Pendekatan Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif

Pendekatan Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif 
Penelitian dalam bidang komunikasi seperti halnya pada ilmu-ilmu sosial budaya lainnya,selama ini terlalu menekankan pada pendekatan penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif yang dilandasi faham positivisme empirik yang berintikan aktivitas penelitian eksperimental memang telah memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam berbagai bidang ilmu, dan bahkan pernah dipandang sebagai satu-satunya pendekatan penelitian yang benar dan ilmiah. Pandangan tersebut mampu menyeret para peneliti ilmu-ilmu sosial budaya yang dalam perkembangan aktivitasnya semakin sering menghadapi beragam permasalahan yang tidak bisa dijawab secara tuntas. Dari kenyataan yang dihadapi tersebut para peneliti semakin manyadari bahwa manusia sebagai subyek dengan segala sifatnya yang subjektif tak mungkin dapat dikaji secara secara tepat dengan pendekatan ilmu obyektif. Pemaksaan ke arah itu akan menimbulkan bias fundamental dan mengakibatkan kekeliruan fatal yang menjadi sumber krisis ilmu-ilmu sosial dimasa kini. Masalah sosial yang kompleks tak mungkin untuk diuji dengan pandangan partial dan linear. Didalam ilmu alam berbagai masalah pokok didasarkan pada kenyataan obyek yang dapat dilihat di luar diri kita dan bebas sebagai fakta obyektif. Kenyataan itu sangat berbeda halnya dengan ilmu sosial budaya yang memusatkan studinya pada realitas sebagai produk pikir manusia dengan segala subyektivitas emosi serta nilai-nilai yang dianutnya. Fenomena sosial dan perilaku manusia pada dasarnya hanya ada dalam pikiran manusia. Realitas tersebut terikat oleh interaksi dialektis antara subyek dan obyek. Demikianlah dalam mempelajari metodologi penelitian sosial ini, anda diharapkan mengenal baik pendekatan kuantitatif maupun kualitatif, karena pendekatan kualitatif sangat tepat bagi studi ilmu-ilmu sosial budaya, termasuk didalamnya ilmu komunikasi.

Pemahaman karakteristik metodologi
Mengenal ( perbedaan ) pendekatan kuantitatif dan kualitatif akan lebih mudah dan jelas bila kita memahami perbedaannya dengan beragam hal yang sangat mendasar didalam kedua metodologi tersebut. Penggunaan metodologi penelitian kualitatif berbeda dengan penggunaan metodologi penelitian kuantitatif bukan sekedar karena menghadapi perbedaan “ subjek matter “, atau karena disiplin ilmu yang berbeda, tetapi secara mendasar karena perbedaan keyakinan keilmuan yang bersumber pada penggunaan paradigma berpikir yang berbeda ( smith, 1984 ).

Bilamana kita bisa memahami perbedaan itu secara tepat maka kita akan mampu memisahkan kedua metdologi penelitian tersebut dengan penuh kesadaran dan berada pada penglihatan batas yang jelas. Dengan demikian didalam melakukan aktivitas penelitian, kita tak akan mudah tersesat atau dengan sangat gegabah mencampur-adukkan beragam pengertian dasar dari dua jenis metodologi tersebut.

Guba dan Lincoln ( 1981 : 62 – 82 ) menyajikan uraian yang cukup panjang dan mempertentang-kan perbedaan paradigma kedua penelitian ini. Untuk penelitian kuantitatif digunakan istilah Scientific Paradigm ( paradigma ilmiah ), sedangkan penelitian kualitatif dinamakan Naturalistic Inquiry atau inkuiri alamiah.

Pokok-pokok perbedaan kedua paradigma tersebut dapat disimak dalam tabel berikut : 

Tabel. Perbedaan Paradigma Ilmiah dan Alamiah

Poster tentang

PARADIGMA
Ilmiah
Alamiah
·         Teknik yang digunakan

·         Kriteria kualitas

·         Sumber teori


·         Persoalan kausalitas



·         Tipe pengetahuan yang digunakan

·         Pendirian

·         Maksud
Kuantitatif


“ Rigor “


Apriori


Dapatkah x menyebabkan y ?



Proposisional




Reduksionis

Verifikasi
Kualitatif


Relevansi


Dasar-dasar               ( Grounded )

Apakah x menyebabkan y dlm. Latar alamiah


Proposisional yang diketahui bersama



Ekspansionis

Ekspansionis
Karakteristik Metodologis
·         Instrumen




·         Waktu penetapan pengumpulan data dan analisis

·         Desain


·         Gaya

·         Latar

·         Perlakuan

·         Satuan kajian

·         Unsur kontekstual
Kertas-pensil atau alat fisik lainnya



Sebelum penelitian





Pasti     ( preordinate )


Intervensi

Laboratorium

Stabil

Variabel


Kontrol
Orang sebagai peneliti



Selama dan sesudah pengumpulan data




Muncul-berubah


Seleksi

Alam

Bervariasi

Pola-pola


Turut campur atas undangan
1. Teknik yang digunakan.
Pada dasarnya, baik teknik kuantitatif maupun teknik kualitatif dapat digunakan bersama-sama. Namun, pada paradigma ilmiah memberi tekanan pada teknik kuantitatif, sedang paradigma alamiah memberi tekanan pada teknik kualitatif.

2. Kriteria kualitas.
Untuk menialai “ baik/tidaknya “ penelitian, paradigma ilmiah sangat percaya pada kriteria Rigor, yaitu kesahihan eksternal dan internal, keandalan dan obyektivitas.

Menurut Guba dan Lincoln ( 1981 : 66 ) penekanan pada kriteria tersebut membawa eksperimen pada penyusunan desain yang bagus, tetapi sering sempit cakupannya. Hal ini dikarenakan kebanyakan eksperimen memasukkan situasi yang kurang dikenal, buatan, dan masa hidupnya singkat dan hal itu membuat latar – tidak – biasa sukar digeneralisasikan pada latar lainnya.

Sebaliknya, paradigma alamiah menggunakan kriteria relevansi. Relevansi ini adalah signifikasi dari pribadi terhadap lingkungan senyatanya. Usaha menemukan kepastian dan keaslian merupakan hal yang penting dalam penelitian alamiah.

3. Sumber teori.
Paradigma ilmiah menekankan pada verifikasi hipotesis yang diturunkan dari teori a priori. Teori semacam ini disusun dengan ligika deduktif dan logis.

Sedangkan paradigma alamiah menemukan teori dengan berdasar pada data yang berasal dari dunia nyata. Metode yang digunakan adalah metode menemukan dengan menganalisis data yang diperoleh secara sistematis.

4. Pertanyaan tentang kausalitas.
Penelitian biasanya dihadapkan pada penentuan hubungan sebab-akibat. Jawaban terhadap pertanyaan hubungan sebab akibat penting untuk keperluan meramalkan, kontrol disatu pihak, dan verstehen ( pemahaman ) dilain pihak. Kedua paradigma ilmiah maupun alamiah menggunakan pertanyaan-pertanyaan tersebut, namun dengan cara yang berbeda.

Paradigma ilmiah biasanya bertanya = dapatkah X menyebabkan Y ? untuk itu maka mereka mendemonstrasikan di laboratorium bahwa Y sesungguhnya dapat disebabkan oleh X.

Di pihak lain paradigma alamiah kurang tertarik dengan apa yang diusahakan terjadi dalam situasi yang dirancang terlebih dahulu, namun lebih tertarik pada apa yang terjadi pada latar alamiah.

5. Tipe pengetahuan yang digunakan.
Ada dua macam pengetahuan ; yaitu pengetahuan proposisional dan pengetahuan – yang – diketahui – bersama, yang diketahui dan disepakati juga oleh subjek. Kedua tipe pengetahuan tersebut, dapat dijelaskan perbedaannya. Pengetahuan proposisional adalah pengetahuan yang dapat dinyatakan dalam bentuk bahasa.

Pengetahuan – yang – diketahui – bersama ( tacit knowledge ) ialah instuisi, pemahaman, atau perasaan yang tidak dapat dinyatakan dengan kata-kata yang dalam hal-hal tertentu diketahui oleh subjek.

Paradigma ilmiah membatasi diri pada pengetahuan proposisional. Pengetahuan demikian merupakan esensi metode untuk menyatakan proposisi secara eksplisit dalam bentuk hipotesa yang diuji untuk menentukan validitasnya. Teori-teori terdiri atas pengumpulan hipotesis semacam itu.

Sebaliknya, paradigma alamiah mengizinkan dalam mendorong pengetahuan – yang – diketahui – bersama guna dimunculkan untuk keperluan membantu pembentukan teori dari dasar maupun untuk memperbaiki komunikasi kembali kepada sumber informasi dengan cara peristilahan mereka.

6. Pendirian.
Paradigma ilmiah berpendirian Reduksionis. Mereka menyempitkan penelitian pada fokusyang relatif kecil dengan jalan membebankan kendala-kendala, baik pada kondisi anteseden pada nikuiri ( untuk keperluan mengontrol ), maupun pada keluaran-keluaran.

Jadi, pencari – tahu – ilmiah mulai dengan menyusun pertanyaan atau hipotesis, kemudian hanya mencari informasi yang akan memberikan jawaban pada pertanyaan atau menguji hipotesis-hipotesis itu.

Sementara pencari – tahu – alamiah mempunyai pendirian ekspansionis. Mereka mencari perspektif yang akan mengarahkan pada deskripsi dan pengertian fenomena sebagai keseluruhan atau akhirnya dengan jalan menemukan sesuatu yang mencerminkan kerumitan gejala-gejala itu. Mereka memasuki lapangan, membangun dan melihat pembawaannya yang tampak dari arah manapun titik masuknya.

Jadi pencari – tahu – ilmiah mengambil setiap struktur, terarah dan tunggal sedangkan pencari – tahu – alamiah berpendirian terbuka, menjajagi, dan kompleks.

7. Maksud.
Paradigma ilmiah senantiasa bermaksud menemukan pengetahuan melalui verifikasi hipotesis yang dispesifikasikan secara apriori sementara pencari – tahu – alamiah, menitikberatkan upayanya pada usaha menemukan unsur-unsur atau pengetahuan yang belum ada dalam teori yang berlaku.

8. Instrumen.
Untuk mengumpulkan data, paradigma ilmiah memanfaatkan kuesioner atau alat bantu fisik lainnya. Sedang pencari – tahu – alamiah dalam pengumpulan datanya lebih banyak bergantung pada dirinya sendiri sebagai alat pengumpulan data. Orang – sebagai – instrumen memililki senjata “ dapat memutuskan “ yang secara luwes dapat digunakannya. Ia senantiasa dapat menilai keadaan dan dapat mengambil keputusan.

9. Waktu untuk mengumpulkan data dan aturan analisis.Pencari – tahu – ilmiah dapat menetapkan semua aturan pengumpulan dan analisis data sebelumnya. Mereka sudah mengetahui hipotesis yang akan diuji dan dapat mengembangkan instrumen yang cocok dengan variabel. Instrumen ditetapkan sebelumnya tentang ukuran terhadap ciri yang diketahui sehingga memungkinkan menetapkan waktu melakukan analisis.

Paradigma alamiah sebaliknya, tidak diperkenenkan memformulasikan secara a priori. Datanya dikumpulkan serta dikategorikan dalam bentuk kasar dan diunitkan oleh peneliti/analisis.

10.Desain.
Bagi paradigma ilmiah, desain harus disusun secara pasti sebelum fakta dikumpulkan. Sekali desain digunakan, maka tidak boleh mengubahnya dalam bentuk apapun. Bagi paradigma alamiah, desain dapat disusun sebelumnya secara tidak lengkap. Apabila sudah digunakan, desain senantiasa dilengkapi dan disempurnakan.

11.Gaya.
Paradigma ilmiah menggunakan gaya menerapkan intervensi. Variabel bebas dan terikat diisolasikan dari konteksnya, diatur sedemikian rupa sehingga hanya variabel ini yang muncul untuk diukur dan kemudian dikonfirmasikan dengan hipotesisnya.

Sebaliknya, paradigma alamiah bergantung pada seleksi. Dari pelbagai peristiwa yang terjadi secara alamiah akhirnya dipilih sesuatu gejala tanpa mengadakan intervensi.

Jadi pencari – tahu – alamiah tidak mengelola situasi, tetapi memanfaatkannya.

12.Latar.
Pencari – tahu – ilmiah bersandar pada latar laboratorium untuk keperluan mengadakan kontrol, mengelola intervensi dan sebagainya. Sebaliknya, pencari – tahu – alamiah cenderung mengadakan penelitian dalam latar alamiah.

13.Perlakuan.
Bagi paradigma ilmiah, konsep perlakuan sangat penting. Bagi setiap eksperimen, perlakuan itu harus stabil dan tidak bervariasi. Jika tidak demikian, maka sukar menentukan pengaruh yang berkaitan dengan suatu penyebab tertentu.

Untuk paradigma alamiah, konsep perlakuan tersebut asing karena perlakuan menyertakan beberapa cara manipulasi atau intervensi.

14.Satuan kajian.
Pada paradigma ilmiah adalah variabel dan semua hubungannya yang dinyatakan diantara variabel dan sistem variabel.

Sebaliknya, pada paradigma alamiah berlaku pendirian agar satuan kajian lebih sederhana. Selain itu mereka lebih menekankankemurnian sistem pola yang diamati secara alamiah.

15.Unsur-unsur kontekstual.
Peneliti ilmiah senantiasa berusaha mengontrol seluruh unsur yang menggaggu yang dapat mengaburkan unsur-unsur itu dari fenomena yang menjadi pusat perhatian atau yang mengacau pada pengaruh terhadap fenomena itu.

Peneliti alamiah bukan hanya tidak tertarik pada kontrol, melainkan malah mengundang adanya ikut campur sehingga mereka secara lebih baik dapat mengerti peristiwa dalam dunia nyata dan merasakan pola-pola yang ada di dalamnya.

Validitas dan Reliabilitas
Validitas merupakan ‘ built in control mechanism ‘ dalam metode penelitian yang menggunakan instrumen secara eksplisit. Validitas mempersoalkan instrument yang digunakan dalam mengukur atribut ; apakah alat ukur benar-benar mengukur atribut yang dimaksud. Mengapa masalah validitas senantiasa dipertanyakan dalam penelitian sosial ? Karena atribut semisal psikologis, pemahaman ilmiah, tingkat konservatisme, dll sangat sulit diukukr/dicari, meski demikian peneliti ilmiah harus mampu mengukur.

Reliabilitas : kemampuan, ketepatan, keajegan, homogenitas alat ukur. Suatu alat ukkur dikatakan mantap bila dipergunakan berulang kali hasilnya tetap sama.

Catatan : suatu data yang punya reliabilitas belum tentu punya validitas, sedang data yang punya validitas sudah tentu punya reliabilitas.

Beberapa metode menguji reliabilitas.
1. Metode ulang : mengulangi pengukuran berdasar selang waktu ttt.
2. Metode belah dua : membegi dua butir pertanyaan ke dalam dua kelompok.
3. Metode parabel : butir-butir pertanyaan mewakili suatu variabel yang satu dan butir pertanyaan yang sama mewakili variabel yang lain yang punya kesamaan sifat, diukur secara bersamaan.

Jenis-jenis Validitas.
1. Validitas logis : mempersoalkan apakah pola hubungan variabel/konsep dapat diterima akal sehat. Misal : kita akan menganggap logis bila Org meneliti pengaruh usia terhadap suatu hal bukan sebaliknya.
2. Validitas tampang : menyangkut atribut kongkrit, bila kita ingin mengukur mencek huruf kita akan meminta orang membaca.
3. Validitas lintas budaya : mempersoalkan apakah alat ukur yang digunakan pada masyarakat ttt juga berlaku didalam masyarakat yang lain.
4. Validitas internal : menyangkut tentang internal psikologis khalayak/responden. Misal : kalau kita ingin mengamati sikap petani terhadap kredit usaha tadi maka kuesioner yang diajukan harus benar-benar menggali psikologis internal petani, bagaimana tanggapannya thd program kredit tsb.
5. Validitas eksternal : mempersoalkan apakah alat ukur yang dikenakan pada komunitas ttt juga berlaku pada komunitas yang lain. Misal : mangamati konsep belajar jarak jauh ( UT ), apakah siaran-siaran pendidikan program UT bisa memacu belajar mahasiswa, bagaimana antara mahasiswa fisip dibanding dengan mahasiswa fakultas lain.
6. Validitas konstruk : mempersoalkan seberapa jauh suatu alat ukur punya persamaan dengan alat ukur yang lain pada waktu mengukur konstruk/konsep yang sama.
7. Validitas isi : menyankut derajad keterwalian substansi suatu alat ukur. Pengukuran kategorisasi dalam content analysis, kategori yang dibuat peneliti itu mampu disepakati oleh pengkoding/pembaca.
8. Validitas prediktif : mempersoalkan seberapa jauh suatu alat ukur mampu meramalkan perilaku sekarang maupun yang akan datang. 

Penyusunan Proposal Penelitian
Terdapat dua hal pokok yang harus benar-benar difahami ketika hendak menyusun atau membuat proposal penelitian. Dua hal tersebut adalah :
1) Logika penelitian, dan
2) Format proposal yang dikehendaki.
1) Logika penelitian.

Yang dikenal dengan logika penelitian disini adalah struktur fikiran berkenaan dengan proses penelitian, yang dalam hal ini terdapat perbedaan antara penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif.

Posisi masalah/problem yang dirumuskan oleh peneliti ( eksplisit dinyatakan dalam proposal ) dalam hal ini dapat dikatakan “ mendahului “ posisi teori. Perlu diperhatikan benar disisni adalah, bahwa masalah penelitian tidak akan pernah nampak/kelihatan tanpa dilihat melalui teori. Artinya, masalah penelitian hanya ada kalau orang memiliki bekal teori untuk melihatnya. Mempertentengkan gejala atau fakta ( sebagian dari perilaku manusian dalam kebersamaannya dengan sesama atau mungkin dalam kebersamaannya dengan alam dan pencipta disuatu fihak ) dengan fikiran-fikiran tertentu ( teori-teori ) difihak lain dapat menghasilkan apa yang disini kita sebut-sebut sebagai masalah penelitian.

Masalah penelitian ini nanti harus dapat dijawab/dipecahkan dengan atau lewat penelitian bersangkutan. Peneliti sangat mungkin tertarik untuk menjawab secara tentatif ( menduga-duga ) atas masalah tadi. Kalau demikian halnya orang harus mendeduksikan teori-teori tertentu, memberlakukan pernyataan asumtif yang tadinya dianggap umum atau luas sifat kebenarannya kedalam gejala atau beberapa gejala yang saling dikaitkan secara khusus/sempit. Jawaban yang bersifat dugaan ( yang masih harus dibuktikan kebenarannya dengan data empiris/lapangan ) itulah hipotesa.

Hipotesa umumnya terdiri dari dua atau lebih variabel yang dikaitkan satu dengan yang lain ( dikorelasikan, dicari hubungan kausalitasnya, dibandingkan, dst )

Contoh hipotesa : 
“ sikap a-politis generasi muda perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan sikap a-politis generasi muda pedesaan “

contoh hipotesa di atas mengandung dua variabel
(a) Sikap a-politis generasi muda perkotaan, dan 
(b) Sikap a-politis generasi muda pedesaan.

Kedua variabel ini hendak dibandingkan dan diduga yang pertama lebih tinggi dibanding yang kedua. Tetapi untuk bisa dibandingkan maka konsep pokok dalam variabel harus diberi arti khusus, yakni dengan memilih aspek tertentu sehingga memberikan peluang untuk pengukuran dan kategorisasi. Inilah yang disebut operasionalisasi. 

Suatu variabel sering kedapatan mengandung banyak konsep, dan semua konsep selayaknya didefinisikan secara khusus, yakni dengan memilih aspek-aspek tertentu dari suatu konsep.

Konsep pokok dalam variabel-variabel seperti dicontohkan di atas adalah sikap a-politis. Sikap a-politis misalnya didefinisikan sebagai kecenderungan perasaan tidak suka atau tidak tertarik kepada masalah-masalah politis yang akan dilihat/diukur dari ( sebagian, seluruh, atau masih akan ditambah lagi ) penggunaan media massa ( rubrik, acara apa yang paling diminati ), aktivitas diluar bangku kuliah/sekolah ( menjadi anggota,ikut menyumbang, duduk dalam kepengurusan organisasi yang punya aset terhadap pengambilan keputusan politis dsb.

Setelah ada operasionalisasi konsep/variabel maka peneliti dapat pergi ke lapangan guna mengumpulkan data. Data direkam/dicatat kemudian diproses untuk kemudian dianalisis.

Dalam penelitian kuantitatif, data berupa kuantum ( bilangan ), yakni menunjuk intensitas dan atau ekstensitas dari gejala yang diamati. Karena data lebih banyak merupakan bilangan, maka peneliti sering kali berfikir tentang satuan-satuan untuk menunjuk intensitas dan ekstensitas tadi : usia berapa tahun, datang rapat berapa kali, menyumbang berapa rupiah untuk organisasi dan atau mengongkosi kegiatan-kegiatan yang memiliki keterkaitan dengan politik dsb.

Dalam pengolahan data, maka persoalan utama adalah mentransformasikan jawaban responden ( kalau yang diteliti kebetulan adalah manusia entah individu atau kelompok ) ke dalam bentuk tabel-tabel atau grafik. Dengan memperhatikan ukuran-ukuran bagi kategorisasi yang dibuat peneliti bisa memasukkan responden mana masuk dalam kategori mana.

Analisis data dalam pada itu adalah membaca kecenderungan angka-angka atau tepatnya data-data yang ada. Dalam hubungan ini sangat mungkin peneliti membutuhkan teknik analisis statistik, terutama untuk mengetahui ada atau tidaknya keterkaitan suatu variabel dengan variabel lainnya tadi ( ada korelasinya tidak, ada perbedaannya atau tidak, apakah variabel menjadi penyebab munculnya variabel y atau tidak, dsb ).

Hasil analisis inilah sebenarnya temuan-temuan penelitian, yakni setalah peneliti menafsirkannya dengan cara menunjukkan konsekuensi-konsekuensi dari hasil analisis. Termasuk disini adalah : jawaban apa atas masalah penelitian, hipotesa diterima atau ditolak dalam tingkat signifikasi tertentu, teori-teori mana yang mendapat penguatan dan teori-teori mana yang ditambah. Dengan kata lain penegasan-penegasan apa yang bisa dibuat, saran-saran apa yang bisa dikemukakan dst. Temuan-temuan ini, terutama yang berupa proposisi-proposisi akan bermakna kontributif bagi pengembangan ilmu khususnya khazanah ilmu.

Setelah peneliti memiliki topik atau persoalan tertentu untuk duteliti, maka tahap yang harus segera dilakukan berikutnya adalah menyusun pertanyaan-pertanyaan untuk kepentingan ini peneliti memperhatikan betul fokus dari minat sebenarnya yang hendak diteliti. Sesudah ini peneliti lalu pergi ke lapangan untuk mengumpulkan data. Karena penelitian kualitatif umumnya bersifat deskriptif, yakni berusaha hendak melukiskan gejala atau hubungan gejala-gejala yang dijumpai dalam masyarakat yang diteliti ‘ sekarang ‘ maka pertanyaan lebih banyak ‘ bagaimana ‘. Ketika peneliti mulai melakukan observasi dilapangan inilah peneliti mulai mengetahui pertanyaan-pertanyaan apa yang benar-benar relevan dengan maksud dan tujuan penelitian dan mana yang tidak relevan. Dari sini peneliti bisa merubah, membuang, menambah pertanyaan penelitian yang dalam berbagai hal sebenarnya ini merupakan penyimpangan dari proposal yang telah dibuat.

Yang unik dalam penelitian kualitatif adalah ketidak terpisahan antara pengumpulan data, pengolahan data, dengan analisis data. Artinya data diolah dan dianalisis tanpa menunggu terkumpulnya seluruh data. Pengolahan / penyusunan data dan analisis data dilakukan sammbil terus melakukan pengumpulan data yang karenanya peneliti memiliki kesempatan untuk terus-menerus memperbaiki/menyempurnakan pertanyaan-pertanyaan. Dalam proses melingkar begini peneliti malahan disarankan untuk terus pula menjelajahi literatur yang relevan dengan persoalan-persoalan yang dihadapi. Hal ini penting untuk menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan seperti ; apa yang telah ditemukan oleh peneliti lain berkenaan dengan masalah-masalah yang kini sedang diteliti. Apa yang telah diabaikan dalam literatur ? Bagaimana peneliti berbeda perspektif dengan penulis/peneliti lain sebagaimana kelihatan dalam literatur yang dibaca ? Hal-hal ini justru akan sangat berarti ketika peneliti hendak menuliskan atau menegaskan temuan-temuannya. Dengan kata lain, hasil penelitian orang lain ( penulisan etnografik ) sangat kontributif sepanjang penelitian masih dalam proses. Dan proses penelitian siklis begini akan kelihatan jelas bahwa peneliti sangat dituntut untuk sesnantiasa mengulang/memperbaharui pertanyaan-pertanyaan, mengumpulkan data, mengolah data, menganalisis data sekaligus sambil terus pula memeriksa literatur-literatur – sesuatu yang tak terjadi dalam penelitian kuantitatif. Kegiatan atau proses ini akan berhenti pada titik tertentu, yakni ketika peneliti telah merasa cukup memperoleh atau mencapai tujuan-tujuannya.

Dalam hal demikian hasil penelitian berupa laporan akan merupakan sumbangan dalam khazanah keilmuan khususnya penulisan etnografi.

Dari pemaparan kedua struktur logika penelitian seperti di atas, kita lalu dapat melihat beberapa perbedaan diantara keduanya ( kualitatif & kuantitatif ) sbb :
No
Perihal
Kuantitatif
Kualitatif
1.
Peran penelitian
Sebagai persiapan/pendahuluan
Sangat bermanfaat untuk eksplorasi interpretasi
2.
Hubungan peneliti dengan subjek
Memiliki jarak
Dekat
3.
Posisi peneliti
Outsider
Insider
4.
Hubungan teori/konsep dengan penelitian
Konfirmasi
Urgan, menampilkan pandangan baru
5.
Strategi penelitian
Terstruktur
Tidak
6.
Cakupan temuan
Dalil/hukum-hukum/asumsi teoritis
Ideografik (keadaan kekinian)
7.
Kesan realitas sosial
Statis dan tak dipengaruhi aktor-aktor
Sbg. Proses di tentukan oleh aktor-aktor
8.
Keadaan/sifat data
Sukar dibuat penetrasi
Kaya, mendalam shg. nampak substantif
Dipetik dari : Bryman,Alan ( 1988, hal 94 )

0 komentar:

Posting Komentar

 

Kumpulan Artikel News Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger