Pengertian Akhlaq Dan Kedudukannya Dalam Islam

Pengertian Akhlaq Dan Kedudukannya Dalam Islam 
1. Pengertian Akhlaq
Kata Akhlaq berasal dari bahasa Arab yang berarti watak, budi pekerti, karakter, keperwiraan, kebiasaan. Kata akhlâq ini berakar kata khalaqa yang berarti menciptakan, seakar dengan kata Khâliq (pencipta), makhlûq (yang diciptakan), dan khalq (penciptaan). Kesamaan akar kata ini mengandung makna bahwa tata perilaku seseorang terhadap orang lain dan lingkungannya harus merefleksikan dan berdasarkan nilai-nilai kehendak Khâliq (Tuhan). Akhlaq bukan hanya merupakan tata aturan atau norma perilaku yang mengatur hubungan antar sesama manusia, tetapi juga norma yang mengatur hubungan antar manusia dengan Tuhan dan bahkan dengan alam semesta.

Para ulama memberikan pengertian akhlaq sebagai suatu kondisi jiwa yang tertanam dalam diri seseorang, dimana dengannya seseorang terdorong melakukan perbuatan dengan tanpa proses pemikiran atau pertimbangan yang mendalam serta tanpa rencana atau usaha yang dibuat-buat.

Ahmad Amin memberikan pengertian bahwa akhlaq merupakan perilaku yang dibiasakan sehingga perilaku itu menjadi sebuah kebiasaan yang terus menerus dilakukan. Karena itu pula akhlaq itu bersifat konstan, spontan, tidak temporer dan tidak memerlukan pemikiran dan pertimbangan serta dorongan dari luar.

Pengertian akhlaq di atas juga menunjukkan bahwa akhlaq pada dasarnya merupakan hal yang bersifat netral, belum menunjuk kepada baik dan buruk. Dalam Islam akhlaq setidaknya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Rabbani. Ajaran akhlaq dalam Islam bersumber dari wahyu Ilahi, yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah. Ciri ini menegaskan bahwa akhlaq dalam Islam bukanlah moral yang kondisional dan situasional, tetapi akhlaq yang benar-benar memiliki nilai mutlak. Ciri ini yang mampu menghindari kekacauan nilai moralitas dalam hidup manusia.

b. Manusiawi. Ajaran akhlaq dalam Islam sejalan dan memenuhi tuntutan fitrah manusia. Akhlaq Islam akan memelihara eksistensi manusia sebagai makhluk terhormat, sesuai dengan fitrahnya. Akhlaq Islam juga akan mendorong manusia untuk merindukan dan menemukan kebahagiaan sejati.

c. Universal. Ajaran akhlaq dalam Islam sesuai dengan kemanusiaan yang universal dan mencakup segala aspek kehidupan manusia. Keseluruhan aspek tersebut meliputi dimensi yang bersifat vertikal (hubungan dengan Tuhan) dan horizontal (hubungan sesame makhluk).

d. Keseimbangan. Manusia menurut pandangan Islam memiliki dua kekuatan dalam dirinya, kekuatan baik pada hati nurani dan akalnya, dan kekuatan buruk pada hawa nafsunya. Ajaran akhlaq dalam Islam mendorong manusia agar mampu mengendalikan dua potensi yang telah diberikan Allah kepadanya, sehingga kehidupan pribadi manusia muslim adalah manusia yang seimbang, antara pemenuhan kewajiban terhadap sang Khaliq dan pemenuhan kewajiban antar sesama makhluk. 

e. Realistik. Manusia adalah makhluk yang tidak luput dari kesalahan, selain memiliki kelebihan dibanding makhluk Allah lainnya. Ajaran akhlaq dalam Islam mendorong manusia untuk terus memperbaiki diri dari kesalahan yang telah dilakukannya dengan cara bertaubat. Bahkan dalam kondisi yang terpaksa, Islam membolehkan manusia melakukan sesuatu yang dalam keadaan biasa tidak dibenarkan. Akhlaq dalam ajaran Islam dengan demikian bersifat realistis, atau memperhatikan kenyataan keadaan manusia.

Ciri-ciri akhlaq tersebut menunjukkan bahwa akhlaq dalam Islam tidak hanya terkait proses interaksi manusia dengan Allah dan atau sesama manusia semata. Ajaran akhlaq dalam Islam meliputi seluruh tata aturan hubungan manusia dengan Allah dan semua makhluk, termasuk lingkungan. Ciri-ciri ini juga menunjukkan adanya perbedaan antara akhlaq, moral dan etika. Secara substansi antara akhlaq dan moral adalah sama, yaitu sama-sama mengacu pada ajaran-ajaran, wejangan, kutbah-kutbah, patokan-patokan, kumpulan peraturan dan ketetapan baik lisan maupun tertulis mengenai bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik. Perbedaan antara moral dan akhlaq ini terdapat sumber ajarannya, di mana akhlaq dalam Islam bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits, sedangkan moral dari pemikiran dan kebiasaan manusia.

Apabila dikaitkan dengan etika, maka secara filosofis antara konsep akhlaq dan etika sesungguhnya berbeda. Akhlaq merupakan ajaran-ajaran bagaimana seseorang harus bertindak dalam kehidupan ini agar menjadi orang yang baik, sedangkan etika berbicara tentang mengapa kita harus mengikuti ajaran moral tertentu atau bagaimana seseorang dapat mengambil sikap yang bertanggungjawab dengan pelbagai ajaran moral atau akhlaq. Namun secara fungsional kedua istilah ini tidak dapat dipisahkan, karena ketika seseorang berperilaku baik maka dengan mengetahui alasannya, mengapa harus berbuat demikian, akan menjadikan lebih mantap dalam bertindak, demikian pula sebaliknya ketika meninggalkan perbuatan buruk.

2. Kedudukan Akhlaq dalam Islam
Ajaran akhlaq dalam Islam sesungguhnya bukanlah ajaran normatif terkait perilaku seseorang. Berdasar ciri-ciri di atas sesungguhnya tergambar bahwa akhlaq sesungguhnya bersifat dinamis, sesuai situasi dan kondisi kehidupan manusia. Artinya, akhlaq, baik atau buruk, dapat hadir dalam diri seseorang apabila dibiasakan dan dilakukan terus menerus. Akhlaq yang baik sesungguhnya kebutuhan setiap manusia dimana dan kapan pun berada. Demikian sebaliknya, akhlaq yang buruk merupakan sesuatu yang selalu dihindari oleh siapapun.

Islam menegaskan bahwa akhlaq merupakan bagian tidak terpisahkan dari keimanan seorang muslim. Kesempurnaan iman seorang muslim sangat tergantung dari keluhuran akhlaq yang dimilikinya. Kehadiran Islam sendiri dinyatakan Nabi Muhammad sesungguhnya berfungsi untuk memperbaiki kualitas akhlaq manusia. Banyak hadits yang menunjukkan bahwa keluhuran akhlaq merupakan indicator dari keimanan seorang muslim, bahkan secara tegas Allah nyatakan bahwa kemuliaan seorang hamba di hadapan-Nya bukanlah didasarkan pada kualitas keturunan atau nasab tetapi berdasar kepada kualitas taqwa sebagai puncak kualitas akhlaq seorang hamba (Q.S. al-Hujurat: 13). Akhlaq yang baik (akhlaqul karimah) merupakan pola perilaku yang dilandaskan pada dan merupakan manifestasi nilai-nilai iman, Islam, dan ihsan (berbuat baik). Ihsan merupakan perbuatan baik yang nampak pada jiwa dan perilaku yang sesuai dan dilandasi oleh aqidah dan hukum Islam. Ihsan atau berbuat baik merupakan pranata nilai yang menentukan atribut kualitatif pribadi seseorang. Orang yang telah mencapai derajat ihsan, maka ia telah memiliki akhlaqul karimah (akhlaq yang baik).

Perilaku ihsan ini tidak hanya dibatasi kepada sesama manusia, tetapi juga kepada seluruh makhluk. Sebagai khalifah, manusia tidak hanya dimandatkan untuk beribadah kepada Allah, melainkan juga diperintahkan untuk dapat mengelola dan memakmurkan alam dan lingkungannya. Manusia yang telah mencapai derajat ihsan akan memelihara diri dari berbagai perbuatan yang dapat merusak lingkungan. Hal ini karena sikap dan perilaku merusak lingkungan adalah perbuatan yang tidak disukai Tuhan, dan manusia ihsan sesungguhnya manusia yang telah mampu menghadirkan dan mempresentasikan nilai-nilai Tuhan dalam diri dan perilakunya sehari-hari.

Akhlaq merupakan landasan penting dalam membangun peradaban manusia. Ahmad Syauqi Beik, salah seorang penyair klasik menyatakan bahwa keberadaan masyarakat itu ditentukan oleh tetapnya akhlaq anggota masyarakatnya, apabila masyarakat itu telah kehilangan akhlaq (telah rusak akhlaqnya) maka runtuh pula martabat masyarakat itu.

Mengelola lingkungan dengan baik sesungguhnya bagian dari membangun peradaban manusia, sehingga apabila setiap manusia dapat berperilaku baik (berakhlaq) terhadap lingkungannya, maka dia turut aktif dalam membangun peradaban yang baik. Tetapi apabila manusia tidak berperilaku baik (tidak berakhlaq) terhadap lingkungannya, maka dia meruntuhkan peradaban manusia itu sendiri.

Urgensi Akhlaq Lingkungan
Kata “lingkungan” (environment) berasal dari bahasa Perancis: environner yang berarti: to encircle atau surround, yang dapat dimaknai : 1) lingkungan atau kondisi yang mengelilingi atau melingkupi suatu organisme atau sekelompok organisme, 2) kondisi sosial dan kultural yang berpengaruh terhadap individu atau komunitas. Karena manusia menghuni lingkungan alami maupun buatan atau dunia teknologi, sosial dan kultural, maka keduanya sama-sama pentingnya bagi lingkungan kehidupan (manusia dan makhluk hidup yang lain).

Lingkungan selanjutnya terbentuk dalam sebuah sistem yang merupakan suatu jaringan saling ketergantungan antar komponen dan proses, dimana energi dan materi mengalir dari satu komponen ke komponen sistem lainnya. Sistem lingkungan atau yang sering disebut ekosistem merupakan contoh bagaimana sebuah sistem berjalan. Ekosistem merupakan suatu gabungan atau kelompok hewan, tumbuhan dan lingkungan alamnya, dimana di dalamnya terdapat aliran atau gerakan atau transfer materi, energi dan informasi melalui komponen-komponennya. 

Ekosistem dapat pula dimaknai sebagai suatu situasi atau kondisi lingkungan dimana terjadi interaksi antara organisme (tumbuhan dan hewan termasuk manusia) dengan lingkungan hidupnya. Sebagai sebuah sistem, lingkungan harus tetap terjaga keteraturannya sehingga sistem itu dapat berjalan dengan teratur dan memberikan kemanfaatan bagi seluruh anggota ekosistem. Manusia sebagai makhluk yang sempurna, yang telah diberikan amanah untuk menjadi khalifah memiliki peran penting dalam menciptakan dan menjaga keteraturan lingkungan dan system lingkungan ini. Untuk itulah manusia dituntut untuk dapat mengembangkan akhlaq (perilaku yang baik) terhadap lingkungan.

Berbagai kerusakan lingkungan yang terjadinya dewasa ini sesungguhnya berakar dari perilaku yang salah dari manusia dalam menyikapi dan mengelola lingkungan dan sumber dayanya. Kerusakan alam dan lingkungan juga berdampak bagi lahirnya peradaban manusia yang rendah, dimana menempatkan alam dan lingkungan sebagai subordinat dari manusia. Akhlaq lingkungan mengajarkan kepada manusia untuk memiliki perilaku yang baik dan membangun peradaban manusia yang lebih baik, yang menempatkan alam dan lingkungan sebagai mitra bersama dalam menjalankan tugas sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi.

Akhlaq lingkungan juga berfungsi sebagai panduan bagi umat manusia dalam mengembangkan hubungannya dengan alam. Seseorang yang memiliki akhlaq lingkungan akan terdorong untuk menjadikan alam sebagai mitra dan sekaligus sarana dalam memenuhi fungsi dan kewajibannya sebagai seorang manusia, baik sebagai hamba kepada Tuhan maupun sebagai anggota masyarakat sebagai sesama manusia, serta kepada seluruh makhluk sebagai khalifatullah fil ardl. Seseorang yang memiliki akhlaq lingkungan tidak akan menjadikan alam dan lingkungan sebagai bagian subsistem kehidupannya sehingga dengan seenaknya dieksplorasi, tetapi dipandang sebagai makhluk yang memiliki kedudukan sama dihadapan Tuhan sehingga keberadaannya tetap dikelola dan dilestarikan. 

Metode Penumbuhan Akhlaq Lingkungan
Untuk menumbuhkan akhlaq lingkungan maka diperlukan metode tertentu sebagai cara untuk memahami, menggali, mengembangkan akhlaq lingkungan, atau dapat dipahami sebagai jalan untuk menanamkan pemahaman akhlaq lingkungan pada seseorang sehingga dapat menjadi pribadi yang memiliki perilaku ramah dan peduli terhadap lingkungan. Pelaksanaan metode ini didasarkan pada prinsip bahwa pengajaran akhlaq lingkungan disampaikan dalam suasana menyenangkan, menggembirakan, penuh dorongan, dan motivasi. Pilihan metode didasarkan pada pandangan dan persepsi dalam menghadapi manusia sesuai dengan unsur penciptaannya, yaitu jasmani, akal, dan jiwa, guna mengarahkannya menjadi pribadi yang sempurna.

Metode penumbuhan akhlaq lingkungan ini dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
a. Mengajarkan.
Penumbuhan akhlaq lingkungan mengandaikan pengetahuan teoritis tentang konsep-konsep nilai terkait perilaku ramah lingkungan dan pengelolaan lingkungan. Seseorang untuk dapat memiliki kesadaran dan melakukan perilaku ramah lingkungan terlebih dahulu harus mengetahui nilai-nilai penting lingkungan bagi kehidupan dan bagaimana melakukan pengelolaannya. Hal ini didasarkan pada pemahaman bahwa perilaku manusia pada dasarnya banyak dituntun oleh pengertian dan pemahaman terhadap nilai dari perilaku yang dilakukannya.

Proses pengajaran mengenai lingkungan ini bisa dilakukan secara langsung, baik melalui pemberian informasi dengan pembelajaran maupun penugasan melalui pembacaan terhadap berbagai referensi. Bahkan pengajaran ini dapat dilakukan dengan melihat secara langsung ayat-ayat kauniyah (fenomena alam) yang ada di sekitar kehidupan kita.

b. Keteladanan.
Keteladanan dalam pendidikan adalah metode ifluentif yang paling meyakinkan keberhasilan dalam mempersiapkan dan membentuk anak dalam moral, spiritual dan moral. Dalam konteks penumbuhan akhlaq lingkungan metode ini sangat penting karena akhlaq merupakan kawasan afektif yang terwujud dalam bentuk tingkah laku (behavioral). Metode ini didasari pada pemahaman bahwa tingkah laku anak muda dimulai dengan imitatio, meniru dan ini berlaku sejak masih kecil. Apa yang dikatakan orang yang lebih tua akan terekam dan dimunculkan kembali oleh anak. Anak belajar melakukan sesuatu dari sekitarnya, khususnya yang terdekat dan mempunyai intensitas rasional tinggi.

Dalam konteks penumbuhan akhlaq lingkungan keteladanan ini memiliki pengaruh yang sangat kuat. Bagaimana mungkin orang lain akan dapat menumbuhkan akhlaq lingkungan dalam dirinya kalau orang yang mengajarkan tidak pernah bersikap dan berperilaku yang diajarkan. Pentingnya keteladanan ini sesuai dengan adagium bahwa satu keteladanan lebih berharga dibanding dengan seribu nasehat.

c. Pembiasaan.
Unsur penting bagi penumbuhan akhlaq adalah bukti dilaksanakannya nilai-nilai normatif akhlaq itu sendiri. Penumbuhan akhlaq akan dapat terlaksana apabila dilakukan dengan pembiasaan yang terus menerus sehingga menjadi kebiasaan yang melekat dalam pribadi seseorang. Proses pembiasaan ini dapat dilakukan secara bertahap dan di mulai dari hal yang ringan atau mudah. Untuk ini diperlukan suasana atau tempat yang mendukung bagi terciptanya proses pembiasaan. Penyediaan fasilitas, penempelan papan petunjuk, himbauan, larangan, brosur, dan lain sebagainya dapat dilakukan sebagai upaya menumbuhkan kesadaran kolektif untuk secara bersama membiasakan perilaku ramah lingkungan.

d. Refleksi.
Akhlaq lingkungan yang akan dibentuk oleh penumbuhan melalui berbagai macam program dan kebijakan senantiasa perlu dievaluasi dan direfleksikan secara berkesinambungan dan kritis. Tanpa ada usaha untuk melihat kembali sejauh mana proses penumbuhan akhlaq lingkungan ini direfleksi, dievaluasi, tidak akan pernah terdapat kemajuan. Refleksi merupakan kemampuan sadar khas manusiawi. Berdasar kemampuan sadar ini, manusia mampu mengatasi diri dan meningkatkan kualitas hidupnya dengan lebih baik. Segala tindakan dan pembiasaan dalam menumbuhkan akhlaq lingkungan yang telah dilaksanakan, perlulah dilakukan refleksi untuk melihat sejauh mana keluarga, kelompok masyarakat atau pihak yang melakukannya telah berhasil atau gagal dalam menumbuhkan akhlaq lingkungan.

Proses refleksi ini dapat dilakukan dengan cara mengajak memikirkan kembali apa yang dirasakan, manfaat yang diterima dan hikmah apa yang diterima mengenai perilaku yang telah dilakukan dan dibiasakan dalam kaitannya dengan pengelolaan lingkungan. Semisal apa yang kiranya manfaat dan hikmah yang dirasakan dan diterima ketika seseorang itu konsisten menjaga kebersihan, mengelola sampah dengan benar sesuai proporsinya. Keempat metode di atas merupakan pedoman dan patokan dalam menghayati dan mencoba menghidupkan akhlaq lingkungan. Keempatnya bisa dikatakan sebagai lingkaran dinamis dialektis yang senantiasa berputar semakin maju. Hal ini karena penumbuhan akhlaq lingkungan sebagai upaya terus menerus untuk menciptakan budaya dan kebiasaan setiap individu anggota masyarakat dalam kehidupannya yang sadar, peduli dan ramah terhadap lingkungan. 

0 komentar:

Posting Komentar

 

Kumpulan Artikel News Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger