Komunikasi Dan Penyiaran Islam

Komunikasi Dan Penyiaran Islam 
Sejak kelahirannya 14 abad silam, Islam sebagai agama dakwah, dalam tinjauan sosiologis telah mengalami banyak perubahan. Nabi Muhammad SAW sebagai manusia yang diutus oleh Allah untuk menyampaikannya, tidak saja merubah cara pandang masyarakat dalam hal keyakinan, tapi juga dalam hal kemasyarakatan yang mencakup pola pikir politik, ekonomi dan budaya. Memasuki Abad 21, persentuhannya dengan dunia luar peradaban-peradaban lain termasuk Barat, di satu sisi secara sosial, politik, ekonomi dan budaya mengalami perubahan yang positif mendorong terhadap kemajuan masyarakatnya, tapi pada sisi lain mendorong pada degradasi spiritual, moral dan budaya. Hal ini disebabkan oleh cara pandang masyarakat yang berubah, sebagai akibat dari pola pikir lingkungan yang mempengaruhinya. Jika di awal kelahiran Islam, Nabi Muhammad SAW meluruskan pola pikir masyarakat dengan cara pandang tauhid, maka pada abad ini telah terkotori oleh cara pandang yang sifatnya parsial, tidak menyeluruh seperti halnya cara pandang Tauhid. Pola pikir tersebut seperti halnya materialisme yang melepaskan ruh spiritual, mendorong masyarakat pada pemujaan terhadap segala sesuatu yang berbentuk materi, kenikmatan sesaat, terlalu mementingkan dunia bahkan tidak mempercayai adanya Yang Maha Mutlak.

Hasil persentuhan dengan peradaban modern ini, pada satu sisi mengantarkan manusia pada kemajuan IPTEK dengan standar penemuan-penemuan hasil dari teknologi modern, mulai dari bola lampu yang bisa menerangi manusia sampai telepon yang mampu mengantarkan suara dalam jarak jauh, tetapi pada sisi lain merubah pola pikir masyarakat mengarah pada pengingkaran adanya Tuhan, pada proses selanjutnya mengantarkan manusia pada bobroknya moral dan kejatuhan peradaban.

Akal sebagai hasil penemuan abad modern merupakan satu-satunya alat pemegang kekuasaan tertinggi dalam pengambilkeputusan, mendorong pada keringnya spiritual dan membuat masyarakat berpandangan secara parsial. Kaum intelektual juga menunjukan krisis keagamaan yang serupa ketika Islam dibicarakan dengan mereka, bahwa Islam adalah sebuah keharmonisan yang mencakup sistem ekonomi yang adil, organisasi kemasyarakatan yang seimbang, hukum perdata, hukum pidana maupun hukum internasional, pandangan filosofis terhadap kehidupan beserta cara pelaksanaannya, yang semuanya terpancar dari dasar yang sama, yakni kepercayaan dan watak moral dan spiritual Islam. Mendengar semua ini, kaum terpelajar malah makin bingung. Dalam persangkaan mereka Islam telah lama mati, ditinggal zaman yang telah usang. Yang dijadikan kiblat mereka adalah marxisme dan kapitalisme dengan berbagai faham terapannya; sains dan teknologi, feminisme, budaya populer, komunisme, sosialisme, neolieralisme, kapitalisme baru dan lain-lain.

Kemajuan abad modern, mendorong bangsa-bangsa Barat merasa sebagai bangsa yang paling unggul, mendorongnya melakukan kolonisasi dan imperialisme terhadap bangsa lain dalam hal ini bangsa Timur, tidak saja secara pisik tapi juga spiritual agama dan budaya yang mencakup pola pikir di dalamnya. Wilayah-wilayah yang telah di Islamkan secara pisik ataupun spiritual dijajah dan diracuni pola pikirnya, sehingga tidak sedikit masyarakat yang teracuni oleh pola pikir Barat, terjajah secara pisik dan mental. Bahkan beberapa wilayah Islam dikuasai oleh Bangsa Barat.

Dalam perjalanan sejarahnya, Islam pernah mengalami kejayaan yaitu pada periode klasik Islam (650-1250 M), zaman ini telah menghasilkan ulama-ulama besar Islam, baik dalam ilmu keIslaman ataupun dalam bidang filsafat. Zaman ini merupakan periode bersatunya umat Islam. Tetapi pada periode selanjutnya (1250-1500), sesuai dengan pemahaman ummat yang berkembang, Islam mulai pecah, ini disebabkan oleh konflik internal konflik antara umat Islam baik yang disebabkan oleh perbedaan teologis maupun perebutan kekuasaan. Pada periode selanjutnya penyebab kemunduran ummat Islam bukan hanya disebabkan oleh konflik internal tetapi masuknya kekuatan luar (the other, termasuk Barat).

Pada tahun 1511 Portugis masuk Indonesia lewat Selat Malaka. Kerajaan Utsmani terpukul di Eropa, Kerajaan Safawi dihancurkan oleh serangan Suku Afghan, sedang pukulan-pukulan Raja Mughal diperkecil oleh pukulan-pukulan Raja India. Kekuatan militer dan kekuatan politik umat Islam menurun. Penetrasi Barat semakin meningkat dan kekuatan Islam semakin menurun dan pada puncaknya pada tahun 1789 M pusat Islam di Mesir ditaklukan oleh Barat.

Kekalahan demi kekalahan yang dialami ummat Islam mendorong pemuka Islam untuk menyelidiki sebab-sebab kekalahan mereka dan rahasia keunggulan lawan. Dengan penelitian tersebut para pemuka Islam menyadari begitu kompleknya masalah, selain konflik internal, besarnya kekuatan luar, juga disebabkan oleh menurun dan teracuninya akidah.

Sampai pada akhir abad 19 kekuatan Barat masih bercokol di sebagian dunia Islam, hal ini memberikan pengaruh yang cukup kuat terhadap umat Islam, baik dalam aspek politik, ekonomi, budaya termasuk akidah. Kesan yang ditinggalkan oleh penjajah ada yang secara positif ditanggapi, tetapi selebihnya adalah negatif, yakni penderitaan yang dirasakan, sehingga menumbuhkan kesadaran dan keinginan dari umat Islam untuk bangkit kembali. 

Dalam prosesnya, kebangkitan Islam dilatarbelakangi oleh kesadaran yang beragam. Ada yang dilatarbelakangi oleh kesadaran politik (nasionalisme, keinginan untuk merdeka), ada yang dilatarbelakangi oleh aspek agama (akidah yang tercemar). Tetapi secara pundamental kesadaran itu timbul atas keinginan untuk hidup lebih bebas, merdeka, tidak mau ditindas. 

Di Indonesia kebangkitan Islam diawali pada tahun 1905 dengan berdirinya Sarikat Islam (SI) yang mencapai klimaknya 1945 dengan proklamasi. Perjalanan panjang perjuangan Indonesia banyak sekali melibatkan para ulama dan pemikir diantaranya adalah Tjokroaminoto, Muhammad Natsir, Ahmad Dahlan, Wahid Hasyim, Soekarno dan lain-lain. 

Di Mesir muncul gerakan pembebasan yang pertama kali pada tahun 1907 dan mencapai puncaknya pada tahun 1952 melalui revolusi. Diantara para tokohnya adalah Al-Afgani, Muhammad Abduh, Rasyid Rihda, Sayyid Qutb, dan lain-lain. 

Di Iran, perjuangan mencapai klimaks setelah melakukan Revolusi kesadaran, yang mencapai puncaknya pada tahun 1979 dengan terjadinya revolusi pisik yang sekaligus revolusi budaya.

Revolusi Iran merupakan suatu rangkaian proses yang terpetakan dan sistematis dalam menggulingkan Rezim penguasa yang otoriter dan terbaratkan sejak tahun 1950-an. Ayatullah Khomeini merupakan aktor penting di balik revolusi Islam Iran tersebut bekerjasama dengan tokoh mullah lainnya seperti Muthahari dan Burujerdi sebagai desainer revolusi yang berada dalam barisan Mullah. Pada barisan lainnya ada Ali Syari’ati sebagai tokoh yang berada dalam barisan Intellektual, telah berjuang sejak mula untuk meluruskan pemerintahan yang dikemudikan oleh Amerika. Syari’ati adalah salah satu tokoh kunci intelektual yang mampu menggerakan kaum muda dalam melakukan penyadaran akan pentingnya agama untuk perubahan sosial politik.

Dalam hal ini Revolusi Iran bukan saja menumbangkan pemerintahan Iran yang otoriter, tetapi yang harus digarisbawahi adalah telah tumbuhnya kesadaran tentang sebuah ideologi (Islam). Dalam hal ini Amin Rais memberikan komentar:

Revolusi Iran 1979 bukan saja menggemparkan umat manusia di seluruh dunia, akan tetapi juga berhasil menggoyahkan seluruh sendi-sendi ilmu sosial barat, apakah itu sosiologi, psikologi,(termasuk psikologi sosial), antropologi, ilmu politik dan filsafat serta meruntuhkan berbagai asumsi yang selama ini dipegang sebagai sandaran ilmu-ilmu sosial tersebut. Para ilmuwan barat memerlukan beberapa waktu untuk “siuman” kembali dan menyadari bahwa ternyata bangsa Iran yang begitu diremehkan dapat melepaskan diri dari cengkraman pengaruh Barat maupun Timur dan menumbangkan kekuasaan Syah yang ditopang oleh strategi, intellegensi dan perlengkapan militerbarat, khususnya Amerika.

Walaupun Ali Syari’ati tidak menikmati hasil revolusi, tetapi Ia berhasil mengantarkan Iran dalam melakukan revolusi, meninggalkan jejak kesadaran, melakukan Profagandanya dengan terlebih dahulu melakukan revolusi kesadaran terhadap kaum intellektual muda Iran. Gebrakan yang dilakukan Syari’ati dalam menyajikan gagasan Islam Revolusioner membawa implikasi besar dalam dinamika pemikiran di Iran. Gagasan (dakwah) Syari’ati yang berani dan brillian telah merasuk ke berbagai komponen masyarakat Iran, baik kalangan intellektual, mahasiswa, ulama, dan berbagai kelompok sosial pekerja. Dari sanalah muncul kesadaran untuk bergerak dan kesadaran kelas mulai menggeliat muncul.

Dalam melakukan profagandanya, Ali Syari’ati mengambil tema sentral agama sebagai basis ideologi. Dalam hal ini Islam dapat dan harus difungsionalisasikan sebagai kekuatan revolusioner untuk membebaskan rakyat tertindas, baik secara kultural maupun politik. Lebih tegas lagi Islam dalam bentuk murninya yang belum dikuasai kekuatan konservatif merupakan ideologi revolusioner ke arah pembebasan dunia ketiga dari penjajahan politik, ekonomi dan kultural Barat. 

Agama yang revolusioner memberi seorang individu yang beriman kepadanya kemampuan untuk mengkritik kehidupan dalam seluruh aspek material, spiritual dan sosialnya. Ia memberikan misi dan kewajiban untuk menghancurkan, mengubah dan menghilangkan apa yang tidak dapat diterima dan diyakini sebagai tidak sah dan menggantinya dengan sesuatu yang diketahui dan diakuinya sebagai kebenaran.

Dalam menyampaikan pesan-pesan dakwahnya, Ali Syari’ati memakai pendekatan yang ideologis. Ali Syari’ati mempunyai kecenderungan pendekatan paradigma kaum tertindas dan kesadaran kelas sosial bawah yang menjadi landasan geraknya dalam membela kebenaran, sebagai pisau analisisnya. Pun menyampaikan dengan cara pilosofis. Ketika menyampaikan ceramah-ceramahnya Syari’ati menyampaikan dengan motode pilsafat. Ceramah-ceramah Syari’ati dalam beberapa tema seringkali diawali dan selanjutnya dengan pertanyaan-pertanyaan yang merupakan ciri dari berfilsafat.

Dalam proses perubahan masyarakat di atas, seperti halnya yang telah dilakukan oleh para pejuang yang salah satunya adalah Ali Syari’ati, dakwah memegang peran-peran strategis. Sebagai salah satu institusi sosial yang hidup di tengah-tengah dinamika masyarakatnya, dakwah melakukan proses rekayasa sosial sesuai dengan etika serta norma agama. Karena itu, ia berfungsi sebagai pengendali perubahan terutama dalam proses transformasi nilai-nilai sosial budaya untuk membentuk tatanan baru atau membarukan kembali suatu tatanan yang dianggap telah kehilangan nilai relevansinya dengan masyarakat, termasuk usaha membangun tatanan baru yang akhir-akhir ini lebih popular disebut masyarakat madani.

Keberhasilan Syari’ati dalam profaganda penyadaran terhadap masyarakat Iran, khususnya kaum muda dan kalangan Islam modern pedagang pasar, telah mampu mengantarkan revolusi Iran. Hal ini tidak terlepas dari kemahirannya mengemas pesan-pesan yang disampaikan oleh Ali Syari’ati sebagai salah satu unsur penting dari komunikasi dan dakwah. Berdasarkan latar belakang agama, budaya, pendidikan dan politiknya, dengan sedemikian rupa pesan-pesan yang disampaikan Ali Syari’ati mampu membangkitkan kesadaran masyarakat akan pentingnya sebuah ideologi. Karena kemahiran mengolah kata dan kalimat tersebutlah Syari’ati sering diminta untuk menulis dan memberi ceramah. 

A. Langkah-Langkah Penelitian
1. Objek Penelitian
Objek yang akan diteliti pesan-pesan dakwah Ali Syari’ati secara tematik.

2. Metode Penelitian 
Untuk mempermudah dalam penelitian, penulis akan menggunakan metode penelitian komunikasi dengan model analisis wacana (discourse analysis). Terdapat empat kelebihan analisis wacana. Pertama, analisis wacana lebih bersifat kualitatif dengan dasar analisisnya interpretasi, di mana setiap teks dapat dimaknai secara berbeda dan dapat ditafsirkan secara beragam. Kedua, analisis wacana berpretensi memfokuskan pada pesan latent (tersembunyi). Makna suatu pesan tidak hanya ditafsirkan sebagai apa yang tampak nyata dalam teks, namun harus dianalisis sebagai apa yang tampak bersembunyi. Ketiga, analisis wacana tidak hanya menyelidiki apa yang dikatakan (what), tetapi juga bagaimana ia dikatakan (how). Dalam kenyataannya, yang penting bukan apa yang dikatakan oleh media, akan tetapi bagaimana dan dengan cara apa pesan dikatakan. Hal ini disebabkan analisis wacana bukan hanya bergerak pada level makro (isi dari suatu teks) tetapi juga level mikro yang menyusun suatu teks, seperti kata, kalimat, ekspresi, dan retoris. Keempat, analisis wacana tidak berpretensi melakukan generalisasi bahkan prediksi. 

Wacana oleh Van Dijk digambarkan mempunyai tiga dimensi.
A) Teks; yang diteliti adalah bagaimana struktur teks dan strategi wacana yang dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu
B) Kognisi sosial; meneliti proses produksi teks yang melibatkan kognisi individu dari penulis/ muballigh.
C) Konteks sosial meneliti bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat akan suatu masalah. 

Dalam teknisnya, untuk mempermudah penelitian maka analisis wacana yang akan penulis jadikan model adalah analisis wacana Van Dijk yang memfokuskan pada analisis wacana teks. 
A) Struktur makro. Ini merupakan makna global/ umum dari suatu teks yang dapat dipahami dengan melihat topik dari sutu teks. Tema wacana ini bukan hanya isi, tetapi juga sisi tertentu suatu peristiwa. 
B) Super struktur adalah kerangka suatu teks: bagaimana struktur dan elemen wacana itu disusun dalam teks secara utuh.
C) Struktur mikro adalah makna wacana yang dapat diamati dengan menganalisa kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, para frase yang dipakai dan sebagainya.

3. Jenis dan Sumber Data 
Jenis data yang akan menjadi objek kajian penelitian ini adalah data kualitatif terdiri dari:
a. Data tentang konsep pemikiran Ali Syari’ati
b. Data tentang tema pokok pesan-pesan dakwah Ali Syari’ati
c. Data tentang skema dan makna pesan dakwah dalam buku kumpulan ceramah Ali Syari’ati

Sumber Data dalam penelitian ini dibagi kedalam dua bagian yaitu data primer (primery source) dan data skunder (secondary sources). Data primer adalah Tulisan dan kumpulan ceramah Ali Syari’ati yang tersebar dalam kumpulan dan karangan dalam bentuk buku. Diantaranya adalah paradigma kaum tertindas; sebuah tinjauan sosiologis, Islam Agama Protes, Ideologi Kaum Intelektual, Islam Madzhab Pemikiran dan Aksi, Tugas Cendikiawan Muslim, Membangun masa depan Islam. Buku kumpulan ceramah tersebut merupakan hasil terjemahan dalam edisi Indonesia.

Data sekunder adalah Buku-Buku, makalah dan artikel yang terkait dengan pemikiran Ali Syari’ati, biografi Ali Syari’ati, dakwah, komunikasi, Jurnalistik dan pemikiran Islam.

4. Teknik Pengumpulan Data 
Karena bercorak analisis wacana yaitu studi media atau studi kepustakaan, maka penyusunan sumber data dalam penelitian ini dimulai dengan pengumpulan berbagai literatur yang kemudian terbagi menjadi sumber data primer dan sumber data skunder;

a) Studi dokumentasi
Studi dokumentasi dimaksudkan untuk mencari, menemukan dan kemudian menyiapkan data-data yang telah ada untuk diteliti. Studi dokumentasi merupakan telaah penelitian terhadap sumber data primer. Sumber data primer adalah sumber data yang menjadi pokok telaah penelitian untuk menemukan gagasan pemikiran dari objek penelitian, yakni kumpulan tulisan dan ceramah Ali Syari’ati yang dijilid menjadi beberapa buku yang telah disebutkan sebelumnya.

b) Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan adalah telaah penelitian terhadap sumber data skunder. Sumber data adalah sumber data penunjang dalam penelitian ini, yaitu buku; Biografi Ali Syari’ati dan telaah pemikiran atas karya Ali Syari’ati.

5. Analisa Data
Analisa pada dasarnya adalah suatu cara membagi-bagi suatu objek ke dalam komponen-komponennya. Analisa atas sebuah objek dapat dilakukan bila objek itu memiliki sebuah struktur, yang terdiri dari sejumlah komponen. Sebuah komponen dapat diidentifikasi oleh penulis, kalau komponen itu memiliki suatu fungsi tertentu terhadap seluruh konstruksi itu. Analisis juga dilakukan untuk menemukan makna dari data yang ditemukan untuk memberikan penafsiran yang dapat diterima akal sehat (common sense) dalam konteks masalahnya secara keseluruhan. Untuk itu, karena berupa penelitian kualitatif, menurut Lexi J. Maleong, maka langkah-langkah yang ditempuh dalam menganalisa datanya adalah melalui pemrosesan; unityzing, kategorisasi dan penafsiran data.

Noeng Muhajir menguraikan secara rinci mengenai langkah-langkah analisisnya sebagai berikut;
a. Inventarisasi Data, yaitu dengan cara mengumpulkan data sebanyak-banyaknya.
b. Reduksi Data, memilih dan memilah data disesuaikan dengan bahasan penelitian
c. Unitasi Data, dalam tahapan ini data kemudian dikelompokan berdasarkan pada kerangka pemikiran
d. Kategorisasi data, dalam tahap ini data-data disusun berdasarkan pada rumusan masalah dan tujuan yang telah disusun sebelumnya.
e. Penafsiran data, pada tahap ini data yang ada kemudian diinterpretasikan melalui analisis logis dengan cara induktif-deduktif berdasarkan pada teori-teori etika komunikasi, dan yang paling akhir adalah
f. Penarikan kesimpulan, merupakan tahapan akhir dalam menentukan penilaian terhadap data-data yang telah ditemukan, dibahas dan dianalisis selama penelitian ini.
 

Kumpulan Artikel News Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger