Manfaat Sistem Komputerisasi (Otomasi) Untuk Perpustakaan Sekolah
Perpustakaan di era modern ini sudah semestinya lepas dari kungkungan pemikiran maupun anggapan klasik bahwa perpustakaan hanya sebagai gudangnya buku. Jika dikatakan sebagai tempat buku, jawabnya adalah “ya”, tetapi tidak sampai pada kalimat itu saja. Konon, ketika menyebut kata perpustakaan atau library, pemikiran orang merujuk pada suatu medium peradaban manusia, yaitu buku. Untuk waktu yang sangat lama, buku menjadi sumber daya pengetahuan yang utama, yang dihimpun oleh perpustakaan. Hal ini terjadi karena posisi perpustakaan dianggap hanya sebagai tempat penyimpanan saja, dan ternyata hingga abad modern anggapan yang demikianpun masih belum bisa dihilangkan.
Sejalan dengan perkembangannya, perpustakaan mulai bergeser paradigmanya tidak lagi sebagai tempat buku, melainkan sudah pada tahap sebagai pusat sumber daya informasi. Informasi yang ada di dalamnya sudah saatnya diberdayakan, dengan pengertian bahwa pemustaka (user) yang mengakses informasi di perpustakaan, diharapkan nanti mampu menghasilkan informasi-informasi baru yang dikemas dalam bentuk penulisan karya ilmiah, artikel, atau bahkan informasi berupa buku yang diterbitkan.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sesungguhnya dapat dijadikan kendaraan bagi perpustakaan untuk menyajikan berbagai informasi yang dikelolanya kepada pemustaka secara maksimal. Karena teknologi informasi ini menjanjikan ketepatan, keakuratan, dan kecepatan dalam persoalan akses informasi. Maka internet ini harus menjadi kawan yang baik dalam pengelolaan informasi di perpustakaan. Menjadi kawan di sini dimaksudkan, perpustakaan harus tanggap terhadap kebutuhan informasi pemustaka yang semakin meningkat dan juga kualitas serta kemutakhirannya. Ringkasnya adalah perpustakaan harus sudah mulai memberikan layanan internet, terlepas nanti akan dilayankan secara cuma-cuma (free) atau membebankan biaya operasional kepada penggunanya, atau bahkan ditanggung oleh lembaga terkait.
Himbauan Undang-undang tentang perpustakaan
Terbitnya UU No.43 Tahun 2007 tentang perpustakaan, seolah-olah memberikan kekuatan baru bagi perpustakaan untuk senantiasa bergerak maju. Melihat pada fungsi edukatif perpustakaan dimana eksistensi perpustakaan, terutama perpustakaan yang bernaung di bawah lembaga pendidikan, harus menunjang program pendidikan. Jika di lembaga pendidikan, maka perpustakaan harus menjadi pendukung aktif terselenggaranya kurikulum pendidikan, misalnya dengan menyediakan koleksi-koleksi yang relevan dengan kurikulum yang ada. Dan jika perpustakaan itu berada pada lingkungan masyarakat umum, maka perpustakaan seyogyanya menyediakan koleksi atau informasi yang dapat menunjang program long life education, yang mana posisi perpustakaan itu sendiri adalah sebagai tempat mencari informasi yang tidak membatasi usia pemustakanya, atau dengan kata lain semua masyarakat memiliki kesempatan untuk mengakses informasi di perpustakaan.
Pasal 23 UU No. 43 Tahun 2007 mengatakan bahwa “Koleksi perpustakaan diseleksi, dilayankan, disimpan dan dikembangkan sesuai dengan kepentingan pemustaka dengan memperhatikan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi”.
Pasal ini mengisyaratkan adanya kewajiban bagi setiap perpustakaan untuk mengadakan, menciptakan, maupun mengelola informasi dengan pendekatan user oriented atau bedasarkan kebutuhan pemustaka. Pengelolaan ini dimulai seleksi bahan pustaka, menyimpan, dan mengembangkannya. Pada konteks perkembangan kekinian, maka pengelolaan ini harus pula memperhatikan teknologi informasi sebagai media pendukungnya. Sebagaimana pada ayat selanjutnya pada pasal yang sama, bahwa:
1. Setiap sekolah/madrasah menyelenggarakan perpustakaan yang memenuhi standar nasional perpustakaan dengan memperhatikan Standar Nasional Pendidikan.
2. Perpustakaan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki koleksi buku teks pelajaran yang ditetapkan sebagai buku teks wajib pada satuan pendidikan yang bersangkutan dalam jumlah yang mencukupi untuk melayani semua peserta didik dan pendidik.
3. Koleksi perpustakaan harus mendukung kurikulum pendidikan
4. Perpustakaan yang diselenggarakan harus mengembangkan layanan perpustakaan berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
Dari beberapa petikan bunyi pasal pada UU No.43 Tahun 2007 ini mengisyaratkan adanya himbauan agar perpustakaan memperhatikan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dalam mengelola perpustakaan. Hal ini dimaksudkan agar perpustakaan tetap eksis dan beradaptasi dengan perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga memperkecil kemungkinan perpustakaan akan ditinggalkan oleh penggunanya.
Teknologi Informasi untuk perpustakaan
Teknologi Informasi (TI) mengalami perkembangan yang luar biasa. Bias dibayangkan dengan contoh hand phone atau telepon seluler, hanya dalam kurun waktu yang singkat teknologi yang digunakannya sudah berubah dengan pesatnya. Semula HP yang hanya bisa untuk komunikasi dua arah saja, kini sudah dilengkapi dengan fiture atau menu yang lebih dari sekedar suara. Misalnya, bisa menapilkan gambar, gambar bergerak, bahkan bisa menyaksikan tayangan televisi.
Demikian halnya teknologi yang diperuntukkan bagi perpustakaan. Lebih spesifik tentunya adalah teknologi yang berkaitan dengan komputer. American Library Association (1983) mendefinisikan TI ini sebagai aplikasi komputer dan teknologi lain untuk keperluan pengadaan, penataan, simpan, temu balik dan penyebaran informasi.
Chowdury (2003) memberikan pula pandangan bahwa TI adalah suatu sistem yang mengomputerisasikan fungsi-fungsi tradisional perpustakaan seperti: sirkulasi, katalogisasi, katalog publik, akuisisi, akuisisi terbitan berseri dengan menggunakan pangkalan data perpustakaan sebagai fondasinya.
Dari beberapa pemikiran di atas, pada dasarnya memili arah yang sama dalam memandang computer sebagai induknya teknologi informasi yang dapat digunakan dalam berbagai bidang pekerjaan, dalam hal ini adalah di perpustakaan. Secara awam dapat dimengerti bahwa komputer ini adalah suatu perangkat yang dapat melakukan proses atau kegiatan yang merubah fungsi manual menjadi sistem mesin (komputer), sehingga wajar jika TI diidentikkan dengan komputer.
Mengapa harus otomasi?
Perkembangan teknologi informasi berpengaruh besar terhadap perkembangan perpustakaan, terutama dalam hal mengelola informasi. Memang bukan sesuatu yang buruk atau bahkan dilarang jika tetap mengelola perpustakaan dengan cara-cara manual atau konvensional, terdapat beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, mengapa perpustakaan itu dalam konteks kekinian perlu adanya sistem otomasi. Hal tersebut adalah sebagai berikut:
a. Lajunya penerbitan yang meningkat pesat
Penerbitan buku pada masa kini mengalami peningkatan pesat dalam segi jumlahnya. Menurut Sulistyo-Basuki (2009), di Indonesia penerbitan buku diperkirakan mencapai lebih dari 5000 eksemplar pertahun. Hal ini memunculkan pemikiran untuk dapat mengelola terbitan ini secara lebih akurat dan cepat.
b. Meluasnya jumlah penduduk yang dapat membaca dan menulis
Indonesia telah mencanangkan bebas buta huruf sejak masa orde baru. Canangan ini disambut positif masyarakat Indonesia dengan munculnya sekolah-sekolah alternatif yang dapat mendidik masyarakat ”tidak mampu” membayar biaya sekolah dapat menikmati sekolah sebagaimana orang lain yang bisa bersekolah. Di lain pihak, kepedulian masyarakat untuk menyekolahkan putra-putrinya membuat peningkatan kuantitas masyarakat yang mampu membaca dan menulis. Ini artinya meningkatkan pula kebutuhan masyarakat terhadap bahan bacaan. Maka perpustakaan menjadi alternatif pilihan dalam hal penyediaan bahan-bahan bacaan bagi masyarakat.
Ketika bahan bacaan semakin meningkat jumlahnya, maka pengelolaannya pun dituntut semakin baik, terutama dalam hal kecepatan pelayanan. Maka otomasi perpustakaan menjadi jawaban dari masalah ini. Dengan otomasi, disamping dapat mengelola bahan bacaan dengan lebih baik, dapat pula menjadi media temu kembali yang akurat dan cepat.
c. Semakin mahalnya upah tenaga manusia
Untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dibutuhkan tenaga manusia sebagai operatornya sekaligus pemikirnya. Namun demikian semakin profesional seseorang, semakin mahal pula biaya yang dibutuhkan untuk membayarnya. Sementara pekerjaan semakin hari semakin meningkat.
Teknologi informasi muncul sebagai penengah dari masalah ini, yaitu dapat digunakan sistem otomasi yang mampu menggantikan fungsi tenaga manusia dalam arti peningkatan kualitas dan kuantitas produk.
d. Kualitas dan efisiensi teknologi yang tersedia sudah terus menerus disempurnakan, maka otomasi mudah diterapkan.
Perkembangan teknologi tidak bisa dihindari, dan menunjukkan peningkatan dalam segi kuantitas maupun kualitasnya. Ini memberikan stimulasi bagi perpustakaan untuk andil pula dalam penggunaan teknologi ini dalam mengelola perpustakaan agar dapat melakukan pelayanan kepada pengguna sebaik, seakurat, dan secepat mungkin. Metode yang dikembangkan adalah dalam hal sistem otomasi perpustakaan.
sistem otomasi perpustakaan
Otomasi adalah menyangkut pendayagunaan peralatan mekanis yang canggih dan maju, untuk mencapai hasil tertentu istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh General Motor pada tahun 1935 oleh D.S Harder. Sedang Sulityo-Basuki (1998) memberikan pengertian bahwa otomasi mencakup konsep proses atau hasil membuat mesin swatindak atau swakendali dengan menghilangkan campur tangan manusia dalam proses. Sementara itu sistem otomasi adalah suatu sistem otomasi menggunakan sensor yaitu alat-alat yang memberikan informasi mengenai hasil-hasilnya. Informasi ini langsung dikendalikan ke sistem, sehingga manusia dapat melakukan penyesuaian jika dianggap perlu. Sistem yang demikian ini disebut dengan sistem umpan balik (feedback).
Jadi dapat dikatakan, otomasi perpustakaan adalah penerapan teknologi informasi untuk kepentingan perpustakaan dengan menggunakan komputer, peralatan mekanis atau semi otomatis untuk melakukan beberapa jenis kegiatan perpustakaan yang bersifat rutin.
Secara umum Sulistyo-Basuki (1998:1.5) menggambarkan bahwa sesungguhnya teknologi informasi dalam rangka otomasi perpustakaan ini adalah upaya penggunaan teknologi untuk pengadaan, penyimpanan, temu balik, analisis, dan komunikasi informasi dalam bentuk data numeric, teks, atau tekstual, citra atau suara, beserta berbagai aspeknya.
Berdasarkan UU No 43 Tahun 2007 Tentang perpustakaan yang menyangkut teknologi informasi sebagaimanan telah dikemukakan sebelumnya, maka perpustakan seolah-olah diberi kewenangan untuk menerapkan sistem otomasi demi tercapainya pelayanan yang baik (prima) kepada pemustaka. Namun demikian perlu dipertimbangkan beberapa hal sebelum mengambil keputusan untuk menerapkan sistem otomasi di perpustakaan.
Melalui pertimbangan-pertimbangan itu dimungkinkan meminimalisasi kerugian yang dapat ditimbulkan, sebab memang penerapan sistem ini membutukan biaya, tenaga dan waktu. Pertimbangan-pertimbangan yang dimaksud diantaranya adalah:
1. Studi kelayakan
Sebelum memasang sistem otomasi ini pimpinan beserta staf perpustakaan mengadakan studi formal untuk memastikan kelayakan sistem tersebut dan dibuktikan bahwa sistem tersebut dibutuhkan di perpustakaan, yaitu dengan melakukan secara independen pada sistem akan dipasang terkait dengan kebutuhan informasi, dan sasaran ideal perpustakaan.
Teknik pengumpulan data dari staf dan pemakai perpustakaan dilakukan dengan pendekatan interview dan atau observasi terhadap instansi atau lembaga (perpustakaan) yang sudah menerapkan sistem tersebut atau langsung kepada pembuat programnya, dan atau menggunakan sistem trial (uji coba) terhadap progam itu sendiri, sehingga dapat diketahui hal-hal yang seperti dikatakan oleh Qalbyubi, 2003:395, yaitu:
a. gambaran umum sistem yang ada
b. masalah-masalah yang ada
c. solusi yang memungkinkan
d. uraian biaya
e. keuntungan yang bisa diperoleh
f. gambaran kerja sebelumnya
g. skala dan waktu penerapan sistem baru
h. implikasi ke lapangan kerja, kebutuhan, dan kebijakan.
2. Analisis sistem
Analisis sistem bertujuan untuk menganalisis setiap aspek yang diselidiki dalam tujuan secara lebih mendalam. Dalam tahap analisis ini perbandingan sistem lama (manual) dan baru (otomasi) serta hal-hal yang belum terungkap dalam studi kelayakan akan lebih jelas terlihat. Dalam hal ini pihak pengembang mengadakan presentasi di depan pimpinan dan staf perpusakaan, yang kemudian dianalisa keefektifan dan keefisienan program.
3. Evaluasi
Setelah sistem baru tersebut berjalan beberapa waktu, pihak perpustakaan mengadakan evaluasi untuk melihat sistem baru tersebut sudah memenuhi atau mewakili kebutuhan yang sesungguhnya atau masih perlu didukung dengan fasilitas dan perangkat tambahan.
Penerapan otomasi di perpustakaan
Penerapan otomasi di perpustakaan bertujuan untuk meningkatkan mutu layanan, citra perpustakaan dan pustakawan itu sendiri. Pustakawan tidak lagi bekerja secara manual yang dapat mengurangi kesalahan-kesalahan karena kegiatan perpustakaan bersifat rutin. Penerapan sistem otomasi pada prinsipnya harus mewakili kegiatan rutin yang dilakukan perpustakaan sebagaimana dikatakan oleh Suwarno (2007:45) bahwa perpustakaan secara garis besar ada 3 (tiga) tugas yang harus dilakanakan:
1. Menghimpun informasi, yaitu meliputi kegiatan mencari, meyeleksi, mengisi perpustakaan dengan sumber informasi yang memadai baik dalam arti jumlah, jenis maupun mutu yang disesuaikan dengan kebijakan lembaga, ketersediaan dana, dan kebutuhan pemustaka. Dalam hal ini otomasi menjadi penting guna mendata berbagai sumber, yang kemudian dengan mudah dapat dilihat kembali tanpa harus membolak-balikkan kertas sebagaimana kerja manual.
2. Mengelola informasi, meliputi proses pengolahan, penyusunan, penyimpanan, pengemasan agar tersusun rapi dan mudah ditemukan. Dalam hal ini otomasi berperan penting dalam penyimpanan data bibliografinya sebagai wakil dokumen, dan kemudian akan mudah dalam proses temu kembalinya.
3. Memberdayakan informasi dan memberikan layanan secara optimal. Perpustakaan sebagai pusat sumber daya informasi dengan bantuan sistem otomasi akan memaksimalkan pemanfaatan informasi yang dikelolanya, dengan pendekatan kemudahan dan keakuratan pemustaka dalam mengakses informasi tersebut.
Manfaat otomasi
a. Mudah kelola
Mudah kelola yang dimaksud adalah memudahkan pengelolaan bahan pustaka dari mulai pengadaan hingga penyajian, termasuk di dalamnya adalah sistem pelayanannya.
b. Mudah simpan
Mudah simpan artinya bahan pustaka, utamanya data bibliografi disimpan dalam bentuk file di komputer. Data tidak perlu lagi disimpan di lemari katalog yang membutuhkan space yang besar.
c. Mudah temu kembali
Jika data sudah disimpan dalam bentuk file di komputer, maka sistem komputer dengan dibantu software tertentu akan memudahkan untuk temu kembali. Aplikasi temu kembali ini ada dalam bentuk Online Public Access Catalog (OPAC)
Wilayah yang diotomasi
Beberapa wilayah kerja di perpustakaan yang dapat diotomasikan, diantaranya adalah sebagai berikut:
Wilayah administrasi, misalnya untuk:
• Pendaftaran anggota
• Pembuatan kartu anggota
• Presensi Kunjungan
• Statistik
• Laporan-laporan
Wilayah pengelolaan bahan pustaka, misalnya untuk:
• Pengadaan
• Klasifikasi
• Stock opname
• Sistem temu kembali
Wilayah layanan, terbagi menjadi dua, yaitu layanan sirkulasi dan layanan referensi. Adapun yang sudah terotomasi pada umumnya adalah pada layanan sirkulasi, sebagaimanan pada bagan berikut:
Sedangkan pada layanan referensi masih banyak perpustakaan yang belum melakukan otomasi pada layanan ini. Pada layanan referensi ini menyangkut pengelolaan tentang:
- Buku tandon
- Jurnal, Skripsi, tesis
- Layanan CD ROM untuk Qur’an dan Hadits
- Informasi lainnya
Program otomasi tdak serta merta dapat dilakukan tanpa adanya perangkat yang menjadi pendukung utamanya. Beberapa perangkat otomasi yang digunakan oleh perpustakaan untuk otomasi diantaranya adalah:
• Program CDS-ISIS, WINISIN, SIPRUS, SENAYAN, DLL
• Komputer sirkulasi
• OPAC
• Dan lain-lain
Dari pemaparan ini dapat digarisbawahi bahwa di era global yang syarat dengan informasi ini, penerapan sistem komputerisasi (otomasi) perpustakaan bagi lembaga kependidikan pada khususnya sudah saatnya dilakukan. Hal ini sebagai ”tangan panjang” dunia pendidikan dalam rangka mengembangkan wawasan dan mengoptimalkan informasi yang dikelola yang mendukung pada tujuan pendidikan.