Organisasi Dan Manajemen : Perilaku, Struktur, Dan Proses

Organisasi Dan Manajemen : Perilaku, Struktur, Dan Proses
Faktor motivasi memegang peranan yang amat penting dalam meningkatkan prestasi kerja pegawai. Motivasi menjadi pendorong seseorang melaksanakan suatu kegiatan guna mendapatkan hasil yang terbaik. Oleh karena itulah tidak heran jika pegawai yang mempunyai motivasi kerja yang tinggi biasanya mempunyai prestasi kerja yang tinggi pula. Untuk itu motivasi kerja pegawai perlu dibangkitkan agar pegawai dapat menghasilkan kinerja yang terbaik

Sistem prestasi kerja merupakan sistem kepegawaian sebagai informasi dalam mengangkatkan seseorang guna menduduki suatu jabatan atau naik pangkat, didasarkan atas kecakapan dan prestasi yang telah dicapai oleh pegawai. Berdasarkan Undang-Undang Pokok Kepegawaian Nomor 43 Tahun 1999 disebutkan bahwa "Pembinaan Pegawai Negeri Sipil dilaksanakan berdasarkan sistem karir dan prestasi kerja" sehingga prestasi kerja yang tinggi merupakan perwujudan dari kualitas Pegawai Negeri Sipil dan hal ini cukup penting dalam rangka menunjang kelancaran untuk mencapai tujuan organisasi. Dengan prestasi kerja tinggi berarti para pegawai negeri sipil benar-benar dapat berfungsi sebagai penghasil kerja yang tepat guna dan berhasil guna sesuai dengan sasaran-sasaran organisasi yang hendak dicapainya Musanef, (1987). Apabila tujuan peningkatan prestasi kerja para pegawai negeri sipil dapat terpenuhi, maka tujuan pembangunan untuk menciptakan masyarakat adil dan makmur sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 akan segera tercapai. 

Berdasarkan uraian di atas, terlihat betapa pentingnya peranan faktor motivasi dalam meningkatkan prestasi kerja pegawai. Dari penelitian awal yang dilakukan pada Dinas Cipta Karya dan Tata Kota Samarinda khususnya pegawai di Bidang Penataan Kota dapat diketahui bahwa tingkat motivasi pegawai masih rendah. Hal ini terlihat dari masih ada pekerjaan-pekerjaan rutin di Bidang Penataan Kota Dinas Cipta Karya dan Tata Kota Samarinda yang tidak dapat diselesaikan pada waktu yang telah ditentukan disebabkan rendahnya semangat pegawai untuk menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Hal ini berakibat pada rendahnya prestasi kerja pegawai dalam penyelesaian pekerjaan. 

Dalam Buku Evaluasi dan Pelaporan Kinerja Bidang Penataan Kota, Dinas Cipta Karya dan Tata Kota Samarinda Tahun 2011, ditemukan bahwa ada beberapa berkas yang tidak dapat diselesaikan sesuai dengan SOP (Standart Operational Prosedure) yang telah ditetapkan dengan berbagai alasan baik itu menyangkut masalah motivasi dalam penyelesaian pekerjaan, sehingga terlihat dari hasil rekapitulasi sirkulasi kuantitas berkas masuk dan yang telah terproses memiliki ketimpangan 

Pemberian motivasi menjadi landasan yang tepat dalam menimbulkan rasa disiplin terhadap pekerjaan karena dengan banyaknya motivasi baik dari keluaga, diri sendiri atau pandangan masyarakat dan juga terlebih fasilitas yang diberikan. Sehingga menimbulkan semangat untuk bekerja keras dengan sebaik mungkin demi mendapatkan apa yang diinginkan. Dengan memberi motivasi merupakan salah satu cara pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya dalam meningkatkan kualitas kerjanya dengan yang kuat sehingga tujuan tercapai dan meningkatnya prestasi kerja. 

Adanya fenomena awal dari motivasi kerja pegawai tersebut, mendorong penulis untuk meneliti seberapa besar pengaruh motivasi terhadap prestasi kerja pegawai negeri sipil pada Dinas Cipta Karya dan Tata Kota Samarinda khususnya pada Bidang Penataan Kota. 

Permasalahan di Bidang Penataan Kota Dinas Cipta Karya dan Tata Kota Samarinda dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah motivasi berpengaruh terhadap prestasi kerja pegawai negeri sipil pada Dinas Cipta Karya dan Tata Kota Samarinda?
2. Apakah kedisiplinan berpengaruh terhadap prestasi kerja pegawai negeri sipil pada Dinas Cipta Karya dan Tata Kota Samarinda?
3. Apakah motivasi dan kedisiplinan berpengaruh terhadap prestasi kerja pegawai negeri sipil pada Dinas Cipta Karya dan Tata Kota Samarinda ?

Pengertian Motivasi
Pengertian motivasi ditafsirkan secara berbeda-beda oleh para ahli sesuai dengan tempat dan keadaan masing-masing, namun hakekatnya terdapat persamaan prinsip. Menurut Cascio dalam Hasibuan (1999) tentang motivasi sebagai berikut “Motivation is a force that results from an individual's desire to satisfy there are need (e.g. hunger, thirst, sosial upproval). (Motivasi adalah suatu kekuatan yang dihasilkan dari keinginan seseorang untuk memuaskan kebutuhan (misal : lapar, haus dan bermasyarakat)”.

Sedangkan Gie (1972) menyatakan bahwa motivasi merupakan pekerjaan yang dilakukan oleh seorang manajer dalam memberikan inspirasi, semangat dan dorongan kepada orang lain untuk menggiatkan orang-orang atau karyawan agar mereka bersemangat dan dapat mencapai hasil sebagamana dikehendaki dari orang-orang tersebut. 

Menurut Hasibuan (1999) motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upaya untuk mencapai kepuasan. 

Motivasi juga dapat diartikan sebagai suatu dorongan dari dalam diri orang-orang untuk mengatasi segala tantangan dan hambatan dalam upaya mencapai tujuan (Davis, 1996).

Gibson (1997) mengemukakan pendapatnya bahwa motivasi diartikan sebagai suatu kekuatan dorongan seseorang, Karyawan yang menimbulkan dan mengarahkan perilaku, kemudian Koontz dikutip dari Hasibuan (1999) menyatakan bahwa motivasi mengacu pada dorongan dan usaha untuk memuaskan kebutuhan atau suatu tujuan.

Dari beberapa pendapat tersebut ditarik suatu kesimpulan bahwa motivasi merupakan pengertian umum dan bentuk kebutuhan seseorang untuk bertingkah laku, bagaimana perilaku dimulai, digiatkan, dipertahankan, diarahkan dan diberhentikan. Motivasi dapat juga diartikan sesuatu jawaban mengapa seseorang bersedia melakukan pekerjaaan tertentu. Motivasi menyangkut reaksi berantai yaitu dimulai adanya kebutuhan yang dirasakan, kemudian timbul kegunaan atau sasaran yang hendak dicapai, dan mencari usaha untuk mencapai sasaran, serta berakhir dengan kepuasan. Tahapan-tahapan dari proses dan pola motivasi oleh Gibson (1997) tersebut adalah : Pertama, munculnya kebutuhan yang belum terpenuhi menyebabkan adanya ketidakseimbangan dalam diri seseorang dan berusaha untuk menguranginya dengan berperilaku tertentu. Kedua seseorang kemudian mencari cara untuk memuaskan kebutuhan. Ketiga Seseorang mengarahkan perilakunya kearah pencapaian tujuan dengan didukung oleh kemampuan ketrampilan maupun pengalamannya. Keempat penilaian, prestasi oleh diri sendiri atau orang lain (atasan) tentang keberhasilannya dalam mencapai tujuan. Perilaku yang ditujukan untuk memuaskan kebutuhan dinilai oleh yang bersangkutan dan perilaku yang ditunjukan untuk memenuhi kebutuhan finansial dilakukan oleh atasan. Kelima, imbalan atau hukuman yang diterima atau dirasakan tergantung kepada evaluasi atas prestasi yang dilakukan. Keenam, akhirnya seseorang menilai sejauh mana perilaku dan imbalan telah memuaskan kebutuhan. Tetapi jika masih ada kebutuhan yang belum memenuhi maka akan terjadi lagi proses pengulangan dari siklus motivasi dengan perilaku yang berbeda.

Berdasarkan uraian di atas, teori-teori motivasi yang dapat dikemukan adalah sebagai berikut : 

a. Hirarki Kebutuhan Maslow
Teori motivasi yang dikembangkan pada tahun 1940 itu pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hirarki kebutuhan. Maslow beranggapan bahwa pada dasarnya manusia berusaha memenuhi kebutuhan pokok sebelum memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi. Kelima jenjang kebutuhan menurut Maslow yang ditulis oleh Gibson (1997) adalah sebagai berikut :

1. Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisiologis ini merupakan kebutuhan mempertahankan hidup dan manifestasinya yang nyata akan tampak dalam pemenuhan kebutuhannya akan sandang, pangan, dan papan. Kebutuhan ini dipandang sebagai kebutuhan yang paling mendasar, bukan saja karena setiap orang membutuhkannya terus menerus sejak lahir hingga ajalnya, akan tetapi juga karena tanpa pemuasan berbagai kebutuhan tersebut seseorang tidak akan dapat dikatakan hidup secara normal. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan primer untuk memenuhi kebutuhan psikologis dan biologis.

Maslow menyatakan bahwa setiap orang akan berusaha untuk terlebih dahulu memenuhi kebutuhan pokok, yaitu kebutuhan fisiologis sehingga seseorang termotivasi untuk mendapatkan upah, dimana upah tersebut akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya.

2. Kebutuhan Keselamatan dan Keamanan Kerja
Menurut Maslow kebutuhan keselamatan dan keamanan kerja dimaksudkan adanya rasa aman, tentram, bebas dari rasa takut dan adanya jaminan dimasa mendatang atas diri seseorang dalam bekerja. Konsep ini mengandung pengertian, bahwa kebutuhan keamanan dan keselamatan kerja berisikan perlindungan dari ancaman bahaya fisik, adanya jaminan kesehatan dan jaminan hari tua.

Pemenuhan kebutuhan ini, para pegawai selain mendapatkan jaminan dari induk organisasi tempat bekerja, yang lebih penting lagi para pegawai harus dapat menciptakan situasi dan kondisi yang menyenangkan secara individu sehingga terbebas dari rasa takut.

3. Kebutuhan Sosial
Kebutuhan sosial merupakan kebutuhan yang diakui oleh lingkungan kerja yang meliputi hubungan harmonis dengan rekan sejawat. Kebutuhan sosial secara teoritis adalah kebutuhan akan cinta, persahabatan, interaksi, kasih sayang, perasaan memiliki, diterima kelompok, kekeluargaan dan asosiasi. Sedangkan secara terapan adalah kelompok-kelompok formal, kegiatan yang disponsori perusahaan dan acara-acara peringatan.

Dari pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa manusia sebagai mahkluk sosial membutuhkan hubungan dengan orang lain, baik dengan teman sekerja, atasan maupun orang luar organisasi tempat bekerja.

4. Kebutuhan Penghargaan
Kebutuhan penghargaan ini meliputi keinginan untuk dihormati, dihargai atas prestasi seseorang karena pengakuan atas suatu prestasi memberikan kepuasan batin yang lebih tinggi daripada penghargaan dalam bentuk materi uang ataupun hadiah.

Wujud dari penghargaan terdiri dari dua yaitu :
a. Penghargaan fisik merupakan penghargaan yang diberikan dalam bentuk benda seperti barang konsumsi, uang maupun pakaian.
b. Penghargaan non fisik mencakup hal-hal yang berhubungan dengan kepuasan, seperti ucapan terima kasih, pemberian tanda jasa maupun piagam penghargaan.

5. Kebutuhan Aktulisasi Diri
Aktualisasi diri merupakan hirarki kebutuhan dari Maslow yang paling tinggi. Aktualisasi diri terkait dengan proses pengembangan akan potensi yang sesungguhnya dari seseorang yaitu untuk menunjukan kemampuan, keahlian dan potensi yang dimiliki. Seseorang yang didominasi oleh kebutuhan akan aktualisasi diri senang akan tugas-tugas yang menantang keahlian dan kemampuan. Untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri para pegawai dapat dilihat melalui :
a. Kebutuhan mewujudkan potensi diri yaitu kemampuan pegawai, mewujudkan kemampuan kerja.
b. Kemampuan dan kemauan mengembangkan diri yaitu kemauan untuk meningkatkan pengetahuan dan meningkatkan ketrampilan.

Berdasarkan uraian tentang motivasi di atas, dapat dijelaskan bahwa perilaku yang timbul pada diri seseorang karena didorong oleh adanya berbagai macam kebutuhan yang menuntut pemenuhan. Dengan demikian sikap dan perilaku seseorang selalu berorientasi pada tujuan, yaitu terpenuhinya kebutuhan yang diinginkan atau kebutuhan yang menuntut pemenuhannya. Demikian pula setiap perilaku yang ditampakkan seseorang dalam rangka kehidupan organisasi, tidak dapat terlepas dari usahanya mewujudkan suatu kepuasan atas pemenuhan kebutuhannya.

b. Teori ERG Alderfer
Teori lain tentang motivasi adalah motivasi Alderfer membagi kebutuhan menjadi 3 kelompok Gibson, (1997) yaitu : 
1. Eksistensi adalah merupakan suatu kebutuhan untuk tetap bisa hidup dalam teori Moslow hal ini dikelompokan kedalam kebutuhan tingkat rendah, yaitu meliputi fisiologis dan kebutuhan keselamatan dan keamanan kerja.
2. Keterkaitan adalah kebutuhan untuk bergaul yang menekankan pentingnya hubungan antara sesama dan hubungan-hubungan sosial.
3. Pertumbuhan berkaitan dengan kemauan diri dari dalam individu itu sendiri untuk mengembangkan diri untuk maju. Kebutuhan ini sesuai dengan kebutuhan penghargaan dan aktualisasi diri dari Maslow.

c. Teori dua faktor
Teori dua faktor ini mengemukakan bahwa ada dua faktor yang dapat memberikan kepuasan dalam bekerja. Manullang, (1981) membagi faktor kebutuhan menjadi dua kategori yaitu faktor-faktor yang berperan sebagai motivator terhadap pegawai, yakni yang mampu memuaskan dan mendorong orang untuk bekerja baik, terdiri dari :
1. Keberhasilkan pelaksanaan (Achievement) 
2. Pengakuan (Recognation)
3. Pekerjaan itu sendiri (The Work it Self )
4. Tanggung jawab (Responsibility)
5. Pengembangan ( Advancement ) 

Rangkaian faktor-faktor motivator di atas, melukiskan hubungan seseorang dengan apa yang dikerjakannya yakni kandungan kerjanya, prestasi pada tugasnya, penghargaan atas prestasi yang dicapainya dan peningkatan dalam tugasnya. Faktor-faktor (factor-faktor Hygiene) yang dapat menimbulkan rasa tidak puas kepada pegawai (De motivasi) terdiri dari :
1. Kebijaksanaan dan administrasi perusahaan (Company Policy And Adminitration). 
2. Supervisi (Technical Supervisi)
3. Hubungan antara pribadi (Interpersonal Supervisor).
4. Kondisi kerja (Working Condition)
5. Gaji (Wages)

d. Teori kebutuhan Mc. Clelland
Menurut Thoha (1999) tiga kebutuhan menurut Mc. Clelland yaitu:

1. Kebutuhan akan prestasi (nAch) 
Menurut Mc. Clelland ada tiga karakteristik dari orang yang memiliki kebutuhan akan prestasi yang tinggi antara lain :
a. Orang yang memiliki kebutuhan prestasi tinggi memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap pelaksanaan suatu tugas atau mencari solusi atas suatu permasalahan.
b. Orang yang memiliki kebutuhan akan prestasi yang tinggi cenderung menetapkan tingkat kesulitan tugas yang moderat dan menghitung resikonya.
c. Orang yang memiliki kebutuhan akan prestasi yang tinggi memiliki keinginan yang kuat untuk memperoleh umpan balik atau tanggapan atas pelaksanaan tugasnya.

2. Kebutuhan akan affiliasi (nAff).
Kebutuhan affiliasi merupakan suatu keinginan untuk melakukan hubungan bersahabat dan hangat dangan orang lain yang mirip dengan kebutuhan sosial dari Maslow. Orang-orang yang memiliki kebutuhan affiliasi yang tinggi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Mereka memiliki suatu keinginan yang kuat untuk mendapatkan kepuasan dan ketentraman dari orang lain 
b. Mereka cenderung menyesuaikan diri dengan keinginan dan norma orang lain yang ada dilingkungannya
c. Mereka memiliki suatu perhatian yang sungguh-sungguh terhadap perasaan orang lain.

3. Kebutuhan akan kekuasaan
Kebutuhan akan kekuasaan adalah kebutuhan untuk mempengaruhi dan mengendalikan orang lain dan bertanggungjawab kepadanya. Orang yang memiliki kebutuhan tinggi akan kekuasaan memiliki ciri-ciri, yaitu :
a. Keinginan untuk mempengaruhi secara langsung terhadap orang lain.
b. Keinginan untuk mengadakan pengendalian terhadap orang lain
c. Adanya suatu upaya untuk menjaga hubungan pemimpin pengikut.

Dari keempat teori motivasi tersebut diatas yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori motivasi dari Maslow, dengan pertimbangan bahwa teori motivasi dari maslow tersebut dapat digunakan untuk memotivasi semua tingkatan pekerja.

Prestasi Kerja
Prestasi dapat diartikan sebagai ukuran keberhasilan usaha dengan memperhatikan efisiensi dan efektifitas. Sedangkan menurut Hasibuan (1999) prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugasnya yang didasarkan atas kecakapan, usaha dan kesempatan. Jika ketiga faktor itu semakin baik maka prestasi kerja akan semakin tinggi.

Apabila para pegawai suatu organisasi merasa yakin bahwa organisasi tempat bekerja dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan tujuan hidupnya, maka hal ini merupakan suatu dorongan bagi mereka untuk memberikan yang terbaik dari dirinya kepada organisasi tempat mereka bekerja dengan jalan melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya, yang pada akhirnya membuahkan prestasi yang baik.

Berdasarkan teori motivasi dan macam-macam kebutuhan di atas, dapat disimpulkan bahwa kebutuhan-kebutuhan yang menuntut pemenuhan/pemuasan akan merupakan dorongan bagi seseorang untuk bekerja lebih giat agar tujuan pribadinya dapat tercapai dan pada akhirnya dengan bekerja lebih giat akan dapat mewujudkan prestasi yang baik. Sementara itu dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 yang diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, menyebutkan pengertian prestasi kerja sebagai hasil kerja yang dicapai oleh seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Penekanan pada kedua pengertian prestasi kerja dicapai pada kesatuan waktu maupun ukuran yang telah ditetapkan. 

Dari pengertian tentang prestasi kerja di atas maka pada prinsipnya terdapat tiga unsur utama prestasi kerja yaitu hasil-hasil yang lebih baik, kesatuan waktu dan ukuran tertentu. Maka dapat dikatakan bahwa prestasi kerja merupakan kesanggupan dari pegawai untuk melaksanakan tugas pekerjaannya sesuai waktu yang telah ditentukan, bermutu dan tepat sasaran. 

Dalam penilaian prestasi kerja pegawai seharusnya dilakukan dengan melihat berbagai segi, sehingga sistem penilaian tersebut akan menjadikan suatu alat guna lebih meningkatkan prestasi kerja yang dihasilkan dari para pegawai. 

Pokok-pokok atau hal-hal yang perlu diperhatikan dalam suatu sistim penilaian prestasi kerja menurut Rao (1992) adalah sebagai berikut :
a. Efektivitas dan efisiensi pelaksanaan tugas
b. Kualitas dan kuantitas kerja
c. Tingkat kecakapan penguasaan pekerjaan
d. Tingkat ketrampilan dalam melaksanakan tugas
e. Tingkat pengalaman dalam bidang tugas

Metode Penelitian
Penelitian dilakukan pada Dinas Cipta Karya dan Tata Kota Samarinda khususnya Bidang Penataan Kota mulai akhir Bulan April 2012, dengan pertimbangan :
1. Bidang Penataan Kota Dinas Cipta Karya dan Tata Kota Samarinda merupakan organisasi pemerintah yang berkewajiban memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat. Untuk itu dibutuhkan Pegawai yang berkualitas memahami fungsinya sebagai abdi negara dan masyarakat.
2. Efisiensi waktu dan biaya
Penelitian ini menggunakan penelitian penjelasan (explanatory research) yaitu menjelaskan suatu hubungan antara Variabel dependen dan independen melalui pengujian hipotesis. Dalam penelitian ini digunakan sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data primer yang merupakan acuan dalam pembahasan penelitian Singarimbun (1989).

Populasi adalah jumlah keseluruhan dari obyek yang diteliti, populasi dalam penelitian ini adalah pegawai pada Dinas Cipta Karya dan Tata Kota Samarinda khususnya Bidang Penataan Kota yang sudah berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil dan bukan Pimpinan (Pejabat Eselon). Adapun jumlah karyawan keseluruhan dalam sebanyak 74 pegawai, terdiri dari 43 Pegawai Negeri Sipil (PNS), 25 Pegawai Tidak Tetap Bulanan (PTTB) dan 6 Pegawai Tidak Tetap Harian (PTTH). Mengingat jumlah populasi tidak terlalu banyak yaitu 43 orang yang berstatus PNS, maka sampel diambil secara keseluruhan dengan Metode Sensus.

Metode ini dilakukan dengan cara : 1. Melihat dokumen-dokumen resmi yang ada di Bidang Penataan Kota pada Dinas Cipta Karya dan Tata Kota Samarinda, 2. Kuesioner, 3. Wawancara (Interview)

Adapun Motivasi dalam penelitian ini diukur berdasarkan indikator : 1. Kebutuhan gaji pokok dan tunjangan, 2. Kebutuhan sarana dan prasarana kerja, 3. Kebutuhan pendidikan dan pelatihan, 4. Kebutuhan penghargaan dan 5. Kebutuhan aktualisasi diri, sedangkan variabel prestasi kerja dalam penelitian ini diatur berdasarkan indikator : 1. Kuantitas Kerja, 2. Kualitas Kerja, dan 3. Ketepatan Waktu Kerja. Alat analisis data yang dipergunakan adalah analisis regresi.

Hasil Penelitian dan Pembahasan
Uji Normalitas adalah uji untuk melihat sebaran data apakah distribusinya normal atau tidak sehingga bisa diputuskan apakah bisa dilakukan analisis parametrik, dalam hal ini analisis regresi linier berganda.

Dalam penelitian ini, pengujian normalitas dengan menggunakan Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual, dimana titik-titik menyebar sekitar garis dan mengikuti garis diagonal sehingga nilai residual telah memenuhi asumsi distribusi normal. Ini berarti model regresi linier berganda untuk penelitian ini dapat digunakan.

Untuk mengetahui terjadinya indikasi adanya multikolinearitas pada model regresi dalam penelitian ini adalah dengan melihat varians inflation factor (VIF). Jika nilai VIF > 10 mengindentifikasi terjadinya multikoliniearitas pada suatu model regresi. Hasil analisis menunjukkan nilai varians inflation factor (VIF) pada variabel motivasi (X1) sebesar 0,392. Nilai variabel ini memiliki nilai < 10, sehingga dapat disimpulkan pada model regresi linier berganda yang digunakan dalam penelitian ini tidak terdapat indikasi adanya multikoliearitas.

Uji heteroskedastisitas dapat dilihat dari grafik hubungan regression standardized predicted value dengan regression studentized residual. Apabila titik-titiknya menyebar tidak beraturan di atas dan di bawah nol pada sumbu Y, maka dapat disimpulkan bahwa model regresi ganda tidak mengandung heteroskedastisitas. Hasil analisis dapat terlihat titik-titik menyebar tidak teratur dan berada di atas maupun di bawah nol pada sumbu Y. Ini berarti bahwa model regresi linier berganda yang digunakan pada penelitian ini tidak mengandung heteroskedastisitas.

Hasil analisis menggunakan model regresi linear berganda dengan bantuan program Statistical Package for the Social Science (SPSS) versi 15 diperoleh variabel Y merupakan variabel terikat (dependent variable) yang merupakan variabel dari prestasi kerja, sedangkan variabel X merupakan variabel bebas (Independent variable) yang merupakan variabel motivasi (X1). Koefisien regresi tersebut memiliki tanda yang positif yang artinya kenaikan variabel bebas (Independent variable) yaitu variabel motivasi (X1) akan diikuti oleh kenaikan variabel terikat (dependent variable) atau variabel prestasi kerja. Interpretasi adalah jika variabel motivasi (X1) meningkat sebesar satu satuan dengan asumsi variabel kedisiplinan (X2) tetap atau ceteris paribus, maka prestasi kerja juga akan meningkat sebesar 0,074. Secara umum arti dari persamaan regresi di atas menunjukkan bahwa kemampuan motivasi berpengaruh positif terhadap prestasi kerja yang artinya adalah semakin tinggi kemampuan motivasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Dinas Cipta Karya dan Tata Kota samarinda akan diikuti pula kenaikan prestasi kerja di instansi tersebut.

Perhitungan analisis Uji F disajikan dalam bentuk Tabel Sidik Ragam atau Tabel ANOVA (Analysis of variance/ANOVA) adalah sebagai berikut: nilai Fhitung (14,968) > F0,05 (db1= 2 ; db2 = 40) = 3,23 atau nilai sig = 0,000 < 0,05 yang berarti Ha diterima dan Ho ditolak sehingga mengandung arti bahwa variabel bebas (Independent variable) secara simultan sangat berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas (dependent variable). Ini menunjukkan bahwa variabel motivasi (X1) terhadap variabel prestasi kerja (Y) Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Bidang Penataan Kota Dinas Cipta Karya dan Tata Kota samarinda.

Hasil pengujian parsial (Uji t) terlihat hasil perhitungan yang diperoleh dengan nilai t0,05 (40) = 3,280 lebih besar dari ttabel = 2,021 atau nilai sig =0,002 < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel motivasi (X1) sangat berpengaruh nyata terhadap prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Bidang Penataan Kota Dinas Cipta Karya dan Tata Kota Samarinda. Hasil analisis deskriptif terhadap variabel motivasi menunjukkan bahwa motivasi pegawai Bidang Penataan Kota Dinas Cipta Karya dan Tata Kota Samarinda dapat dikategorikan baik, hal ini terutama didukung oleh adanya kesempatan yang sangat besar bagi pegawai untuk mewujudkan potensi diri dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Jadi pegawai akan lebih termotivasi dalam bekerja apabila mereka diberi kesempatan yang lebih besar untuk mengembangkan potensi dirinya. Kondisi ini dapat dipahami karena suatu pekerjaan yang bersifat rutinitas dan kurang menantang akan menimbulkan rasa bosan bagi pegawai, dampaknya adalah rendahnya semangat dan kegairahan kerja atau rendahnya motivasi dalam bekerja. Beberapa indikator dari motivasi yang lebih berpengaruh atau dominan terhadap pencapaian prestasi kerja adalah kebutuhan promosi dibanding indikator lainnya. 

Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh variabel motivasi mampu menjelaskan keragaman total terhadap variabel prestasi kerja dapat menggunakan koefisien determinasi (R2). Namun nilai dari koefisien determinasi (R2) banyak menghadapi masalah karena tidak memperhitungkan derajat bebas, sehinggadalam mengetahui sejauh mana pengaruh variabel motivasi mampu menjelaskan keragaman total terhadap variabel prestasi kerja pada penelitian ini digunakan koefisiendeterminasiterkoreksiatauadjusted R2.

Hasil 2/koefisien determinasi terkoreksi didapat nilai sebesar 0,399. Ini memiliki arti bahwa variabel motivasi mampu menjelaskan keragaman total terhadap variabel prestasi kerja sebesar 39,9% sisanya 60,1% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak dimasukkan kedalam model yang mana dapat diwakili oleh besaran error (Galat). Dengan kata lain adalah kebaikan model regresi mampu dipertanggungjawabkan sebesar 39,9%.
 

Kumpulan Artikel News Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger