Pengertian Global Warming Menurut Para Ahli

Pengertian Global Warming Menurut Para Ahli
Global Warming terjadi karena meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca. Disebut sebagai gas rumah kaca karena gas tersebut berfungsi seperti kaca yang berada dalam rumah kaca. Sinar matahari yang dipancarkan ke bumi sebagian besar akan dikembalikan lagi ke atmosfer. Karena adanya gas-gas rumah kaca, maka sinar matahari yang seharusnya dikembalikan ke atmosfer tersebut akan dipantulkan kembali ke bumi, pemantulan inilah yang menyebabkan temperatur meningkat. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer, maka semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya (Hamit, 2008).

Gas tersebut antara lain karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrooksida (N2O), chloro-fluoro-carbon(CFCs), hidro-fluoro-carbon (HFCs), dan sulfur heksafluorida (SF6). Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan bumi akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan bumi. Hal tersebut terjadi berulang-ulang dan mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat. Jadi dapat dijelaskan bahwa pemanasan global adalah kejadian meningkatnya temperature rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi. Temperature bumi dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Peningkatannya rata-rata 0,60C, bahkan bisa lebih tinggi hingga 1,4 - 5,80C. saat ini temperatur permukaan bumi rata-rata sekitar 150C (Susanta dkk, 2007). 

Johannis dalam sebuah artikel menuturkan bahwa pemanasan global (global warming) pada dasarnya merupakan fenomena peningkatan temperature global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca (grrenhouse effect) yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas-gas seperti karbondioksida (CO2), metana(CH4), dinitrooksida (N2O) dan CFC sehingga energi matahari terperangkap dalam atmosfer bumi.

Berbagai Dampak Global Warming
Dengan meningkatnya temperatur global dapat dipastikan akan menimbulkan permasalahan-permasalahan baru. Meningkatnya temperatur global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan seperti naiknya muka air laut, meningkatnya intensitas kejadian cuaca yang ekstrim, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi (Hamit, 2008). 

Dampak lebih lainnya adalah meningkatnya volume air laut sehingga permukaan air laut akan naik sekitar 9-100 cm yang menimbulkan banjir di daerah pantai dan dapat menenggelamkan pulau-pulau dan kota-kota besar yang berada di tepi laut, curah hujan yang berada di daerah yang beriklim tropis akan lebih tinggi dari normal, tanah akan lebih cepat kering walaupun sering diguyur hujan dan kekeringan tanah ini mengakibatkan banyak tanaman mati. Hal tersebut mengakibatkan beberapa tempat mengalami kekurangan makanan, akan sering terjadi angin besar dimana-mana, berpindahnya hewan dan tanaman ke daerah yang lebiih dingin, musnahnya hewan dan tanaman yang tidak mampu berpindah atau beradaptasi (Susanta dkk, 2007). 

Adapun sebuah artikel menjelaskan bahwa pemanasan global mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi lingkungan biogeofisik seperti pelelehan es di kutub, kenaikan muka air laut, perluasan gurun pasir, peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya flora dan fauna tertentu, migrasi fauna dan hama penyakit.

Adapun dampak dari aktifitas sosial-ekonomi masyarakat meliputi (a) gangguan terhadap fungsi kawasan pesisir dan kota pantai, (b) gangguan terhadap fungsi prasarana dan sarana seperti jaringan jalan, pelabuhan dan bandara, (c) gangguan terhadap pemukiman penduduk, (d) pengurangan produktivitas lahan pertanian, (e) peningkatan resiko kanker dan wabah penyakit (Hamit, 2008).

Tinjauan Umum Greevourrecom
Salah satu cara efektif untuk menanggulangi pemanasan global adalah melalui greevourrecom. Greevourrecom merupakan sebuah singkatan yang menyatakan gabungan dari Green Revolution, Four Re (Reduce, Reuse, Recycle, Replace) dan Composting.

Revolusi hijau (Green Revolution)
Green revolution merupakan cara yang paling mudah untuk menghilangkan karbondioksida di udara yakni dengan menanam tanaman dalam jumlah banyak dan memeliharanya. Tanaman akan menyerap karbon dioksida untuk proses fotosintesis dan akan melepaskan oksigen ke udara. Di seluruh dunia, tingkat perambahan hutan sangat tinggi, sedangkan tanaman yang tumbuh kembali sedikit sekali karena tanah yang tidak subur lagi. Upaya reboisasi hutan merupakan langkah yang tepat untuk menyeimbangkan semakin bertambahnya gas rumah kaca (Susanta dkk, 2007).

Reduce, Reuse, Recycle, Replace, dan Composting merupakan salah satu bentuk penanggulangan terhadap sampah. Dalam kehidupan manusia, sampah dalam jumlah besar datang dari aktivitas industri, misalnya pertambangan, manufaktur, dan konsumsi. Laju pengurangan sampah lebih kecil dari pada laju produksinya. Hal ini lah yang menyebabkan sampah semakin menumpuk di setiap penjuru kota (Hamit, 2008).

Besarnya timbunan sampah yang tidak dapat ditangani tersebut akan menyebabkan berbagai permasalahan. Salah satunya berpengaruh pada perubahan iklim akibat adanya kenaikan temperature bumi atau disebut juga pemanasan global. Seperti yang telah kita ketahui, pemanasan global terjadi akibat adanya peningkatan gas-gas rumah kaca seperti uap air, karbondioksida (CO2), metana(CH4), dan dinitrooksida (N2O). dari tumpukan sampah ini akan dihasilkan berton-ton gas karbondioksida (CO2) dan metana (CH4). Gas metana (CH4) dapat dirubah menjadi sumber energi yang akhirnya bisa bermanfaat bagi manusia. Sedangkan gas karbondioksida (CO2), sampai saat ini belum ada pemanfaatan yang signifikan (Hamit, 2008).

Gas karbondioksida yang dihasilkan di tempat pembuangan akhir (TPA-TPA) pun tidak hanya berasal dari penumpukan sampah-sampah saja. Tetapi berasal juga dari pembakaran-pembakaran sampah plastik yang dilakukan oleh pemulung. Para pemulung ini membakar sampah plastik untuk lebih memudahkan dalam memilih sampah-sampah yang tidak bisa dibakar seperti besi. Padahal dengan pembakaran ini akan sangat merugikan terutama bagi kesehatan masyarakat di sekitar tempat pembakaran. Besarnya gas karbondioksida (CO2) yang dihasilkan dari pembakaran akan semakin meningkatkan temperature di permukaan bumi ini. Selain itu abu dari sisa pembakaran sampah akan menimbulkan gangguan pernafasan pada masyarakat sekitar (Hamit, 2008).

Untuk itu Reduce, Reuse, Recycle, Replace, dan Composting merupakan cara yang efektif untuk mengatasi masalah pemanasan global yang diakibatkan oleh penumpukan sampah (Hamit, 2008).

Reduce (mengurangi sampah)
Reduce (mengurangi sampah) merupakan langkah pertama untuk mencegah penimbunan sampah. Sebisa mungkin lakukan minimalisi barang atau material yang kita gunakan. Semakin banyak kita menggunakan material, maka semakin banyak pula sampah yang dihasilkan (Hamit, 2008). 

Reuse (menggunakan kembali)
Reuse (menggunakan kembali) berarti menghemat dan mengurangi sampah dengan cara menggunakan kembali barang-barang yang telah dipakai. Apa saja barang yang masih bisa digunakan, seperti kertas berwarna-warni dari majalah bekas dapat dimanfaatkan untuk bungkus kado yang menarik. Menggunakan kembali barang bekas adalah wujud cinta lingkungan (Hamit, 2008). 

Recycle (mendaur ulang)
Recycle (mendaur ulang), mendaur ulang diartikan mengubah sampah menjadi produk baru, khususnya untuk barang-barang yang tidak dapat digunakan dalam waktu yang cukup lama, misalnya kertas, aluminium, gelas, dan plastik. Langkah utama dari mendaur ulang adalah memisahkan sampah yang sejenis dalam satu kelompok (Hamit, 2008). 

Sampah metal merupakan bahan anorganik yang susah dihancurkan dan tidak dapat dibakar. Namun, sampah metal khususnya besi (ferum) dan campurannya masih dapat hancur secara alami melalui reaksi oksidasi yang membentuk karat (proses korosi), akan tetapi proses ini berlangsung sangat lama. Sisa metal pada sampah biasanya berasal dari rongsokan alat-alat dapur, rumah tangga, kaleng bekas, alat tulis serta alat lainnya. Penggunaan sisa metal yang berasal dari rongsokan alat-alat berat seperti mobil, kereta api, traktor, dan alat berat lainnya sudah banyak dilakukan orang. Barang-barang ini setelah dikumpulkan dipecah-pecah (scraping) dan dijual sebagai besi tua yang kemudian diolah kembali menjadi produk metal lainnya, dan biasanya digunakan oleh industri pengolah logam yang digunakan sebagai bahan bakunya (Bahar, 1986).

Sampah kaca merupakan bahan anorganik yang tidak dapat dibakar dan susah dihancurkan, sampah kaca sering mengganggu karena tajam dan dapat melukai. Penggunaan sampah kaca yang sudah biasa dilakukan orang dan dapat dikembangkan adalah dalam bidang bangunan, yaitu untuk membuat dinding-dinding atau tiang beton membentuk keindahan dan karakteristik tersendiri, dengan cara memasangnya pada bagian luar dengan aturan artistik yang diinginkan, selain itu sampah kaca juga dapat digunakan dalam pembuatan pot-pot bunga serta souvenir lainnya (Bahar, 1986).

Sampah plastik dan karet merupakan bahan organik yang susah dihancurkan melalui proses alami, kalaupun bisa prosesnya berlangsung cukup lama. Di Indonesia perusahaan-perusahaan yang mengolah kembali sisa atau sampah plastik dan karet menjadi produk baru lainnya suah banyak didirikan pada berbagai kota, akan tetapi jumlahnya masih belum seimbang dengan jumlah plastik dan karet yang diproduksi masyarakat. Perusahaan ini membeli sampah dan sisa plastik atau karet yang telah dikumpulkan dan dibersihkan oleh orang-orang tertentu, dibawa ke pabrik dan di sini melalui proses kimiawi maupun fisik diolah kembali menjadi produk lainnya (Bahar, 1986).

Sampah kertas jumlahnya cukup besar jika dibandingkan dengan sampah jenis lainnya (Holmes, 1980). Sampah kertas dapat digunakan sebagai bahan baku atau campuran bahan baku pada industri kertas, dalam pengembangan ini perlu kerjasama dan keikutsertaan pabrik kertas untuk menampung kembali sisa dan sampah kertas yang telah dibersihkan dan disortasi serta disesuaikan dengan spesifikasi yang diinginkan untuk dijadikan bahan baku pabrik kertas tersebut (Bahar, 1986).

Sampah kayu dan sejenisnya biasa digunakan kayu bakar secara langsung. Akan tetapi sampah kayu ini juga sering digunakan/diolah menjadi arang yang akhinya juga digunakan sebagai bahan bakar. Sampah-sampah kayu berupa sisa-sisa bangunan, hasil tebangan pohon kayu, batok kelapa dan jenis lainnya dibakar dengan cara tertentu. Pembakaran tidak sempurna dan tidak menjadi abu dalam suatu lobang atau tempat yang memang sudah dipersiapkan untuk itu. Setelah pembakarannya dirasakan cukup, disiramkan air untuk mematikan apinya, kemudian dikeringkan lagi (biasanya dijemur) dan terbentuklah arang yang sudah siap dipasarkan (Bahar, 1986). 

Replace (mengganti)
Replace (mengganti), yakni mengganti barang yang hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang lebih tahan lama. Usahakan agar teliti terhadap barang dipakai sehari-hari, misalnya dengan hanya memakai barang-barang yang lebih ramah lingkungan (Hamit, 2008). 

Composting (pembuatan kompos)
Composting merupakan proses pembusukan secara alami dari materi organik, misalnya daun, limbah pertanian (sisa panen), dan sisa makanan. Pembusukan itu menghasilkan materi yang kaya unsur hara, antara lain nitrogen, fosfor, dan kalium yang disebut kompos atau humus yang baik untuk pupuk tanaman (Hamit, 2008).

Tentunya cara ini akan lebih baik digunakan dari pada dengan cara pembakaran. Selain mengurangi efek pemanasan global dengan mengurangi volume gas karbondioksida (CO2) yang dihasilkan, cara ini tidak mempunyai efek samping bagi masyarakat ataupun lingkungan (Hamit, 2008).

Penelitian Terkait Global Warming dan Berbagai Dampak yang Ditimbulkan
Para pakar dari berbagai disiplin ilmu dalam pertemuan ilmiah yang diselenggarakan Intergovermental Oceanographic Commisision (IOC) UNESCO di Paris, Juni 2006, melaporkan bahwa permukaan laut di seluruh dunia sudah naik 3 milimeter per tahun atau sekitar 30 cm dalam satu abad. Laporan itu lebih tinggi dari pada besaran yang sering dikutip dalam laporan International Panel On Climate Change (IPCC), yaitu 2 milimeter per tahun. Para peneliti, termasuk penulis yang turut mempresentasikan hasil kajian peningkatan permukaan laut di Indonesia, menyampaikan berbagai hasil penelitian terbaru tentang kenaikan permukaan laut yang terjadi di berbagai belahan dunia termasuk peta perubahan lapisan es di kutub (Manurung, 2008).

Bumi yang semakin memanas ini menyebabkan dua faktor utama yang membuat permukaan laut naik. Pertama, penambahan massa air akibat mencairnya lapisan es yang ada di daerah kutub. Kedua, volume air laut bumi memuai (thermal expansion). Para pakar mengkhawatirkan semakin banyaknya fakta yang mendukung bahwa proses pemanasan global ke depan akan lebih cepat dari pada waktu sebelumnya. Dampak dari kenaikan permukaan laut yang bisa saja mencapai 1 meter dalam satu abad ini sudah menjadi permasalahan yang sudah ditangani karena akan menyebabkan perubahan ekosistem dan habitat di daerah pantai termasuk mengancam kehidupan manusia diperkirakan lebih dari 37% yang saat ini berdiam di sekitar batas 100 km dari bibir pantai (Manurung, 2008).

Hubungan Global Warming Dengan Greevourrecom
Berbagai dampak akibat global warming dapat ditanggulangi melalui greevourrecom, dalam gagasan tertulis ini diungkapkan mengenai tindakan greevurrecom (green revolution, reduce, reuse, recycle, replace, dan composting).

Green revolution merupakan upaya yang tepat untuk menanggulangi pemanasan global yang mana fungsinya adalah untuk menghilangkan/mengurangi karbondioksida di udara. Adapun reduce, reuse, recycle, replace, dan composting merupakan upaya penanggulangan pemanasan global melalui pemanfaatan sampah. Jika besarnya timbunan sampah yang tidak dapat ditangani dibiarkan begitu saja maka akan menyebabkan berbagai permasalahan. Salah satunya berpengaruh pada perubahan iklim akibat adanya kenaikan temperatur bumi atau disebut juga pemanasan global. 

Sumber Data Deskriptif
Hasil dari Indonesia kajian Bakosurtanal berdasarkan data pengamatan 15 dari 90 stasiun pemantau permukaan laut yang pengamatannya sudah melebihi 10 tahun menunjukkan adanya kenaikan permukaan laut rata-rata berkisar 3-7 mm/tahun. Kenaikan permukaan laut yang terpantau dari pelabuhan ke pelabuhan tidak selalu sama diantaranya disebabkan faktor terjadi penurunan tanah atau subsidensi di sekitar areal pelabuhan tempat pengamatan laut dilakukan. Seperti contoh daerah pantai barat Sumatra, kenaikan permukaan laut tidak akan terasa karena pantainya rata-rata terangkat akibat gempa besar yang terjadi pada waktu tsunami Aceh 26 Desember 2004 dan gempa Nias 22 April 2005. Sebaliknya kenaikan permukaan laut akan semakin tinggi dampaknya di pantai utara Jawa dan pantai timur Sumatra karena adanya faktor subsidensi (Manurung, 2008).

Menurut laporan Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization (CSIRO) bahwa peningkatan 20-50 cm permukaan air laut dapat terjadi di garis pantai berjarak total 100.000 km. pantai-pantai yang terancam tenggelam terutama adalah Delata Mutiara di Cina dan Delta Bangladesh. Akibatnya, ratusan jiwa penduduk sempat terancam kehilangan tempat tinggal. Laporan tersebut juga mengungkapkan peningkatan permukaan air laut dan curah hujan berisiko memicu wabah penyakit menular di wilayah-wilayah yang terpengaruh. Karena itu, ratusan jiwa penduduk yang terkena bencana berisiko terserang malaria dan demam berdarah (Affandi, 2008).

Metode Pengumpulan Data
Wawancara
Dalam mengumpulkan data, selain menggunakan observasi juga digunakan wawancara agar data yang diperoleh lebih akurat. Wawancara ditujukan pada berbagai pihak yang terkait.

Observasi 
Untuk mendukung gagasan tertulis ini penulis melakukan observasi di beberapa tempat dan lingkungan sekitar Universitas Negeri Malang. Hasil observasi yang didapat berupa kasus penumpukan sampah yang belum teratasi secara efektif. Adapun kasus penumpukan sampah tersebut dari tahun ke tahun semakin meningkat seiring dengan meningkatnya aktifitas manusia

Analisis Masalah
Efek rumah kaca sebenarnya sangat dibutuhkan oleh segala jenis makhluk hidup yang ada di bumi apabila konsentrasi gasnya masih berada dalam ambang kewajaran. Tanpa adanya efek rumah kaca, maka planet ini akan menjadi sangat dingin. Akan tetapi konsentrasi gas-gas yang menyebabkan efek rumah kaca sudah sangat melebihi batas, sehingga berakibat pada pemanasan global. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser dan punahnya berbagai jenis hewan (Hamit, 2008).

Ketika temperatur global meningkat, es yang berada di dekat kutub akan mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersama dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air dibawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair. Pada akhirnya kejadian ini akan menjadi suatu siklus yang berkelanjutan yang akan menyebabkan meningkatnya permukaan air laut. Permukaan air laut mengalami kenaikan rata-rata 0,175 centimeter setiap tahun sejak 1961 (Hamit, 2008).

Selain meningkatnya permukaan air laut, efek lain dari meningkatnya temperatur global adalah meningkatnya temperatur air laut. Jika laut menjadi lebih hangat maka kemampuan lautan untuk menyerap karbondioksida akan berkurang. Hal ini diakibatkan oleh menurunnya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah (Hamit, 2008). 

Salah satu penyebab meningkatnya kosentrasi gas rumah kaca adalah terjadinya kebakaran hutan. Untuk setiap hektar kebakaran hutan/lahan saja, akan dihasilkan 18,9 hingga 702 juta ton karbondioksida. Karbon yang terlepas ke udara dari hasil kebakaran hutan/lahan akan menyebabkan gas terperangkap di atas awan pada ketinggian 5-7 km. akibatnya, panas dari sinar matahari tidak dapat keluar dari bumi sehingga suhu udara akan semakin bertambah. Suhu udara di bumi rata-rata bertambah 20C setiap 10 tahun sejak 1980 (Hamit, 2008).

Menurut (Fattah, 2007) bahwa pada tahun 2010 permukaan air laut diperkirakan sudah merambah masuk ke daratan. Pada tahun 2020 sebagian Bandara Soekarno Hatta sudah mulai tergenangi air laut. Bahkan pada tahun 2050 permukaan air laut sudah mengancam kawasan Monumen Nasional di Pusat Ibu Kota. Diperkirakan pada tahun 2070 sekitar 800 ribu rumah yang berada di pesisir harus dipindahkan dan sebanyak 2.000 dari 18.000 pulau di Indonesia akan tenggelam akibat naiknya air laut.

Dalam laporan perubahan iklim yang dirilis badan ilmiah tertinggi di Australia, jutaan jiwa penduduk Asia Pasifik terancam kehilangan tempat tinggal pada 2070 akibat peningkatan permukaan air laut. Negara-negara yang berisiko paling tinggi adalah Bangladesh, India, Vietnam, Cina, dan pulau-pulau di Pasifik (Affandi, 2008). 

CSIRO memperkirakan, pemanasan global di wilayah Asia Pasifik dapat menyebabkan permukaan air laut meningkat hingga 16 cm pada 2030, dan pada 2070 permukaan air laut bisa meningkat hingga 50 cm. peningkatan temperature juga memicu peningkatan curah hujan pada musim kemarau di Asia. Akibatnya, wilayah-wilayah yang terpengaruh berisiko lebih sering di landa badai tropis dan banjir.

Sintesis Masalah
Hingga saat ini penanganan dalam menanggulangi global warming masih belum mendapatkan penanganan yang efektif, salah satu alasan yang mendasar adalah kurangnya kesadaran masyarakat akan lingkungan hidup. Selain itu masih banyaknya masyarakat yang belum begitu mengerti mengenai masalah pemanasan global dan berbagai dampak yang ditimbulkan. 

Berdasarkan fenomena di atas, penulis membuat alternatif yang mudah untuk dilakukan bagi semua kalangan. Solusi tersebut adalah dengan menanam pohon dalam jumlah banyak dan memeliharanya sebagai upaya mengurangi karbon dioksida di udara. Adapun untuk menanggulangi masalah penumpukan sampah yang menjadi salah satu pemicu pemanasan global dapat dilakukan tindakan 4R dan composting, yakni Reduce (mengurangi sampah), usahakan meminimalisir barang yang kita pergunakan sehingga tidak terlalu banyak sisa pembuangan sampah yang menumpuk, misalnya tidak perlu membeli barang yang tidak begitu dibutuhkan karena sisa sampahnya justru dapat menambah penumpukan sampah. Reuse (menggunakan kembali), usahakan untuk memilih barang yang bisa dipakai kembali dan hindari pemakaian barang sekali pakai, misalnya kaleng bekas kue digunakan lagi untuk wadah makanan, botol selai bekas digunakan untuk tempat bumbu dan botol bekas sirup digunakan untuk menyimpan air minum. Recycle (mendaur ulang), usahakan untuk mendaur ulang pada barang-barang yang sudah tidak terpakai, memang tidak semuanya bisa didaur ulang. Namun, saat ini sudah banyak industri non formal dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain, misalnya yang saat ini sedang marak dilakukan oleh para ibu rumah tangga. Mereka membuka usaha kecil dengan memanfaatkan sampah-sampah yang bisa didaur ulang menjadi barang baru. Replace (mengganti), usahakan untuk mengganti barang yang hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang lebih tahan lama dan usahakan untuk teliti dalam memilih barang yang lebih ramah lingkungan, misalnya peralihan dari kotak makanan yang terbuat dari foam pada kotak makanan yang terbuat dari plastik yang tahan lama dan tidak mengandung bahan kimia. composting (pembuatan kompos), dengan adanya tumpukan sampah organik maka dapat dimanfaatkan untuk pembuatan kompos, sehingga tidak perlu digunakan cara pembakaran yang justru memicu pemanasan global. Cara tersebut lebih efektif untuk menanggulangi pemanasan global yang saat ini dampaknya sedang kita rasakan.
 

Kumpulan Artikel News Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger