Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia, Buku Kesatu Hukum Dagang Menurut Kuhd Dan Kuhper
Krisis Kredit Macet perumahan telah meruntuhkan kejayaan para raksasa keuangan dunia. Luar biasa dasyat dampak krisis kredit macet perumahan (subprime mortgage) tahun lalu. Kredit macet itu tidak hanya merontokkan sektor keuangan Amerika Serikat, tapi juga mencetak ribuan pengangguran baru dan mengantarkan ekonomi negeri ini ke jurang resesi bahkan seluruh bursa dunia rontok.
Terburuk Pasca perang Dunia, tahun 1929 sejarah berulang “black Tuesday” menyerang bursa saham New York pada tahun 29 Oktober 1929, bursa kolaps karena ketidak seimbangan antara produksi dan konsumsi masyarakat di Amerika Serikat. Krisis begitu parah dan lama sehingga banyak pabrik, toko dan bank tutup. Masyarakat kehilangan tabungan dan tempat tinggal. Pada tahun 1932 seperempat penduduk Amerika Serikat menganggur, resesi baru berakhir pada tahun 1941, saat Amerika mulai terlibat. Tahun 2001 dipicu oleh ambruknya saham-saham perusahaan dotcom (teknologi informasi) serta serangan teroris kegedung World Trade Center pada tanggal 11 September 2001, ekonomi AS terguncang ketika itu ekonomi melambat hingga dikisaran nol persen. Pengangguran melonjak ke 5,4 persen akibat perusahaan raksasa seperti Lucent,Motorola, dan Hewiett-Packard, memecat puluhan ribu karyawan, agar tak terjun kejurang resesi. Bank sentral memangkas suku bunga paling agresif sepanjang 17 tahun.
Terjadi ketidak seimbangan antara supply dan demand, harga menjadi turun seperti contoh : Pada 10 agustus 2008 yang lalu, Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan krisis keuangan yang menjalar dari Amerika Serikat akan manageable alias masih bisa dikendalikan. Fundamental ekonomi masih mampu menopang pertumbuhan yang kuat, ujar Masood Ahmed juru bicara IMF, penuh percaya diri. Dua bulan kemudian keyakinan itu dalam World Economic Outlook, IMF memangkas semua proyeksi pertumbuhan ekonomi 2008 dan 2009. Amerika dan Eropa resesi bisa jadi menyeret negara-negara Asia, harga properti di Amerika terus melorot, indeks harga dimana-mana runtuh.
Langkah bank sentral di berbagai negara menurunkan suku bunga memang sempat menahan kejatuhan bursa, total nilai saham di seluruh dunia berkurang US $ 2,3 triliun atau hampir Rp 22 ribu triliun (kurs Rp 9500 per dolar Amerika).
Perkembangan ekonomi dan perdagangan akan diikuti oleh kebutuhan akan kredit dan pemberian fasilitas kredit ini memerlukan Jaminan demi keamanan Pemberian Kredit tersebut. Lembaga Jaminan termasuk bidang Hukum yang bersifat netral tidak mempunyai hubungan dengan kehidupan sprituil dan budaya bangsa, sehingga terhadap hukum ini tidak ada keberatannya diatur oleh segera. Hukum Jaminan yang akhir-akhir ini secara populer disebut The Economic Law (Hukum Ekonomi) yang mempunyai fungsi menunjang kemajuan ekonomi dan kemajuan pembangunan pada umumnya. Kegiatan-kegiatan demikian dilakukan warganegara Indonesia pada umumnya, karena kegiataan tersebut menjadi kebutuhan rakyat umumnya.
Kegiatan-kegiatan tersebut yang akhirnya memerlukan fasilitas Kredit dalam usahanya, mensyaratkan adanya Jaminan bagi pemberian Kredit tersebut demi keamanan modal dan kepastian hukum bagi si pemberi modal, disinilah arti pentingnya Lembaga Jaminan. Di Indonesia adanya lembaga Jaminan yang sederhana sebagai Jaminan kredit kecil yang diberikan kepada pengusaha kecil, petani kecil telah diusahakan. Semua itu dilakukan dalam bentuk yang sederhana, prosedur yang gampang, syarat yang tidak memberatkan dan dengan Jaminan yang ringan, memungkinkan mereka memperoleh Kredit dengan mudah dan cepat untuk mengembangkan usahanya. Pembangunan ekonomi termasuk di dalamnya Politik Ekonomi dari suatu negara, memegang peranan penting dalam penentuan cara-cara pemberian Kredit oleh Lembaga-lembaga Kredit. Sesuai dengan pertumbuhan ekonomi yang ada, menentukan Jumlah pemberian fasilitas Kredit dan Kredit-kredit Investasi dalam kehidupan Perusahaan dan Pertanian, perluasan Industri dan pembangunan pada umumnya. Juga keadaan pertumbuhan ekonomi demikian menentukan kemungkinan pemberian Kredit dengan Benda-benda Bergerak dan Tak Bergerak sebagai Jaminan. Di samping pemberian Kredit secara luas nampak adanya usaha untuk memberikan perlindungan dan stimulans bagi pihak ekonomi lemah, Pengusaha kecil dalam lingkup per kreditan serta memenuhi kebutuhan masyarakat dan fasilitas modal.
Bentuk Lembaga Jaminan sebagian besar mempunyai ciri-ciri Internasional, dikenal hampir di semua negara dan Perundang-undangan modern, bersifat menunjang perkembangan ekonomi dan per kreditan serta memenuhi kebutuhan masyarakat akan fasilitas modal.
Di Eropa khususnya negeri Belanda sebagian besar pembelian dan pembangunan perumahan rakyat dilakukan dengan jalan Pemberian Kredit dari Bank dengan Jaminan Hipotik atas perumahan yang akan dibelinya atau masih akan dibangunnya, asal tanahnya telah ada lebih dulu.
Dalam perkembangannya Perjanjian Utang Piutang atau Perjanjian Pinjam Meminjam/ Perjanjian Kredit. Memperoleh Kredit berarti memperoleh kepercayaan, perkataan Kredit berasal dari bahasa Latin Credo yang berarti: saya percaya. Atas dasar kepercayaan kepada sesorang yang memerlukannya memberikan uang, barang, jasa dengan syarat membayar kembali atau memberikan penggantiannya dalam suatu jangka waktu yang telah dijanjikan. Dalam kehidupan sehari-hari Perjanjian Kredit diartikan sebagai Pinjaman atau Utang.
Menurut Pasal 1 (ayat 11) UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibakan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Tujuan penyaluran Kredit:
1. Memperoleh pendapatan bank dari bunga Kredit.
2.Memanfatkan dan memproduktifkan dana-dana yang ada
3 Melaksanakan kegiatan operasional bank.
4.Memenuhi permintaan Kredit dari masyarakat.
5. Memperlancar lalu lintas pembayaran
6. Menambah modal kerja perusahaan
7.Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
Fungsi penyaluran Kredit sbb:
1. Menjadi motivator dan dinamisator peningkatan kegaiatan perdagangan dan perekonomian.
2. Memperluas lapangan kerja bagi masyarakat.
3. Memperlancar arus barang dan arus uang.
4. Meningkatkan hubungan internasional.
5. Meningkatkan produktivitas dana yang ada.
6. Meningkatkan daya guna barang
7. Meningkatkan kegairahan usaha masyarakat.
8. Memperbesar modal kerja perusahaan.
9 Meningkatkan “income percapita” masyarakat.
10. Mengubah cara pikir atau cara bertindak masyarakat untuk lebih ekonomis.
Dalam Perjanjian Utang Piutang/Perjanjian Pinjam Meminjam. Perjanjian Kredit tidak terlepas dari adanya suatu Perjanjian antara kedua belah pihak yaitu antara Kreditur dengan Debitur. Untuk itulah harus mengetahui Prestasi dalam suatu Perjanjian.
Sedangkan Perjanjian Utang Piutang yang berlaku khusus di dunia perbankan dinamakan dengan Perjanjian Kredit, merupakan Perjanjian Pokok. Dengan adanya Perjanjian Pokok diikuti dengan Perjanjian Jaminan. Perjanjian Jaminan adalah akan selalu mengikuti Perjanjian Pokoknya (Perjanjian Utang Piutang/ Perjanjian Pinjam Meminjam/ Perjanjian Kredit). Jika Perjanjian Pokoknya telah berakhir dibayar lunas, maka Perjanjian Jaminan otomatis ikut berakhir. Perjanjian Kredit dalam dunia perbankan yang diikuti dengan Perjanjian Jaminan. Agar pihak bank (Kreditur) memiliki kepastian hukum untuk mendapatkan pelunasan utang.
Maka Perjanjian Kredit dan Perjanjian Jaminan (Perjanjian Tambahan) berupa Akta Authentik (akta notaris) agar memiliki kekuatan Hukum untuk melakukan eksekusi, Jaminan/agunan apabila debitur wanprestasi atau ingkar janji. Setelah dipaparkan diatas mengenai kredit diikuti dengan Perjanjian Jaminan
Perjanjian Kredit diikuti dengan Perjanjian Jaminan. Agar pihak bank (Kreditur) memiliki kepastian hukum untuk mendapatkan pelunasan utang. Maka Perjanjian Kredit dan Perjanjian Jaminan (Perjanjian Tambahan) berupa Akta Authentik (akta notaris) agar memiliki kekuatan Hukum untuk melakukan eksekusi, Jaminan/agunan apabila debitur wanprestasi atau ingkar janji.
Selanjutnya akan akan menelusuri adanya krisis yang mengglobal dimana Badai ekonomi 2008 dipicu krisis Subprime mortgage atau kredit gagal bayar. Harga properti jatuh juga surat utang yang dijamin aset properti itu. Dahlia Ovtaviani Noferdie, gusar saat bank hanya menghargai rumahnya Di Castro Valley, San Fransisco, Amerika Serikat harga rumah turun menjadi US $ 100 Ribu. Pada hal sebelumnya harga rumah ditaksir US $ 800 Ribu dan saat ditagih membayar angsuran rumah melonjak menjadi US $ 6000, biasanya cukup merogoh US $ 3000 per bulan. Harga rumah hancur, tapi angsuran naik disini terjadi ketidak seimbangan penawaran (supply) lebih besar dari permintaan (demand). Banyak rumah yang tak terjual sedangkan harga rumah turun sedangkan angsuran yang akan dibayar oleh pembeli naik. Lembaga keuangan bankrut karena banyak yang tak mampu bayar. Contohnya: Ibu tiga anak dari perempuan Indonesia 28 tahun ini bergegas menyewa pengacara untuk mengurus persoalan rumahnya. Hasilnya pemerintah Amerika Serikat memberikan bantuan pada Dahlia cukup mencicil US $ 4000, lebih beruntung dibandingkan dengan tetangganya yang terpaksa angkat kaki dari rumah lantaran tak mampu membayar cicilan. Krisis ini juga membuat bisnis dahlia kesulitan, omzet delapan toko aksesoris dan sepatu di berbagai pusat perbelanjaan di San Fransisco menurun tajam dari US $ 1000 menjadi US$ 600 per toko per hari. Dahlia adalah salah satu dari ribuan penduduk Amerika Serikat yang kesulitan membayar kredit pemilikan rumah. Sebagian besar macet dan mulai memunculkan masalah di Amerika Serikat pada pertengahan tahun lalu. Kini masalah pada tutunan perbankan mulai mengguncang dunia, dampaknya di bursa saham nilai saham turun sampai US $ 2,3 Triliun. Krisis financial yang menimpa Amerika Serikat merembet dengan cepat ke seluruh dunia. Masing-masing pemerintahpun berusaha mecegah agar krisis tidak semakin dalam melumpuhkan perekonomian:
Dampak krisis subprime mortgage (Kredit perumahan) Amerika di Indonesia ada dua: a. Jalur finansial diukur dari kejatuhan indeks bursa saham dan nilai rupiah. b. Jalur perdagangan krisis membuat permintaan produk Indonesia turun.
Nilai ekspor Indonesia akan tertekan tetapi ekspor Indonesia ke Amerika hanya 13 % dari total ekspor Indonesia. Dengan demikan ketergantungan ekspor ke Amerika relatif kecil dibanding negara lain. Impor belanja barang ditekan dengan mengoptimalkan belanja modal atau pengadaan barng dari pasar domestik (produksi dalam negeri). Dampak krisis subprime secara global: pertumbuhan perekonomian dunia melambat.Karena krisis finansial global ini baru akan reda paling tidak dua tahun. Puncaknya di Amerika dan baru akan pulih tahun depan, restrukturisasi perbankan di Amerika juga akan memakan waktu.
Dalam Krisis Subprime di Amerika Serikat, Pada 1980, pemerintah bikin keputusan yang disebut ''Deregulasi Kontrol Moneter''. Intinya, dalam hal kredit rumah, perusahaan realestat diperbolehkan menggunakan variabel bunga. Maksudnya: boleh mengenakan bunga tambahan dari bunga yang sudah ditetapkan secara pasti. Peraturan baru itu berlaku dua tahun kemudian. Inilah peluang besar bagi banyak sektor usaha: realestat, perbankan, asuransi, broker, underwriter, dan seterusnya. Peluang itulah yang dimanfaatkan perbankan secara nyata. Begini ceritanya: Sejak sebelum 1925, di AS sudah ada UU Mortgage. Yakni, semacam undang-undang kredit pemilikan rumah (KPR). Semua warga AS, asalkan memenuhi syarat tertentu, bisa mendapat mortgage (anggap saja seperti KPR, meski tidak sama).
Dengan gambaran ekonomi AS berkembang pesat dan kesejahteraan rakyatnya meningkat. Semua orang lantas mampu membeli kebutuhan hidupnya. Kulkas, TV, mobil, dan rumah laku dengan kerasnya. Semakin banyak yang bisa membeli barang, ekonomi semakin maju lagi.
Karena itu, AS perlu banyak sekali barang. Barang apa saja. Kalau tidak bisa bikin sendiri, datangkan saja dari Tiongkok atau Indonesia atau negara lainnya. Itulah yang membuat Tiongkok bisa menjual barang apa saja ke AS yang bisa membuat Tiongkok punya cadangan devisa terbesar di dunia: USD 2 triliun! Sudah lebih dari 60 tahun cara ''membesarkan' ' perusahaan seperti itu dilakukan di AS dengan suksesnya. Itulah bagian dari ekonomi kapitalis. AS dengan kemakmuran dan kekuatan ekonominya lalu menjadi penguasa dunia. Tapi, itu belum cukup. Yang makmur harus terus lebih makmur. Punya toilet otomatis dianggap tidak cukup lagi: harus computerized! Bonus yang sudah amat besar masih kurang besar. Laba yang terus meningkat harus terus mengejar langit. Ukuran perusahaan yang sudah sebesar gajah harus dibikin lebih jumbo. Langit, gajah, jumbo juga belum cukup.
Ketika semua orang sudah mampu beli rumah, mestinya tidak ada lagi perusahaan yang jual rumah. Tapi, karena perusahaan harus terus meningkat, dicarilah jalan agar penjualan rumah tetap bisa dilakukan dalam jumlahyang kian banyak. Kalau orangnya sudah punya rumah, harus diciptakan agar kucing atau anjingnya juga punya rumah. Demikian juga mobilnya.
Tapi, ketika anjingnya pun sudah punya rumah, siapa pula yang akan beli rumah? Kalau tidak ada lagi yang beli rumah, bagaimana perusahaan bisa lebih besar? Bagaimana perusahaan penjamin bisa lebih besar? Bagaimana perusahaan alat-alat bangunan bisa lebih besar? Bagaimana bank bisa lebih besar? Ada jalan baru. Pemerintah AS-lah yang membuat jalan baru itu. Pada 1980, pemerintah bikin keputusan yang disebut ''Deregulasi Kontrol Moneter''. Intinya, dalam hal kredit rumah, perusahaan realestat diperbolehkan menggunakan variabel bunga. Maksudnya: boleh mengenakan bunga tambahan dari bunga yang sudah ditetapkan secara pasti. Peraturan baru itu berlaku dua tahun kemudian. Inilah peluang besar bagi banyak sektor usaha: realestat, perbankan, asuransi, broker, underwriter, dan seterusnya. Peluang itulah yang dimanfaatkan perbankan secara nyata. Begini ceritanya: Sejak sebelum 1925, di AS sudah ada UU Mortgage. Yakni, semacam undang-undang kredit pemilikan rumah (KPR). Semua warga AS, asalkan memenuhi syarat tertentu, bisa mendapat mortgage (anggap saja seperti KPR, meski tidak sama). Misalnya, kalau gaji seseorang sudah Rp 100 juta setahun, boleh ambil mortgage untuk beli rumah seharga Rp 250 juta. Cicilan bulanannya ringankarena mortgage itu berjangka 30 tahun dengan bunga 6 persen setahun. Negara-negara maju, termasuk Singapura, umumnya punya UU Mortgage. Yang terbaru adalah UU Mortgage di Dubai. Sejak itu, penjualan properti di Dubai naik 55 persen. UU Mortgage tersebut sangat ketat dalam menetapkan syarat orang yang bisa mendapat mortgage. Dengan keluarnya ''jalan baru'' pada 1980 itu, terbuka peluang untuk menaikkan bunga. Bisnis yang terkait dengan perumahan kembali hidup. Bank bisa dapat peluang bunga tambahan. Bank menjadi lebih agresif. Juga para broker dan bisnis lain yang terkait.
Tapi, karena semua orang sudah punya rumah, tetap saja ada hambatan. Maka,ada lagi ''jalan baru'' yang dibuat pemerintah enam tahun kemudian. Yakni,tahun 1986.
Pada 1986 itu, pemerintah menetapkan reformasi pajak. Salah satu isinya: pembeli rumah diberi keringanan pajak. Keringanan itu juga berlaku bagi pembelian rumah satu lagi. Artinya, meski sudah punya rumah, kalau mau beli rumah satu lagi, masih bisa dimasukkan dalam fasilitas itu.
Di negara-negara maju, sebuah keringanan pajak mendapat sambutan yang luar biasa. Di sana pajak memang sangat tinggi. Bahkan, seperti di Swedia atau Denmark , gaji seseorang dipajaki sampai 50 persen. Imbalannya, semua keperluan hidup seperti sekolah dan pengobatan gratis. Hari tua jugaterjamin. Dengan adanya fasilitas pajak itu, gairah bisnis rumah meningkat drastic menjelang 1990. Dan terus melejit selama 12 tahun berikutnya.
Kredit yang disebut mortgage yang biasanya hanya USD 150 miliar setahun langsung menjadi dua kali lipat pada tahun berikutnya. Tahun-tahun berikutnya terus meningkat lagi. Pada 2004 mencapai hampir USD 700 miliar setahun. Kata ''mortgage'' berasal dari istilah hukum dalam bahasa Prancis. Artinya: matinya sebuah ikrar. Itu agak berbeda dari kredit rumah. Dalam mortgage, Anda mendapat kredit. Lalu, Anda memiliki rumah. Rumah itu Anda serahkan kepada pihak yang memberi kredit. Anda boleh menempatinya selama cicilan Anda belum lunas. Karena rumah itu bukan milik Anda, begitu pembayaran mortgage macet, rumah itu otomatis tidak bisa Anda tempati. Sejak awal ada ikrar bahwa itu bukan rumah Anda. Atau belum. Maka, ketika Anda tidak membayar cicilan, ikrar itu dianggap mati. Dengan demikian, Anda harus langsung pergi dari rumah tersebut. Lalu, apa hubungannya dengan bangkrutnya investment banking seperti Lehman Brothers?
Gairah bisnis rumah yang luar biasa pada 1990-2004 itu bukan hanya karena fasilitas pajak tersebut. Fasilitas itu telah dilihat oleh ''para pelaku bisnis keuangan'' sebagai peluang untuk membesarkan perusahaan dan meningkatkan laba. Warga terus dirangsang dengan berbagai iklan dan berbagai fasilitas mortgage. Jor-joran memberi kredit bertemu dengan jor-joran membeli rumah. Harga rumah dan tanah naik terus melebihi bunga bank. Akibatnya, yang pintar bukan hanya orang-orang bank, tapi juga para pemilik rumah. Yang rumahnya sudah lunas, di-mortgage- kan lagi untuk membeli rumah berikutnya. Yang belum memenuhi syarat beli rumah pun bias mendapatkan kredit dengan harapan toh harga rumahnya terus naik. Kalau toh suatu saat ada yang tidak bisa bayar, bank masih untung. Jadi, tidak ada kata takut dalam memberi kredit rumah. Tapi, bank tentu punya batasan yang ketat sebagaimana diatur dalam undang-undang perbankan yang keras. Sekali lagi, bagi orang bisnis, selalu ada jalan. Jalan baru itu adalah ini: bank bisa bekerja sama dengan ''bank jenis lain'' yang disebut investment banking. Apakah investment banking itu bank? Bukan. Ia perusahaan keuangan yang ''hanya mirip'' bank. Ia lebih bebas daripada bank. Ia tidak terikat peraturan bank. Bisa berbuat banyak hal: menerima macam-macam ''deposito'' dari para pemilik uang, meminjamkan uang, meminjam uang, membeli perusahaan, membeli saham, menjadi penjamin, membeli rumah, menjual rumah, private placeman, dan apa pun yang orang bisa lakukan. Bahkan, bisa melakukan apa yang orang tidak pernah memikirkan! Lehman Brothers, Bear Stern, dan banyak lagi adalah jenis investment banking itu. Dengan kebebasannya tersebut, ia bisa lebih agresif. Bisa memberi pinjaman tanpa ketentuan pembatasan apa pun. Bisa membeli perusahaan dan menjualnya kapan saja. Kalau uangnya tidak cukup, ia bisa pinjam kepada siapa saja:kepada bank lain atau kepada sesama investment banking. Atau, juga kepada orang-orang kaya yang punya banyak uang dengan istilah ''personal banking''. Saya sering kedatangan orang dari investment banking seperti itu yang menawarkan banyak fasilitas.
Di AS, setiap orang punya rating. Tinggi rendahnya rating ditentukan oleh besar kecilnya penghasilan dan boros-tidaknya gaya hidup seseorang. Orang yang disebut prime adalah yang ratingnya 600 ke atas. Setiap tahun orang bisa memperkirakan sendiri, ratingnya naik atau turun. Kalau sudah mencapai 600, dia sudah boleh bercita-cita punya rumah lewat mortgage. Kalau belum 600, dia harus berusaha mencapai 600. Bisa dengan terus bekerja keras agar gajinya naik atau terus melakukan penghematan pengeluaran.Tapi, karena perusahaan harus semakin besar dan laba harus kian tinggi,pasar pun digelembungkan. Orang yang ratingnya baru 500 sudah ditawari mortgage. Toh kalau gagal bayar, rumah itu bisa disita. Setelah disita, bisa dijual dengan harga yang lebih tinggi dari nilai pinjaman. Tidak pernah dipikirkan jangka panjangnya. Jangka panjang itu ternyata tidak terlalu panjang. Dalam waktu kurang dari 10 tahun, kegagalan bayar mortgage langsung melejit. Rumah yang disita sangat banyak. Rumah yang dijual kian bertambah. Kian banyak orang yang jual rumah, kian turun harganya. Kian turun harga, berarti nilai jaminan rumah itu kian tidak cocok dengan nilai pinjaman. Itu berarti kian banyak yang gagal bayar. Bank atau investment banking yang memberi pinjaman telah pula menjaminkan rumah-rumah itu kepada bank atau investment banking yang lain. Yang lain itu menjaminkan ke yang lain lagi. Yang lain lagi itu menjaminkan ke yang beriktunya lagi. Satu ambruk, membuat yang lain ambruk. Seperti kartu domino yang didirikan berjajar. Satu roboh menimpa kartu lain. Roboh semua. Berapa ratus ribu atau juta rumah yang termasuk dalam mortgage itu? Belum ada data. Yang ada baru nilai uangnya. Kira-kira mencapai 5 triliun dolar. Jadi, kalau Presiden Bush merencanakan menyuntik dana APBN USD 700 miliar, memang perlu dipertanyakan: kalau ternyata dana itu tidak menyelesaikan masalah, apa harus menambah USD 700 miliar lagi? Lalu, USD 700 miliar lagi? Itulah yang ditanyakan anggota DPR AS sekarang, sehingga belum mau menyetujui rencana pemerintah tersebut. Padahal, jumlah suntikan sebanyak USD 700 miliar itu sudah sama dengan pendapatan seluruh bangsa dan Negara Indonesia dijadikan satu. Jadi, kita masih harus menunggu apa yang akan dilakukan pemerintah dan rakyat AS.. Juga masih menunggu data berapa banyak perusahaan dan orang Indonesia yang ''menabung'' - kan uangnya di lembaga-lembaga investment banking yang kini lagi pada kesulitan itu. Sebesar tabungan itulah Indonesia akan terseret ke dalamnya. Rasanya tidak banyak, sehingga pengaruhnya tidak akan sebesar pengaruhnya pada Singapura, Hongkong, atau Tiongkok.. Singapura dan Hongkong terpengaruh besar karena dua negara itu menjadi salah satu pusat beroperasinya raksasa-raksasa keuangan dunia. Sedangkan Tiongkok akan terpengaruh karena daya beli rakyat AS akan sangat menurun, yang berarti banyak barang buatan Tiongkok yang tidak bisa dikirim secara besar-besaran ke sana.
0 komentar:
Posting Komentar