Pengaruh Krisis Eropa Terhadap Kerjasama Indonesia – Uni Eropa Dalam Bidang Perdagangan
Uni Eropa (UE) merupakan sebuah kemitraan ekonomi dan politik yang unik di antara 27 negara Eropa. Selama setengah abad, UE telah memberikan perdamaian, stabilitas dan kesejahteraan, membantu meningkatkan standar kehidupan dan menerbitkan masyarakat, barang, jasa dan modal dapat bergerak bebas di antara negara-negara anggota-anggota (layaknya dalam satu negara) sehingga UE menjadi pasar yang sangat menarik bagi negara-negara lain. Dan Indonesia merupakan perekonomian terbesar di Asia Tenggara dan mitra yang penting bagi UE baik untuk perdagangan maupun investasi bagi Indonesia, UE adalah salah satu tempat perdagangan terbesar untuk ekspor non-migas, dan selama beberapa tahun terakhir volume perdagangannya terus menunjukkan tren pertumbuhan. Investor dari Eropa juga telah terbukti sebagai salah satu mitra yang paling stabil dan handal bagi Indonesia. Satu tugas utama UE di Indonesia adalah untuk memfasilitasi aliran perdagangan dan investasi antara UE dan Indonesia, dan membantu perusahaan-perusahaan dalam mencari solusi terhadap tantangan dan hambatan yang mereka hadapi ketka melakukan usaha lintas negara. Pada saat yang sama, UE memfasilitasi ekspor dari Indonesia ke UE dengan memberikan akses istimewa ke pasar UE melalui skema Generalised System of Preference (GSP) untuk mendukung perluasan perdagangan antara UE dan Indonesia serta UE memberikan bantuan pada Indonesia melalui kerjasama perdagangan dan ekonomi.[1]
UE dan Indonesia telah menjalin hubungan dengan berbagai bidang yang berkembang secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Sebagai intisari hubungan ini adalah hubungan komersial yang besar dengan Indonesia, hubungan komersial mencapai nilai total sebesar € 17 miliar dalam bentuk perdagangan tahunan dan € 4 miliar dalam bentuk investasi dari perusahaan Uni Eropa, dengan Uni Eropa sebagai tujuan kedua yang paling penting untuk ekspor Indonesia (kecuali minyak dan gas). Kedua belah pihak juga menjalin persahabatan secara politis yang dikukuhkan pada bulan November 2009 dengan ditandatanganinya Perjanjian Kemitraan dan Kerjasama Uni Eropa – Indonesia (PCA), yang mempererat hubungan yang telah dijalani oleh Eropa dan Indonesia selama berabad-abad serta nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang dimiliki bersama oleh Indonesia – Uni Eropa. Indonesia dan Uni Eropa sama-sama telah mengidentifikasi bidang-bidang prioritas utama dalam PCA untuk memperkuat hubungan kedua pihak yaitu pendidikan, lingkungan hidup, perdagangan dan investasi, serta hak asasi manusia dan demokrasi.[2]
Sebagai sebuah reflreksi dari kekuatan normatif Uni Eropa, Partnership and Cooperation Agreement (PCA) antara Uni Eropa dan Indonesia tidak hanya memberikan keuntungan bagi Uni Eropa dan Indonesia dalam kaitannya dengan hubungan kedua belah pihak, melainkan memiliki implikasi yang lebih jauh dalam kaitannya dengan peran Uni Eropa dan Indonesia dalam hubungan internasional saat ini. Keduanya adalah kekuatan dunia yang berusaha memainkan peran yang lebih aktif melalui kapasitas mereka sebagai negara yang mendukung ide-ide dan prinsip-prinsip universal dalam hubungan internasional seperti penghargaan seperti penghargaan terhadap HAM, demokrasi serta good governance. PCA antara kedua belah pihak bisa memperkuat posisi dan peran kepemimpinan mereka dalam hubungan internasional yang berbasiskan kekuatan normatif.[3]
Uni Eropa (UE) dan Indonesia telah membuat kemajuan-kemajuan yang signfikan dalam membangun sebuah kemitraan yang modern dan berorientasi ke luar. Hal tersebut berakar pada penguatan hubungan perdagangan, suatu keterkaitan bersama untuk memajukan demokrasi dan hak asasi manusia,aksi terhadap perubahan iklim dan terorisme di dalam dan di luar negeri dan memperluas mata rantai dari orang ke orang.
Kepentignan-kepentingan strategis yang menjadi ini hubungan tersebut termasuk :
1. Indonesia adalah raksasa perdagangan dan perekonomian yang sedang tumbuh, anggota G20 dengan pertumbuhan berkesinambungan yang diharapkan mencapai 70% dan iklim yang semakin memikat para investor. Indonesia diuntungkan dengan lokasi yang sangat strategis menarik: lebih dari setengah perdagangan dunia melintasi bagian utara perbatasan lautnya.
2. Pemain utama di ASEAN: dengan populasi yang mencapai 40% dan perekonomian yang mencapai 35% dari populasi dan perekonomian negara-negara ASEAN, Indonesia sewajarnya mengambil tampuk kepemimpinan dalam organisasi tersebut dan menjadi pelaku penting dalam stabilisasi wilayah Asia Tenggara jangka panjang.
3. Indonesia adalah negara dengan mayoritas Muslim berbesar di dunia. Indonesia adalah negara yang paling demokratis di wilayah Asia Tenggara dengan rekam jejak dalam bidaang hak asasi manusia yang semakin baik.[4]
4. Kerjasama dengan Indonesia sangat penting untuk mengatasi perubahan iklim. Indonesia adalah negara terbesar ketiga penghasil gas rumah kaca dan sewajarnya menjadi mitra dalam menemukan solusi-solusi global.
Perhatian dan komitmen bersama kami untuk menjalin kolaborasi yang lebih erat saat ini diwujudkan dalam Perjanjian Kemitraan dan Kerjasama (PCA) UE- yang ditandatangani pada bulan November 2009. PCA ini membuka jalan menuju kerjasama yang lebih erat dalam berbagai bidang, termasuk perdagangan, lingkungan hidup, energi, pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, migrasi dan anti-terorisme. Perluasan dan pendalaman kerjasama kami dilakukan melalui:
a. Upaya-upaya untuk mendorong arus perdagangan, investasi dan akses pasar, termasuk dengan melakukan upaya ambisius untuk mencapai Perjanjian Kemitraan Ekonomi secara menyeluruh yang mencakup perdagangan, investasi dan jasa.
b. Sebuah dialog Hak Asasi Manusia EU – Indonesia yang baru diluncurkan pada tahun 2009 untuk mengintensifkan diskusi mengenai topik-topik yang menjadi kepentingan bersama.
c. Memperat mata rantai dari orang ke orang, termasuk melalui program beasiswa Erasmus Mundus, pembaruan akses oleh Indonesia terhadap peluang penelitian dan pengembangan UE dan peningkatan sektor pariwisata.
d. Pengembangan pertukaran antarbudaya dan pelibatan kelompok-kelompok Islam moderat. Hal tersebut memperkuat program-program kerjasama pembangunan UE di Indonesia yang substansial, yang memberikan dukungan kepada proses reformasi Indonesia di bidang demokratisasi, hak asasi manusia, tata kelola pemerintahan yang baik; pengentasan kemiskinan,termasuk pendidikan; peningkatan iklim perdagangan dan investasi; mengatasi masalah-masalah lingkungan dan mempromosikan kerjasama ASEAN.
Selain itu, UE telah memberikan dukungan kepada Indonesia di bidang-bidang yang memberikan tantangan-tantangan politik dan spesifik. Kontribusi UE terhadap proses perdamaian Aceh mengambarkan ikatan yang erat antara UE dan Indonesia. UE mendanai pertemuan-pertemuan mediasi dan mencanangkan Misi Pemantauan Aceh untuk mengawasi pelaksanaan perjanjian perdamaian dan memberikan kontribusi besar hampir €30 juta untuk membantu memastikan stabilitas proses perdamaian dalam jangka panjang.
Kerjasama Komisi Eropa di Indonesia dirancang untuk mendukung kebijakan-kebijakan Pemerintah Indonesia, sebagaimana yang dicerminkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Pemerintah. Kerja sama tersebut juga mengikuti kebijakan-kebijakan kerja sama pembangunan secara keseluruhan dari Uni Eropa. Sektor-sektor fokus dalam jumlah terbatas telah disepakati bersama dalam Counter Strategy Paper (CSP) 2007 – 2013, yaitu sektor: 1) Pendidikan; 2) Perdagangan dan Investasi; 3) Penegakan Hukum dan Keadilan. Alokasi indikatif yang telah disediakan untuk periode tahun 2007–2013 menempatkan Indonesia sebagai penerima bantuan pembangunan Komisi Eropa terbesar kedua di Asia setelah Afganistan.[5]
Pada tanggal 23 November 2007, dengan dihadiri oleh Presiden Indonesia dan Presiden Komisi Eropa, Pemerintah Indonesia dan Komisi Eropa menandatangani sebuah Nota Kesepahaman untuk merumuskan bantuan keuangan gelombang pertama sebesar € 248 juta yang mencakup periode tahun 2007 – 2010, yaitu untuk pendidikan (€ 198 juta). Bantuan gelombang kedua sebesar € 200 juta untuk periode tahun 2011 – 2013 telah ditentukan pada tahun 2010. Selain kerja sama bilateral dalam kerangka CSP, Indonesia dapat memperoleh manfaat dari kerja sama regional dan program-program tematik. Komisi Eropa juga memberikan tanggapan yang cepat dan substansial terhadap keadaan-keadaan darurat melalui Departemen Bantuan Kemanusiaan Komisi Eropa (ECHO) serta mendukung Rekonstruksi pasca tsunami/gempa bumi di Aceh – Nias dan Yogyakarta (€ 246 juta) serta Proses Perdamaian Aceh.
Untuk mendukung hubungan dengan Indonesia, Uni Eropa memberikan bantuan hibah yang substansial – sebesar € 500 juta dalam bentuk hibah umum kepada negara ini dalam jangka waktu lebih dari lima tahun, dan dalam beberapa tahun terakhir ini sebagian besar sumber daya (hibah sebesar lebih dari € 5400 juta) diberikan untuk rekonstrusi tsunami di Aceh. Selain itu banyak program Uni Eropa – Indonesia sebagai upaya untuk mengembangkan hubungan dalam bidang-bidang yang aneka ragam seperti kebudayaan, pertukaran mahasiswa serta program penelitian dan tehnologi dan bank investasi Eropa juga aktif dalam memberikan pinjaman bagi Indonesia.
Hubungan Indonesia – Uni Eropa telah berlangsung semenjak adanya perjanjian Uni Eropa atau Masstricht pada tahun 1992 di Massricht Belanda. Perjanjian ini mendorong pembentukan uero dan menciptakan struktur pilar Uni Eropa, yaitu Komunitas Eropa (EC), Kebijakan Luar Negeri dan Keamanan Bersama (CESP), dan Urusan Keadilan Dalam Negeri. Pilar pertama adalah tempat institusi pilar supranasional UE, yaitu Komisi Parlemen Eropa dan Mahkamah Eropa, serta memiliki kekuasaan dan pengaruh terbesar. Dua pilar lainnya bersifat antarpemerintah dengan keputusan yang dibuat oleh komite yang terdiri dari politisi dan pejabat negara-negara anggota. Ketiga pilar tersebut adalah struktur perpanjangan dari kebijakan sebelumnya, Pilar aKomunitas Eropa adalah kelanjutan Komunitas Ekonomi Eropa dengan kata “Ekonomi” dihapuskan untuk mewakili dasar kebijakan yang lebih luas sesuai perjanjian Maastricht, Koordinasi kebijakan luar negeri dilaksanakan sejak awal 1970-an di bawah nama kerjasama politik Eropa (EPC), yang telah dicantumkan dalam perjanjian-perjanjian oleh undang-undang Eropa tunggal, namun bukan sebagai bagian dari EEC. Sementara pilar Urusan Keadilan dan Dalam Negeri memperpanjang kerjasama dalam hal penegakan hukum, keadilan, kriminal, perlindungan, dan imigrasi dan kerjasama yudisial pada masalah-masalah publik, sejumlah bidang tersebut telah dijadikan kerjasmaa antarpemerintah di bawah konvensi Impelementasi Schegan 1990.
Penciptaan pilar ini adalah wujud dari keinginan berbagai negara anggota untuk memperluas Komunitas Eropa ke bidang kebijakan luar negeri, militer, keadilan kriminal, kerjasama hukum, dan keraguan negara anggotalain, terutama Britania Raya, mengenai bidang tambahan yang dianggap terlalu sensitif untuk dikelola oleh mekanisme supranatural Komunitas Ekonomi Eropa.[6]
Krisis Eropa yang bermula dari kegagalan pemerintah Yunani dalam mengelola ekonomi makro-nya, krisis berawal dari akumulasi defisit anggaran yang setiap tahunnya rata-rata mencapai sebesar 6% dari PDB selama 30 tahun. Yunani nampaknya tidak menerapkan prinsip kehati-hatian (Prudent) dalam kebijakan defisitnya, sehingga defisit anggaran mencapai dua kali lipat dari ketentuan UE yang maksimum ditetapkan sebesar 3%. Sementara ini pasar obligasi dalam negeri masih sangat terbatas, untuk itu Yunani menjual surat utang negara (SUN)-nya kepada investor di Prancis, Swiss, dan Jerman sebagai dampak akumulasi defisit, saat ini defisit Yunani mencapai 13,6% dari PDB. Tingginya defisit Yunani di atas nampaknya efek dari lemahnya disiplin anggaran serta buruknya administrasi perpajakan.
Kewajiban pembayaran utang sebesar 30 biliun uero mengalami gagal bayar. Pemerintah Yunani nampak sudah pasrah dan menyatakan ketidakmampuannya untuk mencari dana segar guna melunasi kewajibannya yang jatuh tempo. Hal ini memperparah derita Yunani, karena lembaga peringkat hutang Standard dan Poor’s menurunkan peringkat hutang Yunani dari B menjadi CCC sehingga berpotensi gagal bayar pada 14 Juni 2010. Level kredit CCC hanya empat notch di atas level terendah berdasarkan pengukuran lembaga pemeringkat yang berbasis di Amerika. Akibat turunnya peringkat utang Yunani,membuat para investor beramai-ramai melepas Euro dan beralih ke Dollar sehingga Euro melemah seiring ketakutan akan tidak mampunya Yunani dalam membayar utangnya.[7]
Di Irlandia sendiri sedang terbelit imbal hasil (yield) surat utang (obligasi) yang diterbitkan oleh pemerintah serta keadaan anggaran negara yang mengalami defisit hingga sebesar 32 persen terhadap produk domestik bruto tercatat sebagai defisit anggaran terbesar di kawasan Eropa. Melihat fakta tersebut sangat wajar kalau krisis Irlanida mulai menebar kekhawatiran global. Sebab posisi keuangan Irlandia yang tidak stabil tersebut berisiko tinggi terhadap gagal bayar obligasi yang diterbitkan pemerintah.
Adapun keadaan Portugal yang tidak jauh berbeda dengan Yunani yang terbelit hutang mengakibatkan ketidakstabilan ekonomi yang berefek terhadap kehidupan politik dan sosial di Portugal. Di langsir, akibat krisis hutang tersebut 90% pekerja gabungan dari pekerja kantor pos, rumah sakit dan pengajar melakukan pemogokan guna menentang perluasan langkah penghematan pemerintah di dalam anggaran ketat 2012 dengan tujuan membantu negeri membayar utangnya.
Selain Irlandia dan Portugal, kini perluasan krisis Eropa telah menjalar ke Italia seiring melonjaknya tingkat imbal hasil surat utang pemerintah. Tingkat imbal hasil surat berharga melonjak hingga 7,502 persen tertinggi sejak euro diperkenalkan pada tahun 1999. Mengakibatkan para investor terpaksa menjual surat-surat berharga Italia setelah kostosdian Eropa menaikkan kolateral yang dibutuhkan untuk meminjam dengan surat utang itu. Investor pun semakin khawatir ketidakstabilan kondisi politik setelah mundurnya perdana menteri Italia Silvio Berlusconi bisa menyebabkan reformasi ekonomi tertunda.
Tidak hanya pada keempat negara di atas, krisis ekonomi yang terjadi di Eropa sekarang semakin terasa mempengaruhi negara-negara anggota Uni Eropa lainnya seperti Spanyol hingga Prancis, kisruh ketidakstabilan ekonomi tersebut semakin mengkhawatirkan negara-negara Eropa bagian utara khususnya Jerman yang memiliki peran penting dalam mekanisme perekonomian anggota Uni Eropa.[8]
Krisis Eropa ini kemudian berpengaruh pada perekonomian global, terutama di negara-negara kawasan Asia yang banyak melakukan perdagangan langsung dengan Uni Eropa. Misalnya Indonesia yang menjadikan UE sebagai pasar ekspor tradisional dengan komoditas utama yang diekspor adalah kelapa sawit, tembaga, karet, batubara. Kerjasama perdagangan ini sangat bagus dan menguntungkan kedua negara. Menurut data dari kementerian perdagangan kegiatan ekspor – impor antara Indonesia dan Uni Eropa selama tahun 2011 mencapai USD 33 milyar dengan surplus dari pihak Indonesia sebesar USD 8 milyar. Indonesia selalu mencapai surplus dalam perdagangan antara Indonesia – Uni Eropa pada periode tahun 2007 hingga 2011 yaitu sebesar 11,49 persen.
Krisis Eropa yang sudah mengglobal ini kemudian mempengaruhi nilai ekspor Indonesia dengan begitu cepat di beberapa sektor ekonomi. Penurunan nilai ekspor ini bisa dilihat pada April 2012 ekspor Indonesia mencapai U$ 15,98 milyar atau mengalami penurunan sebesar 7,36 persen dibanding ekspor Maret 2012. Demikian juga bila dibanding April 2012 mengalami penurunan sebesar 3,46 persen. Menurut sektor hasil industri periode Januari – April 2012 turun sebesar 0,74 persen dibanding periode yang sama pada tahun 2011, demikian juga ekspor hasil pertanian turun sebesar 2,97 persen.
Dengan melihat fenomena di atas maka kemudian penulis mengambil inisiatif untuk menganalisa dan mengamati bagaimana dampak dari krisis Eropa bisa berpengaruh terhadap kerjasama Indonesia – Uni Eropa dalam bidang perdagangan.
A. Gambaran Umum Krisis Uni Eropa
Adanya krisis yang melanda Eropa sebenarnya baru terdeteksi pada akhir 2009 yang dipicu oleh melonjaknya beban utang dan defisit fiskal negara anggota Uni Eropa, utamanya Yunani. Meskipun sejak tahun 2000 hingga 2007, Yunani dikenal sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di Eropa, akibat meningkatnya investasi asing yang membanjiri Negara tersebut.
Rata-rata pertumbuhan ekonomi Yunani tumbuh sebesar 4,2% per tahun dan rendahnya yield obligasi pemerintah sebagai refleksi dari rendahnya country risk memungkinkan pemerintah Yunani berhutang dengan menerbitkan obligasi secara terus menerus guna membiayai sektor publiknya. Hal ini terus berlanjut setelah diluncurkannya Euro, dimana pemerintah Yunani mempunyai kesempatan untuk melakukan pinjaman dengan mata uang Euro yang bernilai tinggi dengan bunga yang rendah karena rendahnya country risk Yunani. Pembiayaan yang tidak terkendali membuat Yunani terperangkap pada ratio hutang terhadap product domestic bruto (GDP) yang besar yaitu diatas 100% pada saat itu.
Pada tahun 2009, krisis subprime mortgage yang melanda dunia memberikan pukulan telak terhadap perekonomian Yunani, dua industri terbesar di Negara tersebut yaitu industri pelayaran serta pariwisata mengalami tekanan hebat sehingga menyebabkan terjadinya penurunan pendapatan sebesar 15% pada tahun 2009. Pemerintah Yunani kemudian membayar beberapa bank krediturnya untuk menutupi nilai hutang Yunani yang sesungguhnya sebagai upaya untuk memastikan bahwa kondisi perekonomian Negara itu masih terkendali. Hingga pada akhirnya rekayasa terhadap laporan keuangan Yunani terbongkar, dan pada akhir tahun 2009 pemerintah George Papandreou merevisi defisit anggaran pemerintahnya menjadi 12.7% terhadap produk domestic bruto (GDP) dari sebelumnya 6%.[9]
Keterpurukan Yunani terus berlanjut, karena pada tanggal 27 April 2010, lembaga rating internasional Standard & Poor’s menurunkan rating hutang Yunani menjadi BB+ yang merupakan rating untuk junk bond dikarenakan tingginya kekhawatiran pasar terhadap ketidakmampuan Yunani untuk membayar hutangnya dan membeli kembali obligasinya. Penurunan rating hutang Yunani kemudian juga dilakukan oleh the Fitch dan Moody. Setelah penurunan rating tersebut kondisi perekonomian Yunani terus memburuk, dimana pada bulan mei 2010, defisit anggaran pemerintah yunani melonjak menjadi 13.6%, dan merupakan defisit anggaran terbesar di dunia dengan rasio hutang terhadap GDP sebesar 115%.
Kondisi perekonomian Yunani yang morat marit pada akhirnya mendorong kekhawatiran pasar bahwa kondisi tersebut akan berimplikasi ke Negara lainnya di Eropa, terutama ke Eropa Selatan atau yang sering disebut dengan PIGS (Portugal, Italy, Greece and Spain). Perlu diketahui bahwa kelompok Negara tersebut memiliki kondisi perekonomian yang mirip, dimana rata-rata Negara tersebut memiliki rasio hutang terhadap PDB yang besar, serta terperangkap oleh defisit anggaran yang tinggi dalam membiayai sector publiknya. Kesamaan karakteristik inilah yang menjadi kekhawatiran pasar, karena hal ini mengingatkan pasar terhadap krisis Asia 1998 dimana krisis yang terjadi di Argentina, menjalar ke Thailand hingga ke Indonesia akibat adanya kesamaan karakter ekonomi ketiga Negara tersebut.
Hingga akhirnya, kekhawatiran pasar terhadap implikasi krisis hutang Yunani ke Negara lainnya di Eropa menjadi kenyataan, karena seperti diberitakanBlommberg pada tanggal 29 Mei 2010, The fitch akhirnya menurunkan rating hutang Spanyol menjadi AA+ dengan outlook stabil. Penurunan rating hutang Spanyol dari AAA yang telah dipertahankan selama 7 tahun (sejak tahun 2003) menjadi AA+ pada tahun ini tentunya menandakan bahwa kondisi perekonomian spanyol menurun.
Krisis ini ternyata juga menjalar ke Negara lain karena tepatnya pada 4 Juni 2010, Perdana Menteri Hungaria, Viktor Orban, mengatakan bahwa kondisi perekonomian Hungaria sedang berada pada kondisi yang sangat kritis atauvery grave situation, akibat munculnya kekhawatiran akan defaultnya kredit perumahan di Hungaria. Kondisi tersebut pada akhirnya menjadi trigger utama melemahnya Euro terhadap USD menjadi US$ 1.196 yang merupakan titik terendah Euro terhadap USD dalam 4 tahun terakhir.
Krisis Yunani menimbulkan efek domino bagi Negara lain di Uni Eropa, Negara-negara Eropa khususnya Irlandia, Yunani, Spanyol, dan Portugal saat ini mengalami krisis defisit anggaran yang besar. Adanya krisis ini merembet ke negara lainnya khususnya Uni Eropa, dan dikhawatirkan mempengaruhi ekonomi dunia secara keseluruhan. Hal itu dikarenakan dari sisi beban utang dalam Maastricht Benchmark sudah disepakati bahwa rasio utang pemerintah terhadap PDB tidak boleh melampaui 60 %, namun banyak negara Uni Eropa yang melanggar ketentuan ini, seperti Italia (115,8 %), Yunani (115,1 %), Prancis (77,6 %), Portugal (76,8 %), Jerman (73,2 %), Inggris (68,1 %), dan Irlandia (64 %).
Sementara dari sisi defisit fiskal dimana rasionya terhadap PDB tidak boleh lebih dari dari 3 persen, pada 2010 ada 12 negara yang melanggar konsensus ini, seperti Irlandia (14,3 %), Yunani (13,5 %), Inggris (11,3 %), Spanyol (11,2 %), Portugal (9,4 %), Prancis (7,6 %), Belanda (6,1 %), Italia (5,2 %), Belgia (4,8 %), Austria (4,7 %), Finlandia (3,6 %), dan Jerman (3,3 %). [9] Akibatnya, beberapa waktu lalu bursa saham dan pasar finansial Eropa mengalami kejatuhan yang terindikasi dari pelarian modal (capital flight) secara masif dari pasar Eropa ke negara-negara yang dianggap lebih aman seperti AS. Selain itu, Krisis Eropa telah melemahkan permintaan agregat dan produktivitas industri dalam beberapa waktu terakhir.
B. Ekspor Indonesia ke Uni Eropa
Perkembangan hubungan bilateral RI-Uni Eropa dirintis sejak tahun 1967 di bawah kerangka ASEAN ketika UE masih berbentuk Masyarakat Ekonomi Eropa (European Economic Community). Dan Indonesia menjadikan Uni Eropa sebagai mitra perdagangan dan pasar tujuan ekspor yang potensial. UE merupakan pasar utama terbesar bagi Indonesia setelah Amerika Serikat dan Jepang. Dalam lima tahun terakhir, kinerja perdagangan Indonesia-Uni Eropa terus meningkat dan selalu mendatangkan surplus bagi Indonesia sebesar rata-rata USD5,16 miliar per tahunnya. Namun terjadinya penurunan ini, menurut Menteri perdagangan lebih dikarenakan adanya beberapa regulasi Uni Eropa yang menghambat ekspor Indonesia ke Eropa, termasuk ke Swedia. Ekspor yang terhambat misalnyaRenewal Energy Directive (RED) menyebabkan menurunnya ekspor CPO Indonesia ke Swedia. Namun ini akan diselesaikan melalui Working Group on Trade and Investment (WGTI) Indonesia-Uni Eropa Indonesia dan EU telah membahas dan mencari solusi yang menguntungkan kedua pihak, termasuk untuk isu standard.
Selain itu penurunan ekspor ke Uni Eropa juga lebih dipengaruhi oleh adanya krisis yang dialami oleh Mesir yang menjadi jalur perdagangan yang membawa barang-barang ke Uni Eropa, khususnya furnitur. Potensi kehilangan itu dihitung dari potensi kehilangan ekspor dari negara Eropa yang mencapai 40 juta dollar (Rp 360 miliar), karena seluruh barang furnitur Indonesia melalui Mesir.[10]
Namun secara umum dilihat dari sektor impor dan ekspor Uni Eropa dari Indonesia mengalami fluktuasi. Dalam beberapa bidang seperti pertanian mengalami peningkatan di tiap tahunnya, hal ini berdasarkan grafik eurostat, sedangkan dalam barang setengah jadi buatan pabrik lainnya mengalami penurunan selama beberapa tahun terakhir.
Menurut beberapa ahli ekonomi, termasuk Fauzi Budi, Krisis finansial Yunani yang dikhawatirkan menjalar ke Portugal dan Spanyol hanya terjadi di Negara-negara Eropa Selatan. Sementara penopang utama ekonomi Eropa adalah negara-negara Eropa Utara seperti Jerman dan Prancis, Negara Skandinavia dan Benelux (Belanda,Belgia dan Luxemburg). Sehingga ini diprediksi tidak akan terlalu mempengaruhi ekspor Indonesia ke Uni Eropa, terlebih ekspor Indonesia ke Yunani sebagai Negara yang paling mengalami dampak dari krisis ini tidak begitu besar.
Pada tahun 2011 ekonomi Indonesia diperkirakan semakin prospektif. Berbagai publikasi internasional, seperti WEO dan Consensus Forecastmemproyeksikan laju PDB Indonesia pada 2011 akan lebih tinggi dibanding 2010, yakni pada tingkat 6,2 persen. Meskipun diwarnai sejumlah sinyal positif, namun potensi datangnya tantangan pada tahun 2011 tetap perlu diwaspadai. Dari perspektif global, salah satu tantangan berasal dari meluasnya dampak Krisis Eropa.
Bagi Indonesia, meluasnya dampak lanjutan Krisis Eropa 2011 merupakan tantangan tersendiri. Pasalnya, Uni Eropa merupakan salah satu tujuan ekspor nonmigas Indonesia yang potensial. Dalam lima tahun terakhir, kinerja perdagangan Indonesia-Uni Eropa terus meningkat dan selalu mendatangkan surplus bagi Indonesia sebesar rata-rata USD5,16 miliar per tahunnya. Berlanjutnya Krisis Eropa pada 2011 berpotensi menurunkan kinerja ekspor Indonesia ke kawasan tersebut yang pada gilirannya bisa menghambat ekspansi ekonomi pada 2011.
Pengamat Ekonomi Faisal Basri menilai bahwa dampak krisis yang saat ini sedang melanda kawasan Eropa tidak akan signifikan terhadap sektor ekonomi dan pasar modal Indonesia layaknya krisis Amerika pada 2008 yang lalu. Pasalnya, cadangan devisa Indonesia terus mengalami kenaikan hingga US$78,5 miliar di posisi bulan April 2010. Bagusnya kondisi ekonomi dan keuangan Indonesia bisa dilihat dari stabilnya tingkat inflasi dan suku bunga yang berlaku. Sementara fluktuasi pasar modal juga cenderung mengalami menurun.
Krisis Eropa juga tidak akan berpengaruh besar terhadap perekonomian Indonesia secara menyeluruh. Sebab, ketergantungan Indonesia terhadap pasar Eropa sangat kecil. Hal ini terlihat dari prosentasi ekspor Indonesia ke berbagai negara di wilayah Eropa seperti Yunani, negara di Eropa yang mengalami krisis terparah saat ini masih sangat kecil. Ekspor ke Eropa yang relatif besar adalah ke negara Jerman dan Perancis yang kondisinya masih sangat kuat.
Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu juga mengungkapkan hingga kini pemulihan ekonomi Eropa belum terjadi secara penuh. Sehingga potensi adanya krisis Eropa terhadap kinerja ekspor Indonesia ke Eropa masih berpotensi berdampak, meski tidak akan secara signifikan. Menurut Mari, justru negara yang patut sangat waspada adalah China, terkait krisis Eropa saat ini. Mengingat ketergantungan ekspor China ke Eropa mencapai 30% dari total ekspor negeri tirai bambu tersebut. Ketergantungan eskpor Indonesia terhadap pasar Eropa tidak sebesar China, hanya 11, 4 persen.
Meskipun begitu krisis utang yang dialami oleh Yunani dan negara Eropa Selatan lainnya dikhawatirkan akan menyebabkan Jerman dan Prancis sebagai motor penggerak perekonomian Eropa melepas euro. Jika ini terjadi maka bursa saham global akan anjlok. Investor global akan menarik dananya di bursa-bursa Asia, khususnya dari pasar negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia. Namun langkah-langkah antisipasi yang diambil Eropa akan mampu meredam gejolak krisis.[11]
SUMBER-SUMBER ARTIKEL DI ATAS :
[1] Julian Wilson, Perdagangan. http://eeas/europa.eu/delegations/indonesia/eu|_indonesia/trade_relation/index_id.htm
[2] Julian Wilson, Tentang Uni Eropa http://eeas.europa.eu/delegations/indonesia/about_us/welcome/index_id.htm.
[3] Julian Wilson, Tentang Uni Eropa http://eeas.europa.eu/delegation/indonesia/about_us/welcome/index_id.htm
[4] Universitas Gadjah Mada, PCA Indonesia-Uni Eropa, http://www.ugm.ac.id/index.php?page=rilis&artikel=5270
[5] Julian Wilson, Tentang Uni Eriopa, http://eeas.europa.eu/delegations/indonesia/about_us/welcome/index_id.htm
[6] http:/id.wikipedia.org/wiki/Perjanjian Maastricth
[7] Jey Radcliffe, Faktor Penyebab Krisis Ekonomi Eropa dan Negara yang Terkena Dampak Krisis (http://arvinradcliffe.blogspot.com/2012/01/faktor-penyebab-krisis-ekonomi-eropa.html)
[8] Jey Radcliffe, Faktor Penyebab Krisis Ekonomi Eropa dan Negara yang Terkena Dampak Krisis (http://arvinradcliffe.blogspot.com/2012/01/faktor-penyebab-krisis-ekonomi-eropa.html).
[9] Kampekique,2011, KerjasamaAntaraIndonesiadanUniEropa, diakses dari http://kampekique. wordpress. com/2011/01/18/kerjasama-antara-indonesia-dan-uni-eropa/
[10] Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Kebijaksanaan Umum dan Politik Luar Negeri RI – UniEropa (UE) diakses dari http://www.deplu.go.id/Pages/IFPDisplay.aspx?Name=RegionalCooperation&IDP=15&P=Regional&l=id pada Tanggal 7 Mei 2011 pada pukul 14.09 WITA
[11] KoranTempo.2010. AturanImporEropaAncamEksporIndonesia. Diakses dari http://bataviase.co.id/node/124830 pada Tanggal 6 Mei 2011 pada Pukul 11.59 WITA
0 komentar:
Posting Komentar