Perkembangan Masyarakat Madani

Perkembangan Masyarakat Madani 
Masayarakat Madani Dalam Perkembangan Islam
Istilah masyarakat Madani sebenarnya telah lama hadir di bumi. Dalam bahasa Inggris ia lebih dikenal dengan sebutan Civil Society. Sebab, "masyarakat Madani", sebagai terjemahan kata civil society atau al-muftama' al-madani. Istilah civil society pertama kali dikemukakan oleh Cicero dalam filsafat politiknya dengan istilah societies civilis, namun istilah ini mengalami perkembangan pengertian. Kalau Cicero memahaminya identik dengan negara, maka kini dipahami sebagai kemandirian aktivitas warga masyarakat madani sebagai area tempat berbagai gerakan sosial [seperti himpunan ketetanggaan, kelompok wanita, kelompok keagamaan, dan kelompk intelektual] serta organisasi sipil dari semua kelas [seperti ahli hukum, wartawan, serikat buruh dan usahawan] berusaha menyatakan diri mereka dalam suatu himpunan, sehingga mereka dapat mengekspresikan diri mereka sendiri dan memajukkan pelbagai kepentingan mereka. Secara ideal masyarakat madani ini tidak hanya sekedar terwujudnya kemandirian masyarakat berhadapan dengan negara, melainkan juga terwujudnya nilai-nilai tertentu dalam kehidupan masyarakat, terutama keadilan, persamaan, kebebasan dan kemajemukan.

Masyarakat madani adalah suatu bentuk masyarakat yang dibangun oleh Nabi Muhammad saw sendiri yang memberikan teladan ke arah pembentukan masyarakat peradaban tersebut yang merupakan sebuah negara yang lahir dari peristiwa hijrah.

Dengan demikian masyarakat madani yang dimaksud dalam penelitian ini adalah masyarakat yang dibangun oleh Nabi Muhammad saw di kota Madinah yang telah berhasil dalam prakteknya dengan menerapkan Konstitusi Piagam Madinah; memberlakukan nilai-nilai keadilan; prinsip kesetaraan hukum; jaminan kesejahteraan bagi semua warga; serta perlindungan terhadap kelompok minoritas. Kalangan pemikir muslim menganggap masyarakat Madinah sebagai prototype masyarakat ideal produk Islam yang bisa dipersandingkan dengan masyarakat ideal dalam konsep civil society.

Kesimpulannya, bentuk masyarakat madani adalah suatu komunitas masyarakat yang memiliki kemandirian aktivitas warga masyarakatnya yang berkembang sesuai dengan potensi budaya, adat istiadat, dan agama, dengan mewujudkan dan memberlakukan nilai-nilai keadilan, prinsip kesetaraan, penegakan hukum, jaminan kesejahteraan, kebebasan, kemajemukan, dan perlindungan terhadap kaum minoritas. Dengan demikian, masyarakat madani merupakan suatu masyarakat ideal yang dicita-citakan dan akan diwujudkan bumi Indonesia, yang masyarakatnya sangat plural.

Terdapat sepuluh ciri yang menjadi karakteristik masyarakat tersebut, yaitu: Universalitas, supermasi, keabadian, dan pemerataan kekuatan adalah empat ciri yang pertama. Ciri yang kelima, ditandai dengan kebaikan untuk bersama. Ciri ini bisa terwujud jika setiap anggota masyarakat memiliki akses pemerataan dalam memanfaatkan kesempatan. Keenam, jika masyarakat madani ditujukan untuk meraih kebajikan umum, tujuan akhir memang kebajikan publik . Ketujuh, sebagai perimbangan kebijakan umum, masyarakat madani juga memperhatikan kebijakan perorangan dengan cara memberikan alokasi kesempatan kepada semua anggotanya meraih kebajikan itu. Kedelapan, masyarakat madani, memerlukan piranti eksternal untuk mewujudkan tujuannya. Piranti eksternal itu adalah masyarakat eksternal. Kesembilan, masyarakat madani bukanlah sebuah kekuatan yang berorientasi pada keuntungan. Masyarakat madani lebih merupakan kekuatan yang justru memberi manfaat. Kesepuluh, kendati masyarakat madani memberi kesempatan yang sama dan merata kepada setiap warganya, tak berarti bahwa ia harus seragam, sama dan sebangun serta homogen.

Banyak tokoh-tokoh dunia yang membeberkan karakteristik maysarakat madani selain beberapa ciri-ciri yang sudah disebut di atas. Adapun karakteristiknya, menurut Arendt dan Habermas, antara lain :
1. Free Public Sphere, adanya ruang publik yang bebas sebagai sarana dalam mengemukan pendapat. Pada ruang publik yang bebaslah individu dalam posisinya yang setara mapu melakukan transaksitransaksi wacana dan praksis politik tanpa mengalami distorsi dan kekhawatiran. Sebagai sebuah prasyarat, maka untuk mengembangkan dan mewujudkan masyarakat madani dalam sebuah tatanan masyarakat, maka free publik sphere menjadi salah satu bagian yang harus diperhatikan. Karena dengan menafikan adanya ruang publik yang bebas dalam tatanan masyarakat madani, maka akan memungkinkan terjadinya pembungkaman kebebasan warga negara dalam menyalurkan aspirasinya yang berkenaan dengan kepentingan umum oleh penguasa yang tiranik dan otoriter.
2. Demokratis, merupakan suatu entitas yang menjadi penegak yang menjadi penegak wacana masyarakat madani, dimana dalam menjalani kehidupan, warga negara memiliki kebebasan penuh untuk menjalankan aktivitas kesehariannya, termasuk berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.
3. Toleran, merupakan sikap yang dikembangankan dalam masyarakat madani untuk menunjukan sikap saling menghargai dan menghoramti aktivitas yang dilakukan oleh orang lain.
4. Pluralisme, adalah pertalian sejati kebhenikaan dalam ikatan-ikatan keadaban. Bahkan pluralisme adalah suatu keharusan bagi keselamatan umat manusia antara lain melalui mekanisme pengawasan dan pengimbangan,
5. Keadilan Sosial, dimaksudkan adanya keseimbangan dan pembagian yang proporsional terhadap hak dan kewajiban setiap warga negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan.

Namun, Salah satu yang utama dalam tatanan masyarakat madani adalah pada penekanan pola komunikasi yang menyandarkan diri pada konsep egaliterian pada tataran horizontal dan konsep ketaqwaan pada tataran vertikal. Nabi, telah meletakan dasar-dasar masyarakat madani yang relegius, kebebasan, meraih kebebasan, khususnya di bidang agama, ekonomi, sosial dan politik. Masyarakat madani yang dibangun Nebi tersebut memiliki karakteristik sebagai masyarakat beriman dan bertaqwa; masyarakat demokratis dan beradab yang menghargai adanya perbedaan pendapat; masyarakat yang menghargai hak-hak asasi manusia; masyarakat tertib dan sadar hukum; masyarakat yang kreatif, mandiri dan percaya diri; masyarakat yang memiliki semangat kompetitif dalam suasana kooperatif, penuh persaudaraan dengan bangsa-bangsa lain dengan semangat kemanusiaan universal (pluralistik). Sistem sosial madani ala Nabi, memiliki ciri yang unggul; kesetaraan, istiqomah, mengutamakan partisipasi, dan demokratisasi. 

Ciri-ciri yang unggul tersebut tetap relavan dalam konteks waktu dan tempat yang berbeda, sehingga pada dasarnya prinsip itu layak diterapkan apalagi di Indonesia yang mayoritas kebutuhan manusia dan masyarakat, konteks dengan bangsa dan negara, konteks dengan sosial budaya, konteks dengan perubahan dalam menuju masyarakat madani Indonesia.

Masyarakat madani Indonesia mempunyai karakteristik sebagai berikut:
  • Kenyataan adanya keanekaragaman budaya Indonesia yang merupakan dasar pengembangan identitas bangsa Indonesia dan kebudayaan nasional.
  • Adanya saling pengertian antara sesama anggota masyarakat.
  • Toleransi yang tinggi.
  • Adanya kepastian hukum.
Karakteristik-karakteristik tersebut selalu mewarnai perwujudan konsep masyarakat madani model Indonesia. Perwujudan konsep masyarakat madani di Indonesia dapat kalian kaji dari sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Secara historis perwujudan masyarakat madani di Indonesia bisa dirunut semenjak terjadinya perunahan sosial ekonomi pada masa kolonial, terutama ketika kapitalisme mulai diperkenalkan oleh Belanda. Hal ini ikut mendorong terjadinya pembentukan sosial melalui proses industrialisasi, urbanisasi, dan pendidikan modern. Hasilnya antara lain munculnya kesadaran baru di kalangan kaum elit pribumi yang mendorong terbentuknya organisasi sosial modern.

Pada masa Demokrasi Terpimpin, politik Indonesia didominasi oleh penggunaan mobilisasi massa sebagai alat legitimasi politik. Akibatnya setiap usaha yang dilakukan masyarakat untuk mencapai kemandirian beresiko dicurigai sebagai kontra revolusi. Sehingga perkembangan masyarakat madani kembali terhambat.
Perkembangan orde lama dan munculnya orde baru memunculkan secercah harapan bagi perkembangan masyarakat madani di Indonesia. Pada masa orde baru, dalam bidang sosial-ekonomi tercipta pertumbuhan ekonomi, tergesernya pola kehidupan masyarakat agraris, tumbuh dan berkembangnya kelas menengah dan makin tingginya tingkat pendidikan. Sedangkan dalam bidang politik, orde baru memperkuat posisi negara di segala bidang, intervensi negara yang kuat dan jauh terutama lewat jaringan birokrasi dan aparat keamanan. Hal tersebut berakibat pada terjadinya kemerosotan kemandirian dan partisipasi politik masyarakat serta menyempitkan ruang-ruang bebas yang dahulu pernah ada, sehingga prospek masyarakat madani kembali mengalami kegelapan.

Setelah orde baru tumbang dan diganti oleh era reformasi, perkembangan masyarakat madani kembali menorehkan secercah harapan. Hal ini dikarenakan adanya perluasan jaminan dalam hal pemenuhan hak-hak asasi setiap warga negara yang intinya mengarahkan pada aspek kemandirian dari setiap warga negara. Dari zaman orde lama sampai era reformasi saat ini, permasalahan perwujudan masyarakat madani di Indonesia selalu menunjukkan hal yang sama. Berikut ini beberapa permasalahan yang bisa menjadi hambatan sekaligus tantangan dalam mewujudkan masyarakat madani model Indonesia, yaitu sebagai berikut :
a. Semakin berkembangnya kelas menengah.
b. Perkembangan Lembaga Swadaya Masyarakat.
c. Pertumbuhan pers sangat pesat dari segi kuantitas maupun teknologi.
d. Kaum cendikiawan makin banyak yang merasa aman ketika dekat dengan pusat-pusat kekuasaan.

Proses pemberdayaan itu dapat dilakukan dengan tiga model strategi sebagaimana dikemukakan oleh Dawam Rahardjo, yaitu sebagai berikut :
a.Strategi yang lebih mementingkan integrasi nasional dan politik.
b.Strategi yang lebih mengutamakan reformasi sistem politik demokrasi.
c.Strategi yang memilih pembangunan masyarakat madani sebagai basis yang kuat ke arah demokratisasi.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk menuju masyarakat madani Indonesia tidak ditempuh melalui proses yang radikal dan cepat (revolusi), tetapi proses yang sistematis dan berharap serta cenderung lambat (evolusi), yaitu melalui upaya pemberdayaan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan

Dalam konteks Indonesia, tuntutan masyarakat madani oleh kaum reformis yang anti status quo adalah masyarakat yang lebih terbuka, pluralistik, dan desentralistik dengan partisipasi politik yang lebih besar, jujur, adil, mandiri, harmonis, memihak yang lemah, menjamin kebebasan beragama, berbicara, berserikat dan berekspresi, menjamin hak kepemilikan dan menghormati hak-hak asasi manusia. Dalam masyarakat madani memerlukan pola interaksi baru yang memungkinkan seseorang belajar menerima keragaman, perbedaan, dan universalitas. Pola interaksi baru tersebut dapat dikondisikan melalui pendidikan (pembinaan) bernalar melalui ekspresi-ekspresi yang asasi sehingga tercipta landasan pola yang logik, etik, estetik, dan pragmatis. Sosialisasi nilai-nilai yang mendukung pembentukan masyarakat madani perlu menjadi bagian penting dari sistem dan strategi pendidikan.

Untuk menuju terbentuknya masyarakat madani Indonesia, dengan ciri dan karakteristik tersebut, diperlukan penataan pemikiran pendidikan yang berbasisi pada pendidikan madani. Dengan realitas dan kondisi pendidikan yang ada sekarang ini, perlu melakukan pembaruan atau re-pemikiran yang terkait dengan aspek filosofis, visi, misi, tujuan, kurikulum, metodologi, serta manajemen pendidikan Islam, sebagai berikut:

Diperlukan perumusan landasan filosofis dan teori pendidikan Islam, dikembangkan dan dijabarkan atas dasar asumsi-asumsi yang kokoh dan jelas tentang konsep dasar ketuhanan (ilahiyah), konsep dasar manusia (insaniyah) dan konsep dasar alam semesta dan lingkungan, yang didasarkan pada al-Qur’an dan Hadis yang harus dilihat secara utuh, integratif dan interaktif. Kerangka dasar pengembangan pendidikan Islam adalah filsafat dan teori pendidikan yang sesuai dengan ajaran Islam, artinya pendidikan Islam tidak terlepas dari filsafat ketuhanan (ilahiyah) “teosentris” sebagai sumber nilai (value), motivasi dan pemikirannya. Relevan dengan kepentingan manusia dan umat, artinya pendidikan Islam tidak terlepas dari filsafat manusia “antroposentir” yang dapat membangun kehidupannya, mengembangkan potensi manusia seutuhnya “insan kamil” yaitu manusia yang bertaqwa, berpengetahuan, berketerampilan, merdeka, berbudaya, kristis, toleran, taat hukum dan hak asasi. Relevan dengan lingkungan dan alam semesta, artinya pengembangan pendidikan Islam tidak terlepas dari persoalan lingkungan manusia dan alam semesta yang merupakan sumber kehidupan dan lingkungan yang selalu berubah mengikuti irama perubahan. Filsafat dan teori pendidikan harus mempertimbangkan konteks dengan supra sistem, konteks dengan kepentingan dan kebutuhan manusia dan masyarakat, konteks dengan bangsa dan negara, konteks dengan sosial budaya, konteks dengan perubahan dalam menuju masyarakat madani Indonesia.

Untuk mewujudkan konteks masyarakat madani di Indonesia ada beberapa hal yang harus di lakukan. Satu hal yang pasti adalah pemberdayaan masyarakat madani adalah sebuah keniscayaan apabila bangsa Indonesia ini ingin bertahan dan sekaligus menjadi bangsa yang demokratis. Adapun strategi pemberdayaan masyarakat madani di Indonesia, ada tiga strategi yang salah satunya dapat digunakan sebagai strategi dalam memberdayakan masyarakat madani di Indonesia, antara lain :

1. Strategi yang lebih mementingkan integrasi nasional dan politik.
Strategi ini berpandangan bahwa sistem demokrasi tidak mungkin berlangsung dalam masyarakat yang belum memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara yang kuat. Bagi penganut paham ini pelaksanaan demokrasi liberal hanya akan menimbulkan konflik, dan karena itu menjadi sumber instabilitas politik. Saat ini yang diperlukan adalah stabilitas politik sebagai landasan pembangunan, karena pembangunan lebih terbuka terhadap perekonomian global membutuhkan resiko politik yang minim. Dengan demikian persatuan dan kesatuan bangsa lebih diutamakan dari pada demokrasi.
2. Strategi yang lebih mengutamakan reformasi sistem politik demokrasi. 
Strategi ini berpandangan bahwa untuk membangun demokrasi tidak usah menunggu rampungnya tahap pembangunan ekonomi. Sejak awal dan secara bersama-sama diperlukan proses demokratisasi yang pada essensinya adalah memperkuat partisipasi politik. Jika kerangka kelembagaan ini diciptakan, maka akan dengan sendirinya timbul masyarakat madani yang mampu mengontrol negara.
3. Strategi yang memilih membangun masyarakat madani sebagai basis yang kuat kearah demokratisasi. Strategi ini muncul akibat kekecewaan terhadap realisasi dari strategi pertama dan kedua.

Dengan begitu strategi ini lebih mengutamakan pendidikan dan penyadaran politik, terutama pada golongan menengah yang semakin luas.

Banyak faktor yang turut menentukan dalam pemberdayaan masyarakat madani, gambaran masyarakat berdaya yang diidamkan sangat menentukan dalam perencanaan strategis dan operasionalnya.

Oleh sebab itu, seluruh sektor masyarakat terutama gerakan, kelompok, dan individu-individu independen yang concered dan committed pada demokratisasi dan masyarakat madani seyogyanya mengambil strategi yang lebih stabil, lebih halus, bukan mengambil jalan konfrontasi langsung yang tidak mustahil akan mengorbankan aktor-aktor masyarakat madani itu sendiri.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Kumpulan Artikel News Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger