksi dan harus ditukarkan terlebih dahulu dengan uang sah di China di pasar valuta asing.

“Valuta asing, dalam referensi keuangan international disebut juga foreign exchange atau foreign currency adalah mata uang asing atau alat pembayaran lainnya yang digunakan dalam transaksi ekonomi internasional berdasarkan kurs resmi yang ditetapkan oleh bank sentral. (Khalwaty, Tajul 2000:172)”

Dalam keadaan tanpa adanya intervensi, besarnya nilai tukar mata uang suatu negara terhadap mata uang lainnya biasanya ditentukan oleh keadaan perekonomian suatu negara. Foreign exchange market ini tidak tetap, melainkan selalu berubah mengikuti penawaran dan permintaan.

“Pasar valas dapat diartikan sebagai suatu tempat atau wadah atau sistem dimana perorangan, perusahaan dan bank dapat melakukan transaksi keuangan internasional dengan jalan melakukan pembelian atau permintaan dan penjualan dan penawaran”. (Hady, Hamdy 2001:23)”

Sementara Levi, Maurice (2006) dalam bukunya “International Finance” menjelaskan bahwa peran valas yang terwujud dalam pertukaran mata uang dapat bervariasi di pasar valas internasional. Sebagai konsekuensinya maka diperlukan nilai tukar yang rasional antara mata uang yang diperdagangkan. Nilai uang yang terbentuk akan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti faktor teknikal, fundamental, psikologis, dan lain-lain yang terakomodasi dalam periode tertentu. Ketiga faktor tersebut berimplikasai pada suatu kondisi nilai tukar yang cenderung fluktuatif dan penuh ketidakpastian dalam suatu perekonomian internasional.

Kurs
Kurs adalah jumlah satuan atau unit dari mata uang tertentu yang diperlukan untuk memperoleh atau membeli satu unit atau satuan jenis mata uang lainnya. Menurut Samuelson definisi kurs adalah: the price of one unit foreign is currency in term of domestic currency is determined, and the price is called the foreign exchange rates.[4] Sedangkan menurut Sawaldjo Puspopranoto, definisi kurs adalah harga dimana mata uang suatu negara dipertukarkan dengan mata uang negara lain disebut nilai tukar (kurs).

Dari definisi-definisi tersebut di atas dapatlah disimpulkan secara singkat bahwa kurs adalah nilai suatu mata uang dibandingkan degan mata uang lainnya. Misalnya nilai mata uang RMB terhadap Dolar AS. Pemerintah umumnya memiliki kecenderungan untuk mengambil peran dalam penentuan kurs agar sampai pada tingkat yang kondusif bagi dunia usaha. Kurs, khususnya nilainya terhadap Dolar AS, sangat berkaitan erat dan mempengaruhi arus barang dan jasa serta modal dari dalam dan keluar negara bersangkutan. 

Jenis Kurs
Terdapat beberapa jenis kurs atau nilai tukar, yaitu: 
1. Kurs Beli (bid price) adalah besar satuan mata uang negara lain yang harus diserahkan untuk membeli tiap unit uang asing kepada Bank atau money changer.
2. Kurs Jual (selling price) adalah besaran satuan mata uang negara lain yang akan diterima dari bank atau money changer jika kita membeli mata uang asing.
3. Kurs Spot adalah nilai valuta asing yang digunakan untuk transaksi spot di pasar valuta asing.
4. Kurs Forward, adalah nilai tukar yang berlaku dan digunakan untuk transaksi forwad di pasar valas.
5. Kurs Silang adalah nilai antara dua valas yang diperoleh dari nilai tukar masing-masing valuta terhadap valuta lain.
6. Kurs Opsi adalah kurs yang ditetapkan dimuka sesuai dengan pendapat Shapiro yaitu, “Call option give the customer the right to purchase, but option give the right to sell the contracted currencies at the expected date”

Penentuan Nilai Tukar atau Kurs
Terdapat tiga jenis sistem nilai tukar, yakni kurs tetap (fixed exchange rate), kurs mengambang terkendali (managed floating exchange rate), dan kurs mengambang bebas (free floating rate). Kurs tetap merupakan sistem dimana intervensi nilai mata uang berlaku, dimana pemerintah atau bank sentral menetapkan suatu nilai tetap mata uangnya terhadap nilai mata uang negara lain, tanpa memperhitungkan aktifitas penawaran dan permintaan di pasar uang. Dalam kurs mengambang terkendali, hal yang sama yakni intervensi nilai mata uang juga terjadi namun dalam skali yang lebih kecil, dimana nilai mata uang tidak sepenuhnya mengikuti nilai riil dalam pasar bebas melainkan tetap mendapatkan perlakuan kontrol dari pemerintah dan bank sentral. Sebaliknya, dalam kurs mengambang bebas, nilai tukar mata uang sepenuhnya ditentukan dari jumlah penawaran dan permintaan mata uang dalam pasar bebas untuk mencapai kondisi equilibrium sesuai dengan kondisi eksternal dan internal dengan tidak melibatkan campur tangan pemerintah. 

Pasar valas merupakan sebuah contoh baik dari pasar yang sangat kompetitif. Di pasar ini ada banyak pembeli dan penjual dari suatu produk yang homogen. Setiap pembeli dan penjual relatif kecil dibanding seluruh pasar, sehingga tidak ada seorang pembeli atau penjual pun yang dapat mempengaruhi nilai tukar secara berarti. Pada sistem nilai tukar ‘mengambang bebas’, pemerintah tidak melakukan intervensi di pasar valas dan membiarkan nilai tukar dikendalikan sepenuhnya oleh kekuatan-kekuatan di pasar bebas. Di lain pihak, pada sistem nilai tukar ‘mengambang terkendali’, pemerintah kadang kala melakukan intervensi sebagai upaya untuk mencegah pergerakan nilai tukar yang dipandang ekstrim atau bertentangan dengan kepentingan nasional.

Hasil yang diperoleh dari intervensi nilai mata uang umumnya sangat terbatas, yaitu hanya menahan nilai kurs untuk sementara waktu dan tak mampu menolong kurs itu sendiri dari keterpurukan. Namun perlu disadari, bahwa dewasa ini walaupun pemerintah ikut melakukan intervensi, volume dari kegiatan tersebut relatif kecil sekali terhadap jumlah total kegiatan pihak swasta di pasar valas. Hal ini juga merupakan fenomena global.

Di dalam rumusan pendekatan Salvatore yang diterjemahkan oleh Drs. Haris Munandar, terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan dalam penentuan nilai tukar mata uang asing yaitu:
  • Pendekatan tradisional, yakni pendekatan berdasarkan pada arus perdagangan dan paritas daya beli (PPP) yang kedudukannya sangat penting untuk menjelaskan pergerakan kurs jangka panjang. 
  • Pendekatan keuangan, yakni pendekatan yang memusatkan perhatiannya pada pasar modal dan arus permodalan internasional dan berusaha menjelaskan gejolak kurs jangka pendek yang kecenderungannya mengalami lonjakan-lonjakan tak terduga.
Ketidakseimbangan Global (Global Imbalances)
Ketidakseimbangan perdagangan yang besar dan terus berlanjut dari berbagai negara dalam perekonomian dunia telah menyebabkan kekhawatiran di antara pengambil kebijakan dan kritikus ekonomi politik internasional. Hal ini memancing tekanan global yang mengarah pada keinginan untuk "penyeimbangan kembali" di mana negara-negara dengan defisit perdagangan terus-menerus, seperti Amerika Serikat, akan mengurangi impor bersih, sementara negara-negara dengan surplus perdagangan terus-menerus, seperti China, akan mengurangi ekspor bersih. Isu utama yang menjadi kajian dalam konsep ini mencakup ketidakseimbangan perdagangan yang dapat membahayakan kesejahteraan global dan karena itu menjadi tanda bahwa kebijakan yang tepat diperlukan untuk memperbaikinya.

Konsep mengenai ketidakseimbangan global bukanlah merupakan suatu konsep yang baru dan merupakan fenomena yang telah ada sejak tahun 1970-an. Konsep ini kemudian marak dipergunakan kembali saat terjadi krisis finansial global tahun di tahun 2008. Ketidakseimbangan global biasanya dipahami sebagai besar defisit transaksi berjalan dan surplus yang mencerminkan perdagangan dan arus keuangan dalam skala global, dalam hal ini yakni antara Amerika Serikat (juga negara-negara importir besar sepeti Uni Eropa dan negara tetangga di Asia Timur) dan China.

Pemahaman di atas, namun demikian, tidak mencerminkan bagian penting dari ketidakseimbangan global dan dengan demikian risiko sistemik dan penyimpangan dari keseimbangan, yaitu intervensi kebijakan tersebut termasuk kegagalan kebijakan ke dalam perdagangan global dan mekanisme keuangan. Definisi yang lebih tepat menjelaskan ketidakseimbangan global sebagai "posisi eksternal ekonomi yang secara sistemik penting dan mencerminkan distorsi atau mengandung resiko bagi perekonomian global". Kondisi ketidakseimbangan global didasarkan atas perdagangan (current account) dan keuangan (neraca berjalan dan posisi keuangan), serta kekhawatiran yang dipahami lebih dari sekedar cermin dari satu sama lain (perdagangan dan globalisasi keuangan keduanya diperhitungkan di sini).

Dari perspektif perdagangan, ketidakseimbangan perdagangan tidak berarti menjadi tanda akan adanya suatu disequilibrium. Sebaliknya, hal ini dapat menjadi suatu tanda yang menunjukkan bahwa memang terjadi perdagangan dalam kurun waktu dan tempat tertentu. Hal ini diilustrasikan dalam Kurva yang menunjukkan teori perdagangan mengenai kemungkinan jumlah produksi yang berbeda di dua negara, A dan B, bersama-sama dengan kurva indiferen menunjukkan kesejahteraan yang mereka dapat capai baik dalam autarki dan dengan perdagangan bebas. Namun demikian, kurva ini tidak menampilkan jumlah dari dua barang yang berbeda pada titik waktu yang sama, melainkan menunjukkan barang yang sama namun pada waktu yang berbeda. Yakni, bahwa Negara A relatif lebih baik pada, dan demikian memiliki keuntungan komparatif dalam, memproduksi barang pada masa sekarang, sedangkan kemungkinan produksi barang Negara B cenderung lebih baik hanya di masa yang akan datang.

Dari kurva perbedaan keduanya direfleksikan dalam harga relatif yang lebih rendah di masa kini dibandingkan dengan di masa depan pada Negara A dan dengan di Negara B. Hal ini juga dapat dikorespondensikan dengan suku bunga riil yang lebih rendah di Negara A dibandingkan dengan di Negara B. Dalam perdagangan bebas, ditunjukkan oleh garis harga melengkung yang serupa yang berarti tingkat suku bunga bernilai sama, Negara A mengekspansi produksi di masa kini, mengekspor kelebihan produk ke Negara B, sedangkan Negara B melakukan hal sebaliknya. Di masa kini, berlaku bahwa Negara A memproduksi barang lebih dari jumlah yang dikonsumsinya dan dengan demikian mengalami surplus perdangan, sedangkan Negara B mengalami defisit.

Kurva  Perdagangan Bebas Temporal dengan Preferensi Identik

Sumber: Global Imbalances and Their Impact on Global Economic Governance (case of IMF). Diakses dari http://stockholm.sgir.eu/uploads/Hn%C3%A1t_stockholm_final.pdf

Tentu saja setiap negara memperoleh dan mengeksploitasi keuntungan komparatif inter temporal dari situasi ini. Keduanya bahkan akan mampu mencapai kurva indiferens yang lebih tinggi, mewakili kesejahteraan yang lebih tinggi. Tidak akan terjadi masalah jika ekonomi internasional mengikuti keadaan ini.

Namun apabila diperhatikan lebih dekat dari apa yang membedakan kedua negara, Negara A memiliki keuntungan komparatif dalam produksi masa kini, sedangkan Negara B memiliki keuntungan komparatif untuk produksi masa depan. Perbedaan dua kemungkinan kurva produksi ini berarti bahwa rasio output riil di masa depan, dibandingkan dengan masa sekarang, lebih besar di Negara B dibandingkan dengan di Negara A, atau dengan kata lain output riil bertumbuh dengan lebih cepat, dari waktu ke waktu, di Negara B. Hal ini menjelaskan mengapa konsumen di Negara B mengalami defisit harus melakukan perubahan jumlah konsumsi dari waktu ke waktu.

Namun jika ingin mencocokkan skenario teori ini dengan kenyataan yang sedang terjadi, terdapat suatu masalah. Negara yang mengalami surplus perdagangan yang sangat besar secara mengejutkan ialah negara berkembang China, bukan Amerika Serikat yang mengalami pelambatan pertumbuhan ekonomi. Sehingga jika dicocokkan antara Negara A dan Negara B dengan situasi nyata, Amerika Serikat identik dengan Negara A, sedangkan China identik dengan Negara B. Teori akan berbicara bahwa AS seharusnya mengalami suplus sedangkan China seharusnya sedang mengalami defisit perdagangan.

Bagaimana kita menjelaskan, dalam konteks model ini, karena kenyataannya ialah bahwa secara spesifik dalam kasus China-Amerika Serikat, keduanya justru mengalami hal sebaliknya? Salah satu kemungkinannya ialah dengan membiarkan kedua negara ini memiliki preferensi yang berbeda. Diandaikan apabila Negara A memili preferensi lebih besar terhadap konsumsi di masa sekarang dibandingkan dengan kemampuan untuk memproduksi di masa sekarang, sedangkan Negara B memiliki preferensi ekstrim yang serupa mengenai tingkat konsumsi di masa yang akan datang. Kurva memberikan ilustrasi terkait dalam kondisi equilibrum pada perdagangan bebas. 

Kurva Perdagangan Bebas Temporal dengan Preferensi Non-identik

Sumber: Global Imbalances and Their Impact on Global Economic Governance (case of IMF). Diakses dari http://stockholm.sgir.eu/uploads/Hn%C3%A1t_stockholm_final.pdf

Kurva di atas merupakan kurva yang mengilustrasikan perdagangan temporal dengan preferensi non-identik, dimana Negara A memiliki preferensi atas konsumsi masa sekarang sedangkan Negara B memilih konsumsi masa depan. Kurva ini menunjukkan bahwa kedua negara memperoleh keuntungan dari perdangan intertemporal, yang dimotivasi oleh perbedaan dalam preferensi ketimbang perbedaan dalam kapasitas produksi.

Apakah Kurva telah mampu menggambarkan apa yang terjadi dalam fenomena nyata? Tampaknya demikian, memang benar bahwa banyak dari penduduk di AS, bertindak seolah-olah cenderung memiliki preferensi konsumsi untuk masa sekarang dibanding dengan untuk masa yang akan datang, dan tingkat simpanan (savings) di China dan negara berkembang lainnya menunjukkan preferensi yang berlawanan. Namun demikian, hal ini belum dapat merefleksikan keseluruhan fenomena yang terjadi.

Jika gambar pada Kurva merupakan refleksi utuh, maka diharapkan nilai suku bunga riil di AS lebih tinggi dibandingkan dengan di China, kecuali bahwa perdagangan dan / atau arus modal memiliki tingkat bunga yang saling menyamakan kedudukan secara internasional. Hal demikian tidak terjadi. Dan dalam hal apapun, mengandalkan penjelasan tentang perilaku yang bertumpu terlalu banyak perbedaan pada preferensi memiliki tingkat realibilitas yang rendah.


Teori keseimbangan global menyediakan alternatif melalui kebijakan yang dapat mengintervensi perdagangan inter-temporal bebas dalam Kurva di atas yang dapat memengaruhi output akhir. Dalam teori perdagangan, umumnya dipertimbangkan hambatan perdagangan seperti tarif, tetapi ini tidak akan membantu dalam kasus ini. Hambatan perdagangan hanya akan mendorong ketidakseimbangan perdagangan menjadi nol, bukan membalikkan mereka. Apa yang dibutuhkan adalah kebijakan yang merangsang secara artifisial perdagangan melebihi keunggulan komparatif. Secara sederhana, diumpamakan bahwa suatu negara menerapkan kebijakan subsidi, atau mendukung kebijakan serupa untuk ekspor barang yang merupakan bagian dari kerugian komparatif (atau impor dari negara lain).

Secara khusus, teori ini berasumsi bahwa Negara A mensubsidi ekspor barang untuk masa yang akan datang sedangkan Negara B mensubsidi ekspor barang di masa kini. Hasil dari sepasang kebijakan ini ditunjukkan dalam Kurva dimana perdagangan ditunjukkan melalui garis putus-putus indikator harga. Karena subsidi ekspor untuk barang di masa datang oleh Negara A, harga relatifnya lebih mahal di dalam pasar domestik, baik bagi produser maupun konsumen, dibanding dengan harga dalam pasar dunia. Hal sebaliknya berlaku bagi Negara B. Dan di kedua negara, anggaran konsumen dengan harga dalam negeri berkurang di bawah nilai produksi oleh kebutuhan untuk memungut pajak dengan tujuan membiayai subsidi.

Kurva Perdagangan Bebas Temporal dengan Distorsi Kebijakan Subsidi

Sumber: Global Imbalances and Their Impact on Global Economic Governance (case of IMF). Diakses dari http://stockholm.sgir.eu/uploads/Hn%C3%A1t_stockholm_final.pdf

Hasil yang ditunjukkan pada Kurva mengilustrasikan kesejahteraan kedua negara menurun dibawah tingkat autarki. Hal ini tidaklah selalu demikian, karena cukup mungkin bagi suatu negara untuk memperoleh keuntungan jika subsidi yang diterapkan bernilai lebih kecil dibandingkan dengan lainnya. Namun rugi bersih dalam lingkaran perdagangan internasional secara keseluruhan, dibandingkan dengan autarki, adalah perlu, karena dengan perdagangan bertentangan dengan keunggulan komparatif, perdagangan internasional mengalami inefisiensi.

Kurva menunjukkan suatu kisah dramatis mengenai seberapa buruknya akibat dari ketidakseimbangan yang timbul dari kebijakan yang meningkatkan perdagangan inter-temporal yang tidak sesuai dengan keuntungan komparatif. Fakta bahwa beberapa ekonomi dunia yang sedang bertumbuh pesat seperti China mengalami surplus perdagangan sedangkan ekonomi yang sedang melambat seperti AS mengalami defisit menunjukkan adanya kemungkinan bahwa asumsi teori ketidakseimbangan global sedang berlangsung. Meskipun semua konsepsi ini terlihat agak asing, hal ini hanyalah analog ekspor subsidi dengan tarif impor, yang juga dapat diidentikkan dengan kebijakan intervensi nilai tukar mata uang yang serupa dengan subsidi perdagangan.

Dalam kasus pemerintah China, kebijakan subsidi dalam bentuk intervensi nilai tukar mata uang ini terlihat sangat jelas. Dalam jangka waktu bertahun-tahun, pemerintah China telah mengakumulasikan aset luar negeri sebagai salah satu produk sampingan dari intervensi pasar pertukaran mata uang ini. Sebagai hasilnya, China mampu menyediakan pinjaman secara besar-besaran kepada banyak negara lain di dunia. 

Hasil kebijakan ini kurang lebih serupa dengan hasil yang dapat diraih suatu negara melalui subsidi ekspor barang produksi masa kini. Di Amerika Serikat, tidak begitu nampak suatu kebijakan yang dapat diidentikkan sebagai bentuk subsidi ekspor barang untuk masa yang akan datang maupun untuk impor barang di masa sekarang. Namun demikian, keadaan kebijakan moneter dan fiskal terlihat cenderung mendukung konsumsi untuk masa kini dibanding untuk konsumsi di masa depan, dan dengan demikian terdapat nilai simpanan yang rendah. 

Interpretasi dari ketidakseimbangan global ini, dari perspektif teori perdagangan, menunjukkan adanya kecenderungan yang dapat membahayakan stabilitas ekonomi global serta taraf kesejahteraan secara luas. Hal ini tidak secara tepat sesuai dengan penggambaran dalam teori ketidakseimbangan global ini, namun nampaknya memiliki efek yang cukup serupa. Hal inilah yang juga akan dikaji lebih lanjut di dalam bab-bab selanjutnya dari skripsi ini.
 

Kumpulan Artikel News Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger