Pengertian Pemasaran Holistik Menurut Para Ahli
Kotler dan Keller (2006) menjelaskan bahwa pemasaran holistik adalah konsep yang berbasis pengembangan, desain, implementasi dan aktivitas proses pemasaran yang dikenali memiliki nilai ketergantungan yang tinggi. Pendekatan holistik didasari pada cara untuk mengatasi berbagi permasalahan pemasaran yang kompleks dan luas. Karakteristik pemasaran holistik merupakan integrasi dari empat konsep pemasaran, yaitu konsep pemasaran internal (internal marketing), pemasaran integrasi (integrated marketing), pemasaran relasional (relationship marketing) dan pemasaran sosial (societal marketing).
Pemasaran sosial (societal marketing) merupakan konsep yang memandang bahwa organisasi berusaha menentukan apa keinginan, kebutuhan, dan ketertarikan atau kepentingan dari target pasar. Organisasi kemudian memberikan nilai superior kepada konsumen dengan cara-cara yang dapat mempertahankan atau meningkatkan kesejahteraan konsumen dan masyarakat secara lebih luas. Konsep societal marketing menuntut pasar untuk dapat menyeimbangkan tiga pertimbangan dalam mengambil keputusan mengenai kebijakan pemasaran, yaitu keuntungan perusahaan, kepuasan konsumen, dan kepentingan masyarakat. Konsep segmentasi pasar, riset konsumen, pengembangan konsep, komunikasi, fasilitasi, insentif dan teori pertukaran digunakan untuk memaksimalkan respon yang bersifat komersial (Kotler dan Lee, 2005).
Pemasaran sosial menggunakan konsep-konsep segmentasi pasar, riset konsumen, pengembangan dan pengujian konsep produk, komunikasi yang diarahkan, pemberian fasilitas, insentif-insentif dan perubahan teori untuk memaksimumkan tanggapan kelompok sasaran. Asumsi dasar penelitian ini adalah bahwa konsep pemasaran sosial yang condong untuk aktivitas komersial, sesungguhnya dapat pula dikembangkan bagi aktivitas pengembangan masyarakat yang bersifat non profit. Kotler dan Keller (2006) menyebutkan:
“Social marketing is a strategy for changing behaviour. It combines the best elements of traditional approaches to social change in an integrated planning and action framework and utilities advances in communication technology and marketing skills”
Pemasaran sosial akan dibawa ke masyarakat oleh institusi yang berkepentingan untuk mengubah perilaku masyarakat, yaitu suatu produk sosial. Bentuk dari produk sosial antara lain berupa ide sosial, yaitu bentuk dari keyakinan, sikap atau nilai. Ide sosial yang dipasarkan dapat pula merupakan sebuat sikap atau sebuah nilai.
Belch dan Belch (2004) menjelaskan bahwa pertukaran nilai menjadi konsep sentral dari societal marketing dan pertukaran ini tidak hanya terbatas pada pertukaran uang untuk barang atau jasa. Sebagai contoh misalnya dalam hubungan antara perusahaan donor dan lembaga nirlaba terkait dengan suatu isu sosial. Lembaga nirlaba akan menerima sejumlah donasi dari perusahaan, namun demikian perusahaan sponsor tidak menerima bentuk keuntungan material dan kontribusi yang diberikan. Donasi yang diberikan oleh perusahaan merupakan pertukaran untuk keperluan sosial dan psikologis bagi perusahaan, seperti misalnya feelings of goodwill dan altruisme.
Cause-Related Marketing
Permulaan dari frase cause-related marketing ditujukan kepada perusahaan kartu kredit American Express yang menjalankan strategi pemasarannya pada tahun 1983. Tujuan awal perusahaan adalah meningkatkan jumlah pengguna kartu kredit, yang kemudian berkembang dengan strategi pemasaran lanjutan untuk berkomitmen untuk mendonasikan sebagian dana, guna restorasi patung Liberty di Amerika Serikat. Perusahaaan berjanji untuk mendonasikan uang sejumlah satu cent dari penggunaan kartu kredit, serta satu dollar dari penerbitan kartu kredit baru, selama empat bulan di tahun 1983. Perusahaan American Express memperoleh peningkatan penggunaan kartu kredit sebesar 28 persen, dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Kampanye yang dilakukan American Express untuk memperbaiki patung Liberty menghasilkan dana sebesar US$ 1,7 Milyar (Westberg, 2004).
Varadarajan dan Menon (1988) mempublikasikan literatur akademis yang berhubungan dengan cause-related marketing yang menjelaskan munculnya konsep sejalan dengan teori yang hampir sama dengan corporate social responsibility:
Cause-related marketing is the process of formulating and implementing marketing activities that are characterized by an offer from the firm to contribute a specific amount to a designated cause when customers engage in revenue-providing exchanges that satisfy organizational and individual objectives
Cause-related marketing merupakan aktivitas yang spesifik yaitu perusahaan berjanji kepada konsumen untuk mendonasikan sumberdaya perusahaan dari setiap penjualan produk atau jasa kepada orang-orang yang membutuhkan bantuan. Kampanye cause-related marketing memiliki dua tujuan, yaitu untuk mendukung kegiatan sosial serta untuk meningkatkan hasil pemasaran. Program cause-related marketing dilaksanakan setidaknya oleh tiga stakeholders, yaitu konsumen perusahaan, shareholders dan satu stakeholder yang tidak berhubungan langsung dengan aktivitas komersial dari perusahaan (Varadarajan dan Menon, 1988).
Menurut Polonski dan Speed (2001), banyak keuntungan yang bisa diperoleh oleh perusahaan dan atau mitranya dengan melakukan cause-related marketing. Keuntungan pertama adalah menarik para konsumen baru, yaitu orang yang sedari awal sudah tertarik untuk melakukan cause yang kemudian dipromosikan oleh perusahaan. Keuntungan kedua adalah tersedianya dana untuk membiayai kegiatan sosial tertentu. Manfaat ketiga, kegiatan sosial bisa ditentukan oleh perusahaan, yang melihat keterkaitan antara produknya dengan kegiatan sosial tertentu. Perusahaan yang melakukan cause-related marketing akan bisa mendapatkan ceruk pasarnya dengan lebih tepat. Cause-related marketing akan menghubungkan antara produk dengan isu tertentu, dan konsumen yang tertarik dengan isu tersebut akan mengetahui asosiasi antara produk tertentu dengan isu yang menjadi perhatiannya. Keempat, hasil penjualan bisa meningkat karena tambahan konsumen serta ceruk pasar, terbentuknya kemitraan dengan pihak-pihak yang memiliki kepedulian yang sama. Keuntungan yang terakhir adalah perusahaan akan menikmati identitas merek yang positif.
Sundar (2007) menyatakan adanya klarifikasi yang jelas perbedaan diantara cause-related marketing dengan philanthropy perusahaan dan sponsorship. Cause-related marketing tidak termasuk dalam philanthropy perusahaan dan sponsorship. Program cause-related marketing mendonasikan uang kepada pihak nonprofit, berdasar kepada jumlah produk yang dapat terjual kepada konsumen. Program spesifik yang dilakukan dalam cause-related marketing adalah penjualan dan promosi suatu produk. Donasi program murni ditentukan oleh perusahaan. Sponsorship adalah kegiatan yang melibatkan uang dan barang kepada pihak lain yang bertujuan mengenalkan produk tertentu dan nama perusahaan melalui kegiatan yang diadakan oleh pihak lain. Perusahaan melakukan Sponsorship dengan pihak lain melalui perjanjian yang telah disepakati oleh kedua pihak mengenai jumlah dan cara donasinya.
Menurut Kotler dan Lee (2005), terdapat berbagai macam cara untuk melakukan cause-related marketing, umunya adalah sebagai berikut:
- jumlah uang tertentu setiap produk terjual,
- jumlah uang tertentu setiap aplikasi terhadap produk jasa tertentu,
- persentase tertentu dari penjualan produk,
- proporsi yang tidak ditentukan sebelumnya dari penjualan produk,
- perusahaan memberikan kontribusi sejumlah kontribusi dari konsumen,
- persentase tertentu dari keuntungan bersih,
- penawarannya mungkin terkait dengan satu produk saja, atau beberapa hingga seluruh produk,
- penawarannya mungkin berlaku untuk kerangka waktu tertentu atau tidak dibatasi, atau
- perusahaan menetapkan batas atas dari kontribusi (bukan dengan waktu).
Dari berbagai contoh cause-related marketing di Indonesia, terdapat kecenderungan menggunakan jumlah uang tertentu pada setiap produk yang terjual, seperti yang dilakukan PT Unilever Indonesia Tbk terhadap produk sabun Lifebouy dan produk es krim Walls. PT. Unilever Indonesia Tbk adalah salah satu perusahaan yang memiliki perhatian lebih terhadap kegiatan tanggung jawab sosial. PT. Unilever Indonesia menyadari pentingnya memberi dan berbagi, bukan semata untuk meningkatkan reputasi, tetapi membantu perusahaan untuk terus tumbuh dan berkembang. Bagi Unilever Indonesia (UI), tanggung jawab sosial tidak terpisahkan dari bisnis. Setiap hari, begitu banyak orang Indonesia memakai produknya untuk memenuhi kebutuhan nutrisi, kesehatan, dan kebersihan. Mereka ikut membantu perusahaan untuk terus tumbuh dan menjadi perusahaan fast moving consumer goods terkemuka. Berbagai manfaat dari pertumbuhan bisnis telah menjadi bagian dari budaya perusahaan yang telah diwujudkan dengan mengikutsertakan usaha kecil menengah (UKM) dalam kegiatan produksi, menciptakan kesempatan kerja, dan memberikan manfaatnya kembali kepada masyarakat (Susanto, 2007).
Program “Lifebouy Berbagi Sehat” memberikan kesempatan bagi keluarga Indonesia untuk mendukung program peningkatan kesadaran masyarakat tentang kesehatan. Konsumen secara otomatis memberikan sumbangan Rp. 10- pada setiap pembelian sabun batang Lifebouy. Hasil yang terkumpul sejauh ini telah dirasakan manfaatnya oleh 10.000 siswa SD yang memperoleh modul interaktif mengenai perawatan kesehatan pribadi. Bahkan dana tersebut cukup untuk membiayai program dari sekolah ke sekolah, yang mengajak anak-anak menjadi agen perubahan dalam keluarga mereka dan mendorong terciptanya gaya hidup yang lebih sehat. Ribuan anak turut serta dalam memberikan cap kedua tangan mereka di atas sebuah spanduk sebagai ungkapan tekad mereka untuk mendukung peningkatan kebersihan. Perusahaan tidak saja mengembangkan iklan dan promosi yang bertanggung jawab, tetapi juga memadukan kampanye sosial kesehatan bersama promosi produk. Di dalam komunikasi, perusahaan tidak saja menyampaikan tentang manfaat produk itu sendiri, tetapi juga pesan-pesan pendidikan mengenai kesadaran hidup sehat (Susanto, 2007).
Selain program “Lifebouy Berbagi Sehat”, PT. Unilever Indonesia juga melakukan program cause-related marketing melalui produk es krim Walls. Berangkat dari rasa keprihatinan dan kepedulian terhadap kemajuan pendidikan anak Indonesia saat ini, Unilever menyelenggarakan program “Wall’s Berbagi 1.000 Kebaikan Bersama Viennetta” yang bertujuan untuk membantu menyekolahkan anak-anak kurang mampu dengan dana yang didapat dari hasil penjualan es krim Walls dan akan disumbangkan melalui Dompet Dhuafa. Melalui program “Wall’s Berbagi 1.000 Kebaikan Bersama Viennetta”, Wall’s akan menyumbangkan Rp 1.000 dari setiap kotak es krim Viennetta Kurma dan varian lainnya yang terjual, kepada 1.000 anak kurang mampu yang berprestasi di 33 propinsi di Indonesia melalui lembaga terpercaya, Dompet Dhuafa. Program “Wall’s Berbagi 1.000 Kebaikan Bersama Viennetta” diselenggarakan mulai September 2007, menjelang bulan suci Ramadhan, yang merupakan momen istimewa untuk berbagi dan memberi kepada sesama.