Penelitian Dan Praktek Manajemen Sumber Daya Manusia
Transformasi merupakan suatu proses untuk mengubah input menjadi suatu output yang memiliki nilai bagi suatu organisasi. Budaya organisasi dalam mempengaruhi kemampuan beradaptasi terhadap suatu perubahan yang disebut dengan adaptasi, namun sering sekali budaya lama tidak memberikan nilai-nilai yang sesuai dengan lingkungan baru. Dalam konteks ini, organisasi harus memahami dan menyesuaikan diri dengan nilai-nilai baru, proses manajemen, dan cara berkomunikasi yang dibuat menunjang perubahan dan dapat dilaksanakan secara efektif (Bruss & Ross, 1993). Dalam organisasi yang mengalami suatu perubahan baru, anggota pada organisasi pada umumnya berbagi tujuan sehingga dapat bekerjasama dengan baik tanpa harus bersaing satu sama lain (Choi & Lee, 2002; Andrew & Stalick, 1994).
Berbagi pengetahuan pada organisasi akan memberikan kontribusi terhadap kinerja organisasi terutama pada peningkatan kualitas layanan Matzler et. al., (2008). Budaya organisasi dalam berbagi pengetahuan akan memberikan dukungan terhadap karyawan dalam meningkatkan kemampuannya melalui pelatihan dalam grup diskusi untuk berbagi pengetahuan. Pada penelitian ini menggunakan teori Detert et., al (2000) dalam melakukan penilaian pengaruh budaya organisasi terhadap karyawan (termasuk key user) dalam mendukung keberhasilan implementasi suatu program inovasi.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh para pimpinan disuatu organisasi secara individu maupun kelompok agar dapat menggerakkan kemampuan organisasi dalam membangun daya saing melalui berbagi pengetahuan dengan departemen lain, mengikuti pelatihan dan diskusi (Slater & Narver, 1995). Sharing knowledge akan eningkatkan pemahaman antara sesama anggota sehingga antara anggota akan saling mendukung serta meningkatkan kinerja dan akhirnya akan menemukan proses kerja yang terbaik bagi organsiasi. Sedangkan penelitian Matzler et. al., (2008) yang menyatakan bahwa berbagi pengetahuan sangat penting bagi organisasi untuk dapat mengembangkan keahlian dan kompetensi, meningkatkan nilai bagi organisasi, dan dapat menjaga daya saing sebab inovasi didapatkan berasal dari berbagi pengetahuan antara orang persoal di dalam organisasi. Penelitian Nonaka dan Tageuchi dalam Matzler et. al., (2008) yang menyatakan berbagi pengetahuan diperlukan untuk mentransformasikan ide dan konsep kedalam produk dan layanan bagi organisasi dalam melakukan inovasi. Sharing knowledge akan memberikan dampak pada peningkatan kompetensi individu pada organisasi. kompetensi didefinisikan oleh Spencer & Spencer (1993) yakni: Pengetahuan, informasi yang dimiliki seseorang di area yang spesifik; dan keahlian, kemampuan untuk melakukan suatu tugas mental dan fisik; dianggap sebagai kompetensi dasar dan paling siap untuk dikembangkan dan dilatih melalui latihan dan pengalaman. Tiga karakteristik personaliti lainnya, motivasi, sikap, dan konsep diri, dinilai sulit untuk dilatih dan dikembangkan sehingga akan memunculkan team work pada organisasi.
Pengembangan team work berawal dari pembentukan team yang memiliki kombinasi orang-orang dengan keahlian yang tepat dan bersedia bekerjasama dengan orang lain sebagai suatu team work Dufrene and Lehman (2002). Menurut Dufrene and Lehman (2002) bahwa pembentukan team work memiliki empat tahap yakni tahap pertama bermula dari kesepakatan awal mengapa team perlu dibentuk, dan apa tanggung jawab dan wewenang yang dimiliki oleh team. Tahap kedua menciptakan kondisi agar team tersebut dapat sukses diantaranya ketersediaan sumber daya yang dibutuhkan meliputi peralatan, perlengkapan, modal, dan sumber daya manusia yang berkualitas dibidangnya masing-masing. Oleh karena itu dukungan dari manajemen organisasi sangat dibutuhkan. Tahap ketiga, team harus dibentuk dengan pondasi yang kuat yakni leader/pemimpin, visi misi yang jelas, komitmen anggota team untuk melaksanakan apa yang telah disepakati. Tahap terakhir, manajemen organisasi memberikan dukungan yang penuh terhadap team agar menjadi lebih baik.
Sekelompok kerja yang memiliki keahlian (skills) dan memiliki komitmen untuk mencapai tujuan dan target yang sama disebut merupakan team. Team yang berkerja bersama-sama disebut teamwork, dimana teamwork mewakili suatu kesatuan nilai yang menganjurkan anggotanya untuk saling mendengarkan, memberikan respon yang membangun, mendukung dan mengapresiasi keinginan dan kesuksesan anggota team (Hu, et al., 2009). Kesatuan nilai tersebut akan memantu team untuk berprestasi dan juga memotivasi timbulnya prestasi individual maupun prestasi organisasi secara keseluruhan, team juga akan menentukan hubungan antara anggota dan manajemen organisasi serta peranannya terhadap kinerja organisasi (Moultrie, et. al., 2007), dengan adanya loyalitas yang lebih diberikan kepada organisasi yang disebut dengan Organizational Citizenship Behavior.
Menurut Thoha (2003) bahwa organisasi adalah suatu wadah tempat kumpulan orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu. Keberadaan organisasi ditandai oleh : pertama, adanya kelompok atau kumpulan orang yang saling terikat; kedua adanya hubungan yang harmonis dalam kerjasama dan ketiga adalah hubungan kerjasama atas dasar penetapan hak, kewajiban dan tanggungjawab tertentu. Organisasi eksis karena adanya suatu sistem kerjasama didalamnya dan sekalipun dalam organisasi telah ada struktur formal dan kendali namun tanpa adanya sistem kerjasama maka eksistensi organisasi masih dipertanyakan Sedangkan penelitian Somech dan Zahavy (2004) Organizational Citizenship Behavior adalah perilaku karyawan yang tidak nampak baik terhadap rekan kerja maupun terhadap organisasi, dimana perilaku tersebut melebihi dari perilaku standard yang ditetapkan organisasi dan memberikan manfaat bagi organisasi. Stamper & Dyne (2004) mendefinisikan konsep ini sebagai perilaku karyawan yang tidak nampak, tidak langsung dan tidak secara eksplisit diketahui dari sistem reward yang pada akhirnya secara agregat akan mendorong efektifitas fungsi-fungsi dalam organisasi. Penelitian yang dilakukan oleh S. Pantja Djati (2009) terhadap sejumlah perguruan tinggi swasta di Surabaya menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara OCB dari staff administrasi tata usaha jurusan terhadap tingkat layanan jasa (service quality) yang diberikan. Semakin tinggi OCB maka semakin tinggi pula service quality yang diberikan dan demikian pula sebaliknya. Sehingga dapat disimpulkan pentingnya penanaman dan peningkatan OCB dari karyawan untuk dapat memberikan kualitas layanan yang terbaik bagi konsumen.
Penelitian ini membahas tentang lima pertanyaan penelitian yakni pertama, sharing knowledge yang terjadi dalam POLWILTABES Surabaya meningkatkan Organizational Citizenship Behavior; kedua, sharing knowledge yang terjadi dalam POLWILTABES Surabaya meningkatkan efektifitas team work; ketiga, efektifitas team work meningkatkan Organizational Citizenship Behavior; keempat, efektifitas team work meningkatkan dan menghasilkan best operational practice dan kelima, Organizational Citizenship Behavior meningkatkan dan menghasilkan best operational practice.
Kerangka Konseptual
Penelitian ini mengamati tentang dampak sharing knowledge untuk menghasilkan dan meningkatkan best operational practice melalui efektifitas team work dan Organizational Citizenship Behavior di POLWILTABES Surabaya (Gambar 1). Sharing knowledge diawali daril interaksi antar individu akan membentuk suatu kelompok atau group kerja di perusahaan, sedangkan kelompok kerja yang memiliki keahlian disebut dengan istilah team work (Nelson & Tonks, 2007). Kelompok kerja perlu dikembangkan untuk dapat memberikan agar antara karyawan dapat berkomunikasi dan memiliki hubungan yang baik di dalam departemennya, antar departemen dan antar organisasi (Adejimola, 2008). Komunikasi yang baik di dalam organisasi akan meningkatkan hubungan kerja yang intens dan cepat tidak adanya batasan-batasan antara individu dengan individu maupun antara departemen dengan departemen dalam organisasi sehingga tercipta hubungan kerja yang efektif dan akan menjadi team work yang kuat dan menciptakan budaya kerja sehingga memberikan kinerja pada organisasi (Banerjee, 2003).
Sharma & Kodali (2008) menyatakan bahwa best practice operational organisasi disamakan dengan best manufacture yang didefenisikan dengan suatu proses yang dijalankan oleh orang-orang di organisasi untuk meberikan nilai yang lebih baik pada produk, dimulai pada saat bahan baku masuk dan ditransformasikan ke dalam produk jadi untuk memberikan kinerja terbaik organisasi. Penelitian Roth, et al., 1992 mendefenisikannya bahwa suatu proses yang dinamis yang menghasilkan sesuatu yang unik, memiliki daya saing, yang ditntukan oleh pelanggan dan pemasok dalam melakukan kemampuan proses produksi yang dilakukan perbaikan secara berkelanjutan pada material, tenaga kerja, teknologi, alur informasi yang bersinergi dan memberikan daya saing di pasar. Hall (1987) pada Sharma & Kodali (2008) menyatakan bahwa best practice meliputi total kualitas, just in time dan pengembangan tenaga kerja yang akan memberikan secara penuh kepada daya saing perusahaan. Best practice dapat memberikan ke arah depan status organisasi menjadi organisasi memiliki citra yang sangat baik dan dapat memberikan pilar bagi organisasi.
Gambar Kerangka Konsep penelitian
Berdasarkan dari kerangka konseptual diatas maka didapatkan beberapa hubungan atau pengaruh antara variabel penelitian yang satu dengan variabel penelitian yang lain yakni:
H1 : “Sharing knowledge” meningkatkan “efektifitas team work” dalam organisasi POLWILTABES Surabaya.
H2 : “Sharing knowledge” meningkatkan “Organizational Citizenship Behavior” dalam organisasi POLWILTABES Surabaya.
H3 : “Efektifitas team work” meningkatkan “Organizational Citizenship Behavior” dalam organisasi POLWILTABES Surabaya.
H4 : “Efektifitas team work” menghasilkan dan meningkatkan “Best operational practice” dalam organisasi POLWILTABES Surabaya.
H5 : “Organizational Citizenship Behavior” menghasilkan dan meningkatkan “Best operational practice” dalam organisasi POLWILTABES Surabaya.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini mengamati tentang dampak sharing knowledge untuk menghasilkan dan meningkatkan best operational practice melalui efektifitas team work dan Organizational Citizenship Behavior di POLWILTABES Surabaya. Pengambilan sampel data dilakukan dengan cara dengan menerapkan Judgmental sampling yakni pengambilan data dilakukan pada organisasi kepolisian POLWILTABES yang telah ditentukan oleh pihak organisasi POLWILTABES untuk mengisi kuisioner. Jumlah kuisioner yang disebarkan kepada bintara 217 kuisioner dan yang kembali 216 kuisioner dan dapat diolah lebih lanjut sebanyak 195 kuisioner dengan rate sebesar 90,27 %, sedangkan untuk Perwira dengan penyebaran kuisioner sebanyak 71 kuisioner dan yang kembali 71 kuisioner dan dapat diolah lebih lanjut sebanyak 61 kuisioner, dimana 10 responden tidak lengkap mengisi item pertanyaan dan respon rate sebanyak 85,91 %. Secara keseluruhan respon rate pada penelitian ini sebesar 88,89 %. Pengambilan data dilakukan dengan pengisian kuisioner yang bersifat tertutup yaitu pertanyaan yang dibuat sedemikian rupa hingga responden dibatasi dalam memberi jawaban kepada beberapa alternatif saja atau kepada satu jawaban saja.
Untuk menguji hipotesis pertama sampai dengan hipotesis yang delapan, dan menghasilkan suatu model yang layak (fit), maka analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan Partial Least Square (PLS) dengan proses perhitungan dibantu program aplikasi software Smart PLS. Model pengukuran atau outer model dengan indikator refleksif dievaluasi dengan convergent dan discriminant validity dari indikatornya dan composite realibility untuk blok indikator. Sedangkan outer model dengan indikator formatif dievaluasi berdasarkan pada substantive content-nya yaitu dengan membandingkan besarnya relative weight dan melihat signifikansi dari ukuran weight tersebut (Solimun, 2007).
Model struktural atau inner model dievaluasi dengan melihat persentase varian yang dijelaskan yaitu dengan melihat R2 (R-square variabel eksogen) untuk konstruk laten dependen dengan menggunakan ukuran Stone-Geisser Q Square test dan juga melihat besarnya koefisien jalur strukturalnya. Stabilitas dari estimasi ini dievaluasi dengan menggunakan uji t-statistik yang didapat lewat prosedur bootstrapping.
Hasil Uji Validitas Dan Reliabilitas
Sebuah instrumen dikatakan valid jika mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang variabel yang dimaksud. Teknik yang digunakan untuk uji validitas ini yakni teknik korelasi product moment (berdasarkan tabel koefesien korelasi, Bhattacharya, et.al., 1972 ) butir dinyatakan valid jika koefisien korelasi hitung ≥ koefisien korelasi tabel.
Uji validitas digunakan untuk mengetahui valid tidaknya suatu instrumen pengukuran. Validitas adalah taraf sejauh mana alat ukur mampu mengukur apa yang seharusnya diukur. Prinsip validitas mengandung dua unsur yang tidak dapat dipisahkan yaitu kecermatan dan ketelitian. Alat ukur yang valid tidak sekedar mampu mengungkapkan data dengan tepat, tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut. Valid tidaknya suatu instrumen dapat diihat dari nilai koefisien korelasi antara skor item dengan skor totalnya pada taraf signifikansi 5%. Pengujian terhadap kesesuaian model melalui pengujian validasi pada PLS dilakukan dengan Goodness of fit outer model.
Model pengukuran atau outer model dengan indikator refleksif dievaluasi dengan convergent dan discriminant validity dari indikatornya dan composite realibility untuk blok indikator. Sedangkan outer model dengan indikator formatif dievaluasi berdasarkan pada substantive content-nya yaitu dengan membandingkan besarnya relative weight dan melihat signifikansi dari ukuran weight tersebut (Solimun, 2007). Outer model sering juga disebut dengan outer relation atau measurment model yang didefenisikan bagaimana setiap blok indikator berhubungan dengan variabel latennya.
Convergent Validity
Korelasi antara skor indikator refleksif dengan skor variabel latennya. Indikator individu dianggap reliable jika memiliki nilai korelasi atau loading 0.5 sampai 0.6. Nilai korelasi ini dianggap cukup karena merupakan tahap awal pengembangan skala pengukuran dan jumlah indikator per konstruk tidak besar, berkisar antara 3 sampai 7 indikator.
Gambar Faktor loading dan Struktural Model
Berdasarkan Gambar, hasil model struktural yang diteliti menunjukkan hubungan antara indikator dengan masing-masing variabel yang ditunjukkan dengan besarnya nilai bobot faktor. Variabel sharing knowledge sebagai variabel diukur dari empat item indikator yakni memberi informasi pada rekan kerja (X11) dengan bobot faktor 0,675; memberi saran yang kreatif dan inovatif (X12) dengan bobot faktor 0,858; membantu memberikan orientasi kepada sesama anggota (X13) dengan bobot faktor 0,808; dan terbuka dalam menerima kritikan (X14) dengan bobot faktor 0,813. Melihat hasil korelasi antara indikator dengan variabelnya telah memenuhi convergent validity karena semua loading factor berada di atas 0,5.
Variabel efektifitas team work sebagai variabel diukur dari lima item indikator yakni menginformasikan tugas baru kepada rekan kerja (X21) dengan bobot faktor 0,653; membantu rekan kerja yang memiliki banyak pekerjaan (X22) dengan bobot faktor 0,718; membantu teman dari departemen yang berbeda (X23) dengan bobot faktor 0,587; ada rekan yang mengalami kesulitan atau ada komplain dari masyarakat maka rekan yang lain akan membantu (X24) dengan bobot faktor 0,413 dan terakhir adalah dalam melaksanakan tugas hampir semua petugas bekerja keras demi tercapainya tujuan organisasi (X25) dengan bobot faktor 0,664. Melihat hasil korelasi antara indikator dengan variabelnya telah tidak memenuhi convergent validity pada loading factor di X24 berada dibawah 0,5; untuk X24 dikeluarkan pada proses selanjutnya dan program java web start dijalankan lagi.
Variabel OCB (Organizational Citizenship Behaviour) sebagai variabel diukur dari empat item indikator yakni kepatuhan kerja (X31) dengan bobot faktor 0,759; loyalitas pada pekerjaan (X32) dengan bobot faktor 0,32; berpartisipasi aktif (X33) dengan bobot faktor 0,641; dan moral kerja (X34) dengan bobot faktor 0,624. Melihat hasil korelasi antara indikator dengan variabelnya telah memenuhi convergent validity pada loading factor yang semua berada diatas 0,5.
Variabel best operating procedure sebagai variabel diukur dari enam item indikator yakni kecepatan kerja (X41) dengan bobot faktor 0,636; metode dan prosedur kerja (X42) dengan bobot faktor 0,577; kualitas kerja (X43) dengan bobot faktor 0,808; Keakuratan kerja (X44) dengan bobot faktor 0,823; ketahanan kerja (X45) dengan bobot faktor 0,687 dan terakhir adalah kemampuan kerja (X46) dengan bobot faktor 0,636. Melihat hasil korelasi antara indikator dengan variabelnya telah memenuhi convergent validity pada loading factor yang semua berada diatas 0,5.
Discriminant Validity
Pengukuran indikator refleksif berdasarkan cross loading dengan variabel latennya. Metode lain dilakukan dengan membandingkan nilai square root of average variance extracted (AVE) setiap konstruk, dengan korelasi antar konstruk lainnya dalam model. Jika nilai pengukuran awal kedua metode tersebut lebih baik dibandingkan dengan nilai konstruk lainnya dalam model, maka dapat disimpulkan konstruk tersebut memiliki nilai discriminant validity yang baik, dan sebaliknya. Direkomendasikan nilai pengukuran harus lebih besar dari 0.50.
Pada lampiran cross loading output PLS menunjukkan sejumlah data bahwa korelasi indikator dengan variabelnya lebih tinggi dibandingkan korelasi indikator dengan variabel lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa variabel memprediksi indikatornya pada blok mereka lebih baik dibandingkan dengan indikator blok lainnya.
Tabel Hasil Average variance Extracted pada Output PLS
Variabel
|
ppAverage variance extracted (AVE)
|
Akar Average variance extracted
(AVE)
|
Sharing
|
0.597
|
0,723
|
Team Work
|
0.584
|
0,764
|
OCB
|
0.603
|
0,777
|
BOP
|
0.561
|
0,749
|
Sumber : Hasil PLS dari pengolahan data primer (2010)
Discriminant validity dapat juga dilakukan dengan membandingkan nilai akar Average Variance Extracted (AVE) pada Tabel, setiap konstruk dengan korelasi antara konstruk dengan konstruk lainnya. Korelasi antara konstruk terdapat pada Tabel.
Tabel Hasil Correlations of the latent variabels Output PLS
Variabel
|
Shraing
|
Team Work
|
OCB
|
BOP
|
Shraing
|
0,723
|
|
|
|
Team Work
|
0.634
|
0,764
|
|
|
OCB
|
0.59
|
0.634
|
0,777
|
|
BOP
|
0.497
|
0.608
|
0.664
|
0,749
|
Sumber : Hasil PLS dari pengolahan data primer (2010)
Berdasarkan penjelasan diatas bahwa korelasi antara variabel dengan indikatornya yang telah memenuhi discriminant validity dengan nilai AVE lebih besar dari 0,50; dan nilai akar AVE lebih besar dari nilai korelasi antara konstruk dengan konstruk lainnya.
Composite Reliability
Indikator blok yang mengukur konsistensi internal dari indikator pembentuk konstruk, menunjukkan derajat yang mengindikasikan common latent (unobserved). Nilai batas yang diterima untuk tingkat reliabilitas komposit adalah 0.7, walaupun bukan merupakan standar absolut. Pada Tabel; yang merupakan output dari software PLS didapatkan data sebagai berikut: untuk variabel sharing knowledge sebesar 0,875; efektifitas team work sebesar 0,855; OCB sebesar 0,849; dan best operational practice sebesar 0,820. Persyaratan nilai composite reliability telah terpenuhi oleh semua variabel dengan nilai berada diatas 0,7.
Tabel Hasil Composite Reliability pada Output PLS
Variabel
|
Composite Reliability
|
Shraing
|
0.875
|
Team Work
|
0.855
|
OCB
|
0.849
|
BOP
|
0.820
|
Sumber : Hasil PLS dari pengolahan Data Primer (2010)
Ringkasan hasil yang diperoleh dalam model struktural dan nilai yang direkomendasikan untuk mengukur kelayakan model. Hasil-hasil yang ada model struktural telah menunjukkan bahwa seluruh kriteria yang digunakan mempunyai nilai yang baik dan oleh karena itu model ini telah dapat diterima (Tabel 4).
Tabel Evaluasi Kriteria Indeks-Indeks Kesesuaian Model Struktural
Kriteria
|
Hasil
|
Nilai Kritis
|
Evaluasi Model
|
Outer Model
|
|||
Convergent Validity
|
Sharing knowledge (terendah
= 0,675)
(terendah
= 0,725)
Efektifitas team work (terendah = 0,587)
OCB (terendah = 0,614)
BOP (terendah = 0,636)
|
³
0,5
|
Baik
|
Discriminant Validity (Akar AVE semua lebih besar
nilai hubungan antar konstruk)
|
Sharing knowledge = 0,597
Efektifitas team work = 0,584
OCB = 0,603
BOP = 0,561
|
AVE ³
0,5
|
Baik
|
Composite Reliability
|
Sharing knowledge = 0,875
Efektifitas team work = 0,855
OCB = 0,849
BOP = 0,820
|
³
0,7
|
Baik
|
Pengujian Inner Model
Hipotesis statistik untuk inner model yakni variabel laten eksogen terhadap endogen. Berdasarkan pada Tabel, koefisien gamma sebesar 0,150 dan T-statistic sebesar 0,910 < T tabel sebesar 1,96 pada variabel komitmen manajemen puncak terhadap efektivitas key user, berarti tidak terdapat pengaruh signifikan komitmen manajemen organisasi perusahaan terhadap efektivitas key user sebagai tim proyek ERP pada proses implementasi dengan level signifikan 0,05.
Tabel Result for Inner Weight pada Output PLS
|
original sample estimate
|
mean of subsamples
|
Standard deviation
|
T-Statistic
|
Sharing -> OCB (g1)
|
0.089
|
0.248
|
0.165
|
0.910
|
Sharing -> Team work (g2)
|
0.531
|
0.488
|
0.124
|
4.562
|
Team work -> OCB (β3)
|
0.411
|
0.356
|
0.276
|
3.368
|
Team work -> BOP (β4)
|
0.402
|
0.334
|
0.149
|
3.314
|
OCB -> BOP (β5)
|
0.309
|
0.230
|
0.120
|
2.160
|
Sumber : Hasil PLS dari pengolahan data primer (2010)
Berdasarkan pada Tabel, untuk variabel sharing knowledge terhadap OCB (organizational citizenship behavior) didapatkan koefisien gamma sebesar 0,089 dan T-statistic sebesar 0,910 < T tabel sebesar 1,96; berarti tidak terdapat pengaruh signifikan sharing knowledge sebagai budaya organisasi untuk meningkatkan OCB (Organizational Citizenship Behavior) pada organisasi polisi wilayah Surabaya dengan level signifikan 0,05. Variabel sharing knowledge terhadap efektifitas team work didapatkan koefisien gamma sebesar 0,531 dan T-statistic sebesar 4,562 > T tabel sebesar 1,96; berarti terdapat pengaruh signifikan sharing knowledge sebagai budaya organisasi untuk meningkatkan efektifitas team work pada organisasi polisi wilayah Surabaya dengan level signifikan 0,05.
Variabel efektifitas team work terhadap OCB (organizational citizenship behavior) dan best operational practice (BOP) didapatkan koefisien gamma berturut-turut sebesar 0,411 dan 0,402; sedangkan T-statistic masing-masing sebesar 3,368 dan 3,314 > T tabel sebesar 1,96; berarti terdapat pengaruh signifikan efektifitas team work untuk meningkatkan OCB (organizational citizenship behavior) dan best operational practice (BOP) pada organisasi polisi wilayah Surabaya dengan level signifikan 0,05. Variabel OCB (organizational citizenship behavior) terhadap best operational practice (BOP) didapatkan koefisien gamma sebesar 0,309 dan T-statistic sebesar 2,160 > T tabel sebesar 1,96; berarti terdapat pengaruh signifikan (organizational citizenship behavior) untuk meningkatkan best operational practice (BOP) pada organisasi polisi wilayah Surabaya dengan level signifikan 0,05.