Peran Social Entrepreneurship Dalam Pembangunan
Social Entrepreneurship akhir-akhir ini menjadi makin populer terutama setelah salah satu tokohnya Dr. Muhammad Yunus, pendiri Grameen Bank di Bangladesh mendapatkan hadiah Nobel untuk perdamaian tahun 2006. namun di indonesia sendiri kegiatan ini belum mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh dari pemerintah dan para tokoh masyarakat karena memang belum ada keberhasilan yang menonjol secara nasional. Oleh karena itu upaya untuk memasyarakatkan Social Entrepreneurship sebagaimana diselenggarakan oleh Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, harus mendapatkan dukungan semua pihak yang mendambakan terwujudnya kesejahteraan rakyat yang merata, dan diharapkan tidak hanya berhe nti dalam seminar ini saja tetapi dilanjutkan dengan rencana aksi yang nyata sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh masyarakat.
Sesungguhnya Social Entrepreneurship sudah dikenal ratusan tahun yang lalu diawali antara lain oleh Florence Nightingale (pendiri sekolah perawat pertama) dan Robert Owen (pendiri koperasi). Pengertian Social Entrepreneurship sendiri berkembang sejak tahun 1980 –an yang diawali oleh para tokoh-tokoh seperti Rosabeth Moss Kanter, Bill Drayton, Charles Leadbeater dan Profesor Daniel Bell dari Universitas Harvard yang sukses dalam kegiatan Social Entrepreneurship karena sejak tahun 1980 berhasil membentuk 60 organisasi yang tersebar diseluruh dunia. Pengertian sederhana dari Social Entrepreneur adalah seseorang yang mengerti permasalahan sosial dan menggunakan kemampuan entrepreneurship untuk melakukan perubahan sosial (social change), terutama meliputi bidang kesejahteraan (welfare), pendidikan dan kesehatan (healthcare). Jika business entrepreneurs mengukur keberhasilan dari kinerja keuangannya (keuntungan ataupun pendapatan) maka social entrepreneur keberhasilannya diukur dari manfaat yang dirasakan oleh masyarakat.
Bagi disiplin ilmu ekonomi kata entrepreneur merupakan hal yang sudah mendarah daging karena sejak semester pertama sudah diperkenalkan dengan tokoh-tokohnya antara lain Richard Cantillon (1755), J.B. Say (1803) dan J. Schumpeter (1934). Cantillon menyatakan entrepreneur sebagai seseorang yang mengelola perusahaan atau usaha dengan mendasarkan pada akuntabilitas dalam menghadapi resiko yang terkait ( a person who undertakes and operates a new enterprise or venture and assumes some accountability for inherent risks); J.B.Say memberikan pengertian entrepreneur sebagai seseorang yang mampu meningkatkan nilai sumber daya ekonomi ke tingkatan yang lebih tinggi, baikproduktivitasnya maupun nilainya ( a person who creates value by shifting economic resources out of an area of lower and into an area of higher productivity and greater yield), sedangkan Schumpeter mendefinisikan “unternehmer” atau
entrepreneur sebagai an innovative force for economic progress, important in the process of creative destruction and therefore as a change agent.
Dari berbagai pengertian tersebut maka Social Entrepreneur sesungguhnya adalah agen perubahan (change agent) yang mampu untuk :
- Melaksanakan cita-cita mengubah dan memperbaiki nilai-nilai sosial · Menemu kenali berbagai peluang untuk melakukan perbaikan
- Selalu melibatkan diri dalam proses inovasi, adaptasi, pembelajaran yang terus menerus
- Bertindak tanpa menghiraukan berbagai hambatan atau keterbatasan yang dihadapinya
- Memiliki akuntabilitas dalam mempertanggungjawabkan hasil yang dicapainya, kepada masyarakat.
Yang menggembirakan bahwa akhir-akhir ini adalah terjadinya pergeseran social entrepreneurship yang semula dianggap merupakan kegiatan ”non-profit” (antara lain melalui kegiatan amal) menjadi kegiatan yang berorientasi bisnis (entrepreneurial private-sector business activities). Keberhasilan legendaris dari Grameen Bank dan Grameen Phone di Bangladesh adalah salah satu contoh terjadinya pergeseran orientasi dalam menjalankan program social entrepereneurship. Hal ini menjadi daya tarik bagi dunia bisnis untuk turut serta
dalam kegiatan social entrepreneurship, karena ternyata dapat menghasilkan keuntungan finansial.
Social Entrepreneurship saat ini berada dipersimpangan jalan antara non-profit dan organisasi murni bisnis sebagaimana digambarkan dalam gambar dibawah ini :
PERANAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI
Social Entreprenuers makin berperan dalam pembangunan ekonomi karena ternyata mampu memberikan daya cipta nilai–nilai sosial maupun ekonomi, yakni :
1. Menciptakan kesempatan kerja
2. Melakukan inovasi dan kreasi baru terhadap produksi barang ataupun jasa yang dibutuhkan masyarakat
3. Menjadi modal sosial
4. Peningkatan Kesetaraan (equity promotion)
1. Kesempatan Kerja
Manfaat ekonomi yang dirasakan dari Social Entrepreneurship di berbagai negara adalah penciptaan kesempatan kerja baru yang meningkat secara signifikan. Penelitian yang dilakukan oleh John Hopkins University pada tahun 1998 di 13 negara menunjukan bahwa tenaga kerja yang bekerja disektor ini berkisar antara 1 – 7 % sebagaimana digambarkan dibawah ini :
Selain itu memberikan pula peluang kerja kepada penyandang cacat untuk dilibatkan dalam kegiatan produktif. Keberhasilan Muhammad Yunus antara lain adalah kemampuannya untuk memberdayakan 6 juta orang wanita menjadi kekuatan yang produktif secara ekonomi, membentuk phone-lady yang tersebar didesa-desa dan memberdayakan ribuan pengemis untuk melakukan kegiatan yang lebih produktif.
2. Inovasi dan Kreasi
Berbagai inovasi terhadap jasa kemasyarakatan yang selama ini tidak tertangani oleh pemerintah dapat dilakukan oleh kelompok Social Entrepereneurship seperti misalnya : penanggulangan HIV dan narkoba, pemberantasan buta huruf, kurang gizi. Seringkali standar pelayanan yang dilakukan pemerintah tidak mengena sasaran karena terlalu kaku mengikuti standar yang ditetapkan.
Sedangkan Social Entrepreneurs mampu untuk mengatasinya karena memang dilakukan dengan penuh dedikasi. Menurut Bill Drayton (2006): social entrepreneurs need and deserve loyalty. Their work is not a job, it is their life.
3. Modal Sosial
Modal sosial merupakan bentuk yang paling penting dari berbagai modal yang dapat diciptakan oleh social entrepreneur karena walaupun dalam kemitraan ekonomi yang paling utama adalah nilai-nilai : saling pengertian (shared value), trust (kepercayaan) dan budaya kerjasama ( a culture of cooperation), kesemuanya ini adalah modal sosial. Keberhasilan negara Jerman dan Jepang adalah karena akar dari long-term relationship dan etika kerjasama yang mampu untuk menumbuhkan inovasi dan mengembangkan industri di negara masing-masing. Bank Dunia menyatakan pula bahwa permasalahan yang kritis dalam penanggulangan kemiskinan adalah modal sosial yang tidak memadai. Dibawah ini digambarkan “virtous circle of social capital” yang diawali dengan penyertaan awal dari modal sosial oleh social entrepreneurs. Selanjutnya dibangun jaringan kepercayaan dan kerjasama yang makin meningkat sehingga dapat akses kepada pembangunan fisik, aspek keuangan dan sumber daya manusia. Pada saat unit usaha dibentuk (organizational capital) dan saat usaha sosial mulai menguntungkan maka makin banyak sarana sosial dibangun
Peningkatan Kesetaraan
Salah satu tujuan pembangunan ekonomi adalah terwujudnya kesetaraan dan pemerataan kesejahteraan masayarakat. Dan melalui social entrepreneurship tujuan tersebut akan dapat diwujudkan, karena para pelaku bisnis yang semula hanya memikirkan pencapaian keuntungan yang maksimal, selanjutnya akan tergerak pula untuk memikirkan pemerataan pendapatan agar dapat dilakukan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Contoh keberhasilan Grameen Bank adalah salah satu bukti dari manfaat ini. Demikian pula upaya J.B.Schramm dari Amerika Serikat yang telah membiayai ribuan pelajar dari keluarga tidak mampu untuk melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi.
0 komentar:
Posting Komentar