Keberhasilan Pendidikan Islam
Pendidikan Islam adalah suatu aktivitas untuk mengembangkan seluruh aspek kepribadian subjek didik yang berjalan seumur hidup. Maka dalam hal ini pendidikan harus dilaksanakan secara trylogi pendidikan yaitu pendidikan informal (rumah tangga), pendidikan formal (disekolah) dan pendidikan non formal (dalam masyarakat).
H. M. Arifin bahwa pendidikan Islam adalah sebagai usaha membina dan mengembangkanpribadai manusia dari aspek-aspek rohaniah dan jasmaniah juga harus berlangsung secara bertahap oleh karena suatu kematangan yang bertitik akhir pada optimalisasi perkembangan/pertumbuhan.
Omar Muhammad At-Toumy al-Syaebani mengemukakan bahwa pendidikan Islam diartikan sebagai usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan dalam alam sekitarnya melalui proses kependidikan.
Mohd. Fadil Al-Djamaly mengatakan bahwa pendidikan Islam adalah proses yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik dan mengangkat derajat kemanusiaannya, sesuai dengan kemampuan dasar (fitrah) dan kemampuan ajarnya (pengaruh dari luar).
Pendapat Mohd. Fadil Al-Djamaly di atas bahwa manusia ketika lahir ke dunia mempunyai potensi (fitrah), maka potensi dasar tersebut perlu dikembangkan melalui pendidikan sehingga subjek didik dapat mengaktualisasikan ilmu dalam kehidupannya.
Sebagaimana Allah berfirman dalam surat ar-Rum Ayat 30, yang artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu, tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS. Ar-Ruum: 30).
Islam menegaskan bahwa anak pada dasarnya baik, ketiak dilahirkan dalam fitrah yang suci. Sehingga seorang bayi, hidup dalam alam paradise (kalau mati dalam keadaan Islam dianggap langsung masuk ke surga). Dalam perkembangan selanjutnya, dalam istilah keagamaan, karena kelemahannya sendiri, sang bayi yang tumbuh pelanpelan menjadi dewasa ini lalu tergoda, karena taraikan kehidupan dunia, sehingga sedikit demi sedikit ia masuk ke dalam inferno “neraka dunia” (metafor untuk mereka yeng menjauhi diri dari suara hatinya yang suci).
Karena dosanya hatinya pun jadi kotor. Kemudian dalam suatu keadaan yang disebut penyucian, seorang manusia dilatih kembali untuk lepas dari infernonya dari neraka dirinya. Inilah proses kealam purgatorio, alam pembersihan diri, dimana akan dirinya. Inilah proses ke alam purgatorio, alam pembersihan diri, dimana akan terbuka kembali alam kefitrahannya, yang pada dasarnya setiap manusia dilahirkan dalam kefitrahan ini. Keadaan hati yang ada dalam kecermelangannya. Sebenarnya fitrah ini bukanlah sesuatu yang didapatkan atau diusahakan, tetapi sesuatu yang ditemukan kembali. Itu sebabnya istilah yang dipakai (seperti misalnya dalam Idul Fitri kita minggu depan) adalah “kembali ke fitrah” yang secara simbolik artinya adalah merayakan kembalinya diri kita kembali kea lam paradise (surge diri) alam kefitrahan manasia (kembali kepada kecemerlangan suara hati) asal dari penciptaannya.
Dengan kemampuan dasar di atas Abdul ‘Ala al-Maududi menyatakan manusia telah dibentuk oleh Tuhan dalam 2 aspek kehidupan dalam 2 suasana kegiatan yang berbeda. Pertama ia berada di dalam suasana di mana dirinya secara menyeluruh diatur oleh hukum Tuhannya. Dia sedikitpun tak dapat beringsut dan tak dapat menghindari sama sekali dari aturan Tuhannya. Juga ia tak dapat mengubah dan melangkahinya.
Dengan kata lain ia benar-benar terperangkap dalam genggaman hukum alam dan terikat untuk mematuhinya. Kedua, manusia telah dianugerahi kemampuan akal dan kecerdasan. Ia dapat berpikir dan membuat pertimbangan dangan akalnya untuk memilih dan menolak serta mengambil atau membuangnya. Ia juga dapat memeluk kepercayaan apa saja, mengikuti cara hidup apa saja, serta membentuk kehidupannya sesuai dengan ideology yang dipilih. Diapun dapat menciptakan kode tingkah lakunya sendiri atau menerima saja kode-kode yang di buat oleh orang lain. Dia telah diberi kemampuan “free will” (bebas berkehendak) dan dapat menetapkan arah perbuatannya sendiri.
Herman H. Horne berpendapat pendidikan harus dipandang suatu proses penyesuaian diri manusia secara timbale balik dengan alam sekitar, dengan sesama manusia dan dengan tabiat yang tertinggi dari kosmos.
Brubacher bahwa pendidikan adalah proses timbal balik dari tiap pribadi manusia dalam rangka penyesuaian dirinya denganalam semesta dan temannya.
Pendidikan merupakan perkembangan yang terorganisasi dan kelengkapan dari semua potensi-potensi manusia, moral, intelektual dan jasmani (fisik), oleh dan untuk kepribadian individunya dan kegunaan yang diharapkan demi menghimpun semua aktivitas tersebut bagi tujuan akhir hidupnya. Pendidikan adalah proses dimana potensi-potensi ini (kemampuan kapasitas) manusia yang mudah dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan supaya disempurnakan oleh kebiasaan yang baik, oleh alat atau media yang disusun sedemikian rupa dan dikelola oleh manusia untuk menolong orang lain atau dirinya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
Dari pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa setiap jenis pendidikan baik informal, formal dan non informal agar subjek didik terjadi perkembangan kecerdasan baik kecerdasan intelektual, spiritual maupun emosional dan juga dapat diaktualisasi oleh subjek didik dalam kehidupannya, maka pendidikan dan pengajaran harus diarahkan sesuai dengan tujuan pendidikan Islam.
Dalam hal ini secara realitas kebanyakan subjek didik belum mengaktualisasikan ilmu-ilmu pengetahuan atau meteri-materi pelajaran yang telah dipelajari secara formal atau non formal. Justru itu pembelajaran tersebut belum tercapai tujuan operasional yaitu tujuan praktis yang dicapai malalui sejumlah kegiatan pendidikan tertentu. Dalam pendidikan formal, disebut juga tujuan instruksional yang dikembangkan menjadi Tujuan Instruksional Umum (TIU) dan Tujuan Instruksional Khusus (TIK). Tujuan Instruksional tersebut merupakan tujuan pengajaran yang direncanakan dalam unit kegiatan pengajaran tertentu. Maka dalam hal ini, apabila Tujuan Instruksional Umum dan Tujuan Instruksional Khusus belum tercapai, sehingga belum tercapai pula Tujuan Pendidikan Islam. Oleh karena itu tujuan pendidikan Islam yang merupakan kemampuan dan keterampilan yang menuju kepada insan kamil (manusia sempurna).
Dari di atas Burhan Somad bahwa tujuan pendidikan Islam adalah membentuk individu bercorak dan berderajat tertinggi menurut ukuran Allah yang merupakan tujuan hidup manusia.
Dalam hal ini Allah telah berfirman dalam surat at-Tin ayat 4-6 yaitu: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaikbaiknya, kemudian Kami kembalikan dia ke derajat yang paling rendah, kecuali orang-orang yang beriman dan yang mengerjakan amal saleh, maka bagi mereka pahala yang tidak putus-putusnya”.
Dengan demikian pendidikan Islam adalah segala upaya atau proses pendidikan yang dilakukan untuk membimbing tingkah laku manusia baik individu maupun sosial untuk mengarahkan potensi baik yang sesuai dengan fitrahnya melalui proses intelektual dan spiritual berlandasan nilai Islam untuk mencapai kehidupan di dunia dan akhirat. Dari pandangan ini, dapat dikatakan bahwa pendidikan Islam bukan sekedar “transfer of knowledge” ataupun “transfer of training”, tetapi lebih merupakan suatu sistem yang ditata di atas pondasi “keimanan” dan “kesalehan”, yaitu suatu sistem yang terkait secara langsung dengan Tuhan. Dengan demikian, dapat dikatakan pendidikan Islam merupakan suatu kegiatan yang mengarahkan dengan sengaja perkembangan seseorang sesuai atau sejalan dengan nilai-nilai Islam. Maka sosok pendidikan Islam dapat digambarkan sebagai suatu sistem yang membawa manusia kearah kebahagian dunia dan akhirat melalui ilmu dan ibadah. Karena pendidikan Islam membawa manusia untuk kebahagian dunia dan akhirat, maka yang harus diperhatikan adalah “nilai-nilai Islam tentang manusia, hakikat dan sifat-sifatnya, misi dan tujuan hidupnya di dunia ini dan akhirat nanti, hak dan kewajibanny sebagai individu dan anggota masyarakat. Semua ini dapat kita jumpai dalam Al-Quran dan Hadits. Jadi, dapat dikatakan bahwa konsepsi pendidikan model Islam, tidak hanya melihat pendidikan itu sebagai upaya “mencerdaskan” semata (pendidikan intelek, kecerdasan), melainkan sejalan dengan konsep Islam tentang manusia dan hakikat eksistensinya. Maka pendidikan Islam sebagai suatu pranata sosial, juga sangat terkait dengan pandangan Islam tentang hakikat keberadaan (eksistensi) manusia. Oleh karena itu, pendidikan Islam juga berupaya untuk menumbuhkan pemahaman dan kesadaran bahwa manusia itu sama di depan Allah dan perbedaannya adalah terletak pada kadar ketakwaan masing-masing manusia, sebagai bentuk perbedaan secara kualitiatif.
1. Hakikat Subjek Didik
Dalam proses pembelajaran subjek didik unsur yang sangat penting di samping guru dan fasilitas lainnya, sehingga perlu dibahas terlebih dahulu hakikat daripada subjek didik tersebut. Manusia diciptakan Allah selain menjadi hamba-Nya, juga menjadi penguasa (khalifa) di atas bumi. Selaku hamba dan khalifah manusia telah diberikan kelengkapan kemampuan jasmaniah (fisiologis) dan rohaniah (mental psikologis) yang dapat di kembang tumbuhkan seoptimal mungkin, sehingga menjadi alat yang berdaya guna dalam ikhtiar kemanusiaannya untuk melaksanakan tugas pokok kehidupan di dunia.
Manusia diberi hidup oleh Allah tidak secara outomatis dan langsung, akan tetapi melalui proses panjang yang melibatkan berbagai faktor dan aspek. Ini tidak berarti Allah tidak mampu atau tidak kuasa menciptakannya sekaligus. Akan tetapi justru karena ada proses itulah maka tercipta dan muncul apa yang disebut “kehidupan” baik bagi manusia itu sendiri maupun bagi makhluk lain yang juga diberi hidup oleh Allah, yakni flora dan fauna.
Kehidupan yang demikian adalah proses hubungan interaktif secara harmonis dan seimbang yang saling menunjang antara manusia, alam dan segala isinya utamanya flora dan fauna, dalam suatu “tata nilai” maupun “tatanan” yang disebut ekosistem. Tata nilai dan tatanan itulah yang disebut pula “moral dan etika kehidupan alam” yang sering dipengaruhi oleh paradigm sinamis yang berkembang dalam komunitas masyarakat di samping pengaruh ajaran agama yang menjadi sumber inspirasi moral dan etika itu.
Oleh karena itu untuk mengembangkan atau menumbuhkan kemampuan dasar jasmaniah dan rohaniah tersebut, pendidikan merupakan sarana atau alat yang menentukan sampai di mana titik optimal kemampuan-kemampuan tersebut dapat dicapai.
Berdasarkan pernyataan di dalam usaha pengembangan subjek didik, maka perlu diarahkan materi yang relevan dalam pembelajaran, sehingga subjek didik mampu menguasai, baik kemampuan kognitif, efektif maupun psychomotorik. Apabila kemampuan terdapat pada subjek didik, maka tercapailah tujuan intruksional. Dengan tercapai tujuan instruksional maka tercapai pula tujuan pendidikan Islam.
Demikian juga hakikat subjek didik adalah sebagai makhluk yang dalam perkembangannya selalu dipengaruhi oleh unsur heredity (keturunan) dan lingkungan.
Sebagaimana Nabi SAW bersabda: Artinya: “tiap anak yang dilahirkan membawa fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan Yahudi atau Nasrani atau majusi.
Hadits di atas semenjak manusia lahir sudah membawa kemampuankemampuan atau menurut hadits tersebut fitrah (potensi). Sedangkan orang tua dalam hadits tersebut adalah lingkungan, sebagaimana dimaksud oleh para ahli pendidikan, oleh karena demikian kedua faktor tersebut di atas sangat menentukan perkembangan subjek didik dalam proses pendidikan.
Pengaruh ini dapat terjadi pada aspek jasmani, akal maupun pada aspek rohani. Menurut al-Syaibani pengaruh ini dimulai sejak bayi berupa embrio dan baru berakhir setelaj kematian orang tersebut. Justru itu begitu kuat dan bercampur aduk peranan dari faktor-faktor ini maka sukar sekali untuk dapat menentukan faktor dominan yeng berpengaruh yang pada perkembangan subjek didik dalam pendidikan, akan tetapi dalam beberapa hala kita dapat melihat pertumbuhan dan perkembangan yang muncul pada subjek didik pada faktor keturunan, seperti roman muka, mata, warna rambut dan sebagainya. Demikian juga pada faktor lingkungan depat dilihat pada pertumbuhan kepribadian dan sosial subjek didik.
Islam sebagai agama yang sempurna telah memberikan pijakan yang jelas tentang tujuan dan hakikat pendidikan, yakni memberdayakan potensi fitrah manusia yang condong kepada nilai-nilai kebenaran dan kebajikan agar ia dapat memfungsikan dirinya sebagai hamba yang siap menjalankan risalah yang dibebankan kepadanya sebagai khalifah di muka bumi, sebagaimana yang tertuang dalam firman-Nya yang artinya: “ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah dimuka bumi” mereka berkata “mengapa Engkau hendak menjaikan seorang (khalifah) di muka bumi, itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau”? Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (QS. Al-Bagarah: 30).
Selanjutnya Allah berfirman yang artinya: “sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”. (QS. Al-Ahzab: 72).
Oleh karena itu pendidikan berarti merupakan suatu proses membina seluruh potensi manusia sebagai makhluk yang beriman dan bertakwa, berpikir dan berkarya, sehat, kuat dan berketerampilan tinggi untuk kemaslahatan diri dan lingkungannya.
Pendidikan diharapkan tidak hanya focus pada masalah intelektual tetapi juga emosional dan spiritual. Walaupun kecerdasan intelektual (IQ) memiliki kedudukan dan posisi yang sangat penting, akan tetapi tanpa kehadiran kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) yang merupakan kecerdasan yang berhubungan dengan perasaan yang bersumber pada hati, tidak akan optimal dan bermakna. Banyak orang berusaha untuk merubah dunia, tetapi sedikit sekali orang terlebih dahulu berusaha merubah dirinya menjadi pribadi yang lebih baik dan shaleh. Orang sukses sejati adalah orang yang terus menerus berusaha membersihakan hati.
John Locke (1623-1704) filosof Inggris yang terkenal dengan teorinya tabula rasa mengatakan bahwa jiwa manusia saat dilahirkan laksana kertas bersih (istilahnya meja lilin) kemudian diisi dengan pengalaman-pengalaman yang diperoleh dalam hidupnya, maka pendidikan sangat berpengaruh pada seseorang.
Dalam hal ini, keharusan mendapatkan pendidikan terdapat beberapa aspek antara lain sebagai berikut:
a. Aspek paedagogis
Dalam aspek ini para ahli didik memandang manusia sebagai animal educandum, yaitu makhluk yang memerlukan pendidikan, sehingga manusia dengan potensi yang dimilikinya dapat dididik dan dikembangkannya, akan menjadi manusia yang memadai secara fisik, psikis dan mental.
b. Aspek sosiologis dan cultural
Menurut ahli sosiologi, pada prinsipnya manusia adalah moscius yaitu makhluk yang berwatak atau berkemampuan dasar atau yang memiliki garizah (insting) untuk hidup bermasyarakat, sebagai makhluk sosial, manusia harus memiliki rasa tanggung jawab sosial (social responability) yang diperlukan dalam mengembangkan hubungan timbal balik (interelasi) dan saling pengaruh mempengaruhi antara sesame anggota masyarakat dalam kesatuan hidup mereka, oleh karena demikian manusia sosial berkembang, hal ini merupakan makhluk yang berkebudayaan, baik moral maupun mental.
c. Aspek Tauhid
Aspek Tauhid ialah aspek pandangan yang mengakui bahwa manusia adalah makhluk yang berketuhanan, karena ketika manusia dilahirkan sudah mempunyai kemampuan dasar (potensi) yaitu percaya kepada Tuhan. Itulah sebabnya manusia menjadi makhluk yang berketuhanan atau beragama, maka di dalam jiwa manusia terdapat insting religious atau garizah diniyah (insting percaya pada agama). Oleh karena demikian untuk mengembangkan insting religious atau garizah diniyah, yaitu melalui proses pendidikan, sehingga manusia atau subjek didik dapat mengaktualisasi dalam kehidupannya, sebagai inti dari ajaran Islam yaitu “rahmatal lil ‘alamin” Dalam hal ini Islam menyetujui juga pengaruh lingkungan pada perkembangan fitrah sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari di atas, tetapi bukan berarti Islam menjadi perhambaan pada lingkungan. Memang pada realitasnya lingkungan memegang peranan yang cukup penting dalam pembentukan tingkah laku subjek didik, akan tetapi bulan satu-satunya faktor yang menentukan, kecuali berat sebelah dalam hakikat manusia, juga tidak menghargai harkat manusia yang pada hakikatnya berpusat pada proses individualitas san sosialitas secara naluriah yang tak mungkin dihindarkan dalam perkembangan hidupnya. Individualitas dan sosialitas manusia sebagai makhluk Tuhan, baru terbentuk dengan Integrited bila dilandasi dengan faktor moralitas.
Menurut Immanuel (1724-1804) filosof besar dunia (Jerman), mengatakan manusia tidak akan mampu mengendalikan diri sendiri. Manusia mengenali dirinya berdasarkan apa yang tampak (baik secara empiris maupun secara bathin). Yang penting bagi dunia pendidikan menurut Kant adalah bahwa manusia makhluk rasional, manusia bebas bertindak berdasarkan alasan moral manusia bertindak bukan untuk dirinya sendiri. Jadi tatkala manusia akan bertindak ia meski memiliki alasan melakukan tindakan itu. Menurut Kant, hal ini pada hewan tidak.
Dengan demikian, pemahaman terhadap subjek hakikat subjek didik dalam pendidikan Islam adalah sebagai acuan dalam proses pembalajara, agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Hakikat subjek didik ini mencakup ketrampilan unsur jasmani, kecerdasan intelektual yang mutlak diperlukan manusia sebagai langkah untuk mengembangkan dirinya ke arah kemajuan yang teguh kepada Allah, sehingga manusia secara langsung dapat mengakui eksistensi Tuhan sebagai zat yang paling mulia. Hal ini telah termaktub dalam surah Al-Ambiya ayat 80 yang berbunyi sebagai berikut:
Artinya: “Dan telah kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu, guna memlihara kamu dalam peperanganmu, maka hendaklah kamu bersyukur (kepada Allah).
Demikian juga dalam surat al-Angkabut ayat 43 yang berbunyi sebagai berikut:
Artinya: “Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu Berdasarkan ayat yang di atas bahwa hakikat subjek manusia sebagai didik mempunyai potensi-potensi yang perlu dikembang baik unsur jasmaniyah maupun unsur rohaniah.
2. Tujuan Pendidikan Islam
Dalam rangka untuk mencapai suatu tujuan menurut filsafat pendidikan Islam harus mempunyai suatu proses pendidikan, maka proses tersebut akan berakhir pada tercapainya tujuan akhir pendidikan. Suatu tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan pada hakikatnya adalah suatu perwujudan dari nilai-nilai ideal yang terbentuk dalam pribadi manusia yang diinginkan. Nilai-nilai ideal itu mempengaruhi dan mewarnai pola kepribadian manusia sehingga membentuk dalam prilaku lahiriyah. Oleh karena demikian prilaku lahiriyah adalah cerminan yang memproyeksi nilai-nilai yang telah mengacu di dalam jiwa manusia sebagai produk dari proses kependidikan.
Tujuan pendidikan Islam adalah idealisme (cita-cita) yang mengandung nilai-nilai Islami yang hendak dicapai oleh proses kependidikan yang berdasarkan ajaran Islam secara bertahap. Oleh karena itu tujuan pendidikan Islam adalah merupakan penggambaran nilai-nilai Islam yang hendak diwujukan dalam pribadi manusia sebagai subjek didik yang pada akhirnya proses pendidikan yang disadari atau dijiwai oleh iman dan takwa kepada Allah sebagai sumber kekuasaan mutlak.
Tujuan pendidikan Islam adalah untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan kepribadian manusia secara menyeluruh dan seimbang yang dilakukan melalui latihan jiwa, akal pikiran (intelektual), diri manusia yang rasional, perasaan indra. Karena itu, pendidikan hendaknya mencakup pengembangan seluruh aspek fitrah peserta didik, aspek spiritual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah dan bahasa, baik secara individual maupun kolektif dan mendorong semua aspek tersebut berkembang ke arah kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan terakhir pendidikan manusia terletak pada perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah, baik secara pribadi, komunitas, maupun seluruh umat manusia. Pendidikan, jika dipahami dari pengertiannya maka kita bisa menggolongkan sebagai satu disiplin keilmuan yang mandiri, yaitu ilmu pendidikan.
Ilmu pendidikan merupakan sebuah sistem pengetahuan tentang pendidikan yang diperoleh melalui riset. Riset tersaji dalam bentuk konsep-konsep, maka ilmu pendidikan dapat dibataskan sebagai sistem konsep pendidikan yang dihasilkan melalui riset. Disini kita akan menentukan objek formal ilmu pendidikan yang maha luas, luas terbatas tetapi juga diartikan sempit. Dalam pengertian maha luas, pendidikan adalah segala situasi dalam hidup yang mempengaruhi dalam pertumbuhan seseorang, bisa berupa pengalaman belajar sepanjang hidup, tidak terbatas pada waktu, tempat, bentuk sekolah, jenis lingkungan dan tidak terbatas pada bentuk kegiatannya.
Pengertian kemaha-luasna tersirat pada tujuan pendidikannya. Dalam pengertian sempit, pendidikan adalah sekolah atau persekolahan. Pendidikan bisa diartikan pengaruh yang diupayakan dan direkayasa sekolah terhadap peserta didik agar mempunyai kemampuan sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan dan tusas-tugas sosial mereka. Dengan kata lain pendidikan memperliahatkan keterbatasan dalam waktu, tempat, bentuk kegiatana dan tujuan dalam proses berlangsungnya pendidikan. Dalam pengertian luas terbatas memberikan alternatif definisi pendidikan, yaitu dengan melihat kelemahan dari definisi pendidikan maha luas yang tidak tegas menggambarkan batas-batas pengaruh pendidikan dan bukan pendidikan terhadap pertumbuhan individu. Sedangkan kekuatannya terletak pada menempatkan kegiatan atau pengalaman-pengalaman belajar sebagai inti dalam proses pendisikan yang berlangsung dimanapun dalam lingkungan hidup, baik sekolah maupun di luar sekolah. Selanjutnya kelemahan dalam definisi sempit pendidikan, antara lain terletak pada sangat kuatnya campur tangan pendidikan dalam proses pendidikan sehingga proses pendidikan lebih merupakan kegiatan mengajar daripada kegiatan belajar yang mengandung makna pendidikan terasing dari kehidupan sehingga lulusannya ditolak oleh masyarakat. Adapun kekuatannya, anatara lain terletak pada bentuk kegiatan pendidikannya yang dilaksanakan secara terprogram dan sistematis. Al-Attas bahwa tujuan pendidikan Islam adalah manusia yang baik terlalu umum.
Sedangkan menurut Marimba mengatakan bahwa tujuan pendidikan Islam berbentuk orang yang berkepribadian Muslim Al-Abrasyi menyebutkan tujuan akhir pendidikan Islam adalah manusia yang berakhlak baik.
Sedang Abdul Fattah tujuan umum pendidikan Islam dan juga merupakan tujuan khusus pendidikan Islam adalah mewujud manusia sebagai hamba Allah yaitu beribadah kepada Allah tujuan tersebut yang dimaksud adalah untuk sesame manusia atau subjek didik untuk dapat beribadah kepada Allah.
Oleh karena demikian, Islam menghendaki agar subjek didik diajarkan supaya mampu merealisasikan tujuan hidupnya, sebagaimana Allah telah mencantumkan dalam Al-Quran nur Karim. Tujuan hidup subjek didik (manusia), agar dapat mengabdi kepada Allah, hal ini Allah telah berfirman dalam surat Adz-Dzariyat ayat 56, yaitu:
Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
Ayat di atas, subjek didik harus menjalankan perintah AllahSWT dengan mengabdi kepada-Nya, yang mencakup seluruh aspek serta segala yang dilakukan subjek didik baik perkataan, perbuatan, perasaan dan zikir atau fikirnya kepada Allah.
Maka hal ini subjek didik harus mempelajari aspek-aspek tersebut terlebih dahulu untuk tercapai tujuan pendidikan Islam. Maka dalam hal ini tujuan pendidikan Islam merupakan cerminan dan realisasi dari sikap penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah, baik seorang subjek didik ataupun kelompok maupun manusia secara keseluruhan, sebagai hamba Allah yang berserah diri kepada Khalidnya, ini merupakan hamba-Nya yang beriman, berilmu pengetahuan dan beramal shaleh.
Sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat At-Taubah ayat 122, yang berbunyi:
Artinya: “Dan tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk member peringatan kapada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”.
Ayat di atas dapat bahwa, maka subjek didik harus menuntut ilmu pengetahuan, kemudian merealisasikan dalam kehidupan, yang merupakan tujuan hidupnya. Dalam hal ini sesuai dalam konsep filsafat Islam, bahwa tujuan hidup manusia atau subjek didik adalah mencapai perjumpaan kembali dengan Tuhan, dalam hal ini tidak bersifat materi, seperti kembali air hujan ke laut dan secara materi manusia tidak kembali kepada Tuhannya, tetapi kembali ke asal materi yang membentuk jasadnya. Maka pertemuaan itu terjadi pada tahapan nafs, yang sepenuhnya bersifat spiritual, karena hakikat nafs adalah spiritual, kemudian Allah SWT memanggil kembali kepada-Nya dengan sangat indah.
Manusia atau subjek didik pada hakikatnya adalah mengandung nilai-nilai prilaku manusia yang didasari atau dijiwai oleh iman dan takwa kepada Allah sebagai sumber kekuasaan mutlak yang harus ditaati, sebagai perwujudan penyerahan diri secara total kepada Allah. Penyerahan diri tersebut merupakan perhambaan diri manusia hanya kepada Allah semata-mata. Oleh karena demikian, apabila subjek didik telah bersikap menghambakan diri pada Allah, berarti subjek didik tersebut berada pada dimensi kehidupan mendapat kebahagian di dunia dan kebahagian akhirat, yang merupakan tujuan pendidikan Islam secara Insan Kamil (manusia sempurna). Sehingga menggambarkan kepribadian subjek didik yang baik atau kepribadian rabbani.
Adapun demensi kehidupan yang mengandung nilai ideal islami dapat dikatagorikan ked ala 3 macam yaitu sebgai berikut :
a. Dimensi yang mengandung nilai yabg meningkatkan kesejahteraan hidup manusia di dunia. Dimensi kehidupan ini mendorong kegiatan manusia untuk mengelola dan memanfaatkan dunia ini agar menjadi bakal/sarana bagi kehidupan di akhirat.
b. Dimensi yang mengandung nilai yang mendorongkan manusia berusaha keras untuk meraih kehidupan di akhirat yang membahagiakan. Dimensi ini menuntut manusia untuk tidak terbelenggu oleh rantai kekayaan duniawi atau materi yang dimiliki, namun kemelaratan atau kemiskinan dunia harus diberantas, sebab kemelaratan duniawi bisa menjadi ancaman yang menjerumuskan manusia kepada kukurufan.
c. Dimensi yang mengandung nilai yang dapat memadukan ( mengintegrasikan ) antara kepentingan hidup duniwi dan ukhrawi. Keseimbangan dan keserasian antara kedua kepentingan hidup ini menjadi daya tanggal terhadap pengaruh-pengaruh negative dari berbagai gejolak kehidupan yang menggoda ketenangan hidup manusia, baik yang bersiap sepritual , sosial, cultural, ekonomi, maupun ideologis dalam hidup pribadi manusia
Oleh karena demikian subjek didik harus di berikan pembeljaran yang dapat sistimatis dan termotivasi untuk merealisasikan idealitas Islami, sehingga dapat memadukan atau mengintegrasikan antara kepentingan dunia dan akhirat, yang mengandung nilai-nilai Islami dalam kehidupannya. Maka dalam hal ini subjek didik menjadi manusia”rahmatal lil ‘alamin ( manusia yang mendapat rahamat selurh ala mini ).
a. Pendidik Dalam Pendidikan Islam
Pendidik adalah :Guru, pengajar dalam bahasa arab mu’allim, mu’allimah, ustaz ustazah, sedangkan dalam bahasa inggris adalah teacher”. Jadi guru atau pendidik siapa yang bertanggung jawab terhadap perkembangan subjek didik, seperti orang tua (ayah dan ibu), Karena orang tua adalah pendidik yang paling pertama dan utama, sebagaiman Allah berfirman dalam Al-Quran at-Tahrim ayat 6 yang berbunyi:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari ancaman neraka…”
Berdasarkan ayat di atas “dirimu” adalah orang tua (ayah dan ibu), sebagai anggota keluarga yang mempunyai kewajiban tanggung jawab terhadap anak-anaknya yaitu dalam mendidik dan memberikan pengetahuan secara murni dan konsukuen, sehingga tercapai tujuan yang di harapkan. Maka dalam hal ini orang tua adalah sebagai tugas yang paling pertama dan utama dalam rumah tngga ( Al baitu madrasatul ula ). Akan tetapi oaring tua tidak mampu mendidik anak-anak di sebakan karena perkembangan ilmu pengetahuan, keterampilan, sikap serta kebutuhan pendidikan lainnya, maka di antarkan ke sekolah formal atau non formal lainnya. Oleh karena demikian pendidik dalam pandangan Islam adalah mengupayakan perkembangan seluruh potensi subjek didik, baik potensi kognitif, efektifmaupun psykomotorik, yang harus di kembangkan secara seimbang sampai ke tingkat tinggi Mengajarkan subjek didikdari ketidak tahuan menjadi manusia yang berilmu dan berpengatuahuan, berakhlak dan berperadaban dalah tanggung jawab pendidik dapat menunjuk pendidik-pendidik pada masa lamapau dan juga pendidik-pendidik pada mas awal islam bagaiman keikhlasan dan rasa tanggung jawab moral mareka umt sehingga menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mencerdaskan umat tanpa mengharap pembalasandari manusia.
Pendidik adalah orang yang memiliki komitmen terhadap tuntutan agamanya. Berbicara benar dan amanah, memiliki semangat belajar ( mencari ilmu ) yang tinggi bagi mencapai ilmu yang banyak dan memperluas cakrawala pemikiran sehingga menjadi tempat bertana manusia lain selama hidupnya. Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab member bimbingandan bantuan kepada anak didik ( subjek didik ) dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya, mampu melaksakan tugasnya sebagai makhluk allah yaitu khalifah di permukaan bumi, sebagai makhluk sosial dan sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri.
Pendidikan Islam adalah individuyang melaksanakan tindakan mendidik dan menurut tugas-tugas pendidik secara islam dalam satu situasi pandidikan Islam untuk mencapai tujuan yang di harapkan.
Seorang pendidik menjalankan proses belajar mengajar sangat di perlukan komitmen, sebab, pendidik adalah pembangkit motivasi dan penentu arah subjek didik untuk mencapai tujuan pendidikan. Keikhlasan, kesetiaan serta tanggung jawab, kesabaran, bersikap adil, mampu menggunakan metode yang bervariasi bertingkah laku rabbani (berakhlak yang baik adalah sifat-sifat seorang pendidik dalam mentranfer ilmu kepada subjek, sehingga member corak dan model subjek didik yang mapu mengembangkan ilmu pengetahuannya dalam kehidupannya. Pendidik itu sebagai pemimpin, pendidik, dan pelatih bagi subjek-subjek di dalam kelas, dan juga sebagai rujukan vagi subjek-subjek dan masyarakat sekitarnya. Dia harus menjunjung tinggi nilai-nilai akhlak, nilai ilmu, serta dapat menjadikan sebagai contoh teladan bagi subjek dan masyarakat di mana dia hidup.
Pendidik itu sebagai pemegang amanah ibu bapak orang tua atau masyarakat, oleh karena itu harus cepat dan tanggap terhadap kebutuhan dan keinginan masyarakat dan ibu bapak subjek. Ia harus menyadari dan penuh komitmen bahwa tugasnya mendidik, mengajar, dan harus dapat mengikuti perkembangan zaman dan mengembangkan metode mengajar agar tidak membosankan subjek.
Namun demikian kalau kita sudah memiliki komitmen dalam mengajar dan membimbing siswa atau subjek agar menjadi manusia yang berguna dunia dan akhirat.
Kita juga harus mempunyai komitmen yang kuat terhadap manhaj kehidupan kita sesuai dengan tuntutan Allah dan Rasul-nya. Pendidik perlu memberikan pelajaran kepada subjek didik tentang komitmententang manhaj Allah dalam aqidah, ibadah, etika, kehidupan sosial, yang tinggi dalam kehidupan sehari-hari yang bersumber dari Al-Quran dan Sunnah Rasul SAW dan harus selalu dalam manhaj Allah dalam berakidah yang benar, beribadah dan berakhlak seperti akhlak Rasulullah SAW, dalam kehidupan sosial antara seorang muslim dengan muslim yang lain adalah bersaudara dan penuhilah hak-hak mareka sebagai saudara kandung.
Oleh karena demikian pendidik harus mempunyai kompetensi baik pengetahuan yang di perlukan untuk di berikan kepada subjek didik. Pengetahuan tidak sekedardi ketahui oleh pendidik, tetapi juga di amalkan dan di yakininya. Juga memiliki ketrampilan dan nilai-nilai keagamaan yang harus di berikan kepada subjek didik dalam suatu pembelajaran tertentu, sehingga subjek didik mampu dan memiliki pengetahuan yang cukup, ketrampilan yang memadai dan nilai-nilai keaagamaan yang harus dimiliki, sehingga tercapailah tujuan pembelajarannya.
Di samping itu juga tugas pendidik adalah :
a. Membimbing subjek didik yaitu dengan cara mencari pengenalan terhadapnya mengenai kebutuhan, kesnggupan, bakat, minat dan sebagainya.
b. menciptakan situasi untuk pendidikan yaitu suatu keadaan dimana tindakan pendidikan dapat berlangsung dengan baik dan hasil yang memuaskan.
c. memiliki pengetahuan yang cukup, agar pembelajaran dapat di pahami oleh subjek didik, sehingga tercapai tujuan yang di inginkan dengan demikian pendidik harus melaksakan tugas-tugasnya dalm proses pembelajaran baik membimbing, menolong, mengevaluasi, kreativitas dan juga mempunyai pengetahuan yang tinggi, juga memiliki sifat-sifat pendidik, sehingga subjek didik dapat memahami dan mengerti apa yang telah di jelaskannya dan dapat mengaplikasi dalam kehidupannya.
b. Metode dlam proses proses pendidikan Islam
Dalam proses pendidikan Islam, metode mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam upaya pencapaian tujuan. Tanpa metode dalam suatu pembelajaran terhadap suatu materi tidak akan berjalan pembelajaran secara efektif dan efisien.
Justru itu dalam penggunaan metode harus tepat guna , shingga mengandung nilai-nilai intrinsik ekstrinsik yang relevan dengan materi pembelajaran, maka secara fungsional dapat di gunakan untuk merealisasikan nilai-nilai ideal yang terkandung dalam tujuan pendidikan Islam. Antara penggunaan metode dengan materi pembelajaran harus relevasi ( keterkaitan, karena proses pendidikan Islam mengandung makna internalisasi dan transformasi nilai-nilai islam ke dalam pribadi subjek didik dalam upaya membentuk pribadi muslim yang beriman, bertaqwa dan berilmu pengetahuan yang amaliah mengacu pada tuntutan agama dan tuntutan hidup bermasyarakat jadi metode-metode pembelajaran, misalnya metode ceramah, tnya jawab, demontrasi, diskusi drama, metode karya wisata, metode nasehat, metode ‘iqab, metode karja kelompok, metode drill, metode Imlak, metode hafalan dan lain-lain.
Penggunaan metode mengajar sperti yang tersebut di atas cukup banyak, hal ini terbukti pada zaman keemasan Islam perkembangan ilmu pengetahuan yaitu filosoffilosof Islam terkenal seperti al-Kindi, al-Farabi, Ibnu Maskaweh. Al- Mawardi, ibnu Saina, Al- Ghazali. Ibnu Rusydi, Ibnu Thufail, Ibnu Khaldun dan lain-lain, metodemetode pembelajaran yang digunakan yaitu: metode Halaqah (lingkaran), metode mendengar, metode mambaca, metode Imla’, metode hafalan, metode pemahaman, metode lawatan dan lain-lain. Maka hal ini dapat terlihat bahwa, missal dalam penggunaan metode Halaqah (lingkaran) sangat efektif dan efesien, misalnya dalam membahas suatu topic, seminar dan lain-lain, sehingga subjek termotivasi dalam proses pembelajaran, sehingga tercapai tujuan yang diharapkan.
Oleh karena demikian sebagai salah satu komponen operasional ilmu pendidikan Islam, metode harus mengandung potensi yang bersifat mengarahkan meteri pelajaran pada tujuan pendidikan yang ingin dicapai, melalui proses, baik kelembagaan formal, non formal maupun informal, sehingga memiliki hubungan dan relevansi yang senada dengan tujuan pendidika Islam.
Dalam hal ini terdapat tiga aspek nilai yang terkandung dalam tujuan pendidikan Islam yang hendak direalisasikan melalui metode yang mempunyai hubungan dan relavansi, yaitu: pertama, membentuk subjek didik menjadi hamba Allah yang mengabdi kepada-Nya. Kedua, bernilai edukatif yang mengacu kepada petunjuk Al-Quran. Ketiga, ialah berkaitan dengan motivasi dan kedisiplinan sesuai dengan ajaran Al-Quran yang disebut pahala dan siksa.
Sedangkan menurut ilmu Hasan Langgulung, penggunaan metode pembelajaran merupakan cara untuk mencapai tujuan pendidikan Islam, melalui tiga aspek, yaitu: pertama, pembinaan karakter subjek didik, yaitu manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah, sehingga pendidik menggunkan metode-metode yang bervariasi dalam pendidikan dan pengajaran dakan perubahan dan perkembangan potensi subjek didik kearah yang lebih baik. Kedua, penggunaan metode yang relevan dengan kondisi dan materi pelajaran. Ketiga, yaitu pergerakan (motivasi) dan disiplin yaitu ganjaran (Thawab) dan hukuman (‘Iqab).
c. Pendidikan dalam perspektif Pendidikan Islam
Dalam pendidikan Islam, pendidikan memiliki arti dan yang sangat penting, kerena memiliki tanggung jawab dan menentukan arah pendidikan. Diantara peran pendidikan yaitu, sebagai pengajar, pendamping, fasilitator, motivator, pembimbing, pengarah, sebagai uswah bhasanah (contoh teladan yang baik) dan lain-lainnya. Oleh karena demikian peran pendidik sangat penting dalam pendidikan Islam dan dengan berbagai macam cara mentrasfer ilmu pengetahuan kepada subjek didik. Justru itu Islam sangat menghargai orang-orang yang berilmu pengetahuan dan mengangkat derajat mereka dan memuliakan mereka melebihi orang Islam lainnya, yang tidak mempunyai ilmu pengetahuan dan bukan pendidik. Sebagaimana Allah telah berfirman dalam surat al-Mujadalah ayat 11 yang berbunyi:
Artinya: “hai orang-orang yang beriman apabila dikatakan padamu “belapanglapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan member kelapangan untukmu dan apabila dikatakan “berdirilah kamu” maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat dan Allah Maha Mangetahui apa yang kamu kerjakan”.
Dari ayat di atas dapat dijelaskan bahwa sangatlah keberuntungan yang dimiliki oleh orang yang berilmu pengetahuan atau pendidik yang mengajar ilmunya kepada orang lain. Agar pendidik berhasil melaksanakan tugasnya dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini Al-Ghazali manyarankan pendidik harus memiliki adab yang baik, sehingga subjek didik akan selalu melihat kepadanya sebagai contoh yang harus selalu diikutinya, Al-Ghazali berkata: “mata anak didik selalu tertuju kepadanya, telinganya selalu menganggap baik, berarti baik pula di sisi mereka dan apabila menganggap jelek, berarti jelek pula di sisi mereka.
Maka dalam hal ini pendidik harus mempunyai sifat uswatun hasanah dalam kehidupannya sehari-hari baik di sekolah, di rumah tangga juga dalam masyarkat, sehingga subjek didik dapat mencontohkannya. Justru itu materi yang disampaikan dapat diterima oleh subjek didik, karena sesuai antara perkataan dengan perbuatan.
Lembaga pendidikan islam
Dalam proses perkembangan potensi subjek didik, maka lembaga pendidikan merupakan syarat mutlak dengan tugas dan tanggung jawabnya yang cultural edukatif terhadap subjek didik dan juga masyarakat dalam pengembangan pendidikan secara continuo (terus menerus). Dengan demikian lembaga pendidikan mempunyai tanggung jawab dalam usaha untuk pengembangan subjek didik untuk mencapai tujuan hidup, yaitu:
1. Pembebasan manusia atau subjek didik dari semacam api neraka sesuai dengan perintah Allah, sebagaimana telah berfirman dalam surat at-Tahrim ayat 6, yang artinya “jagalah dirimu dan keluargamu dari ancaman api neraka”.
2. Pembinaan umat manusia menjadi hamba Allah yang memiliki keselarasan dan keseimbangan hidup bahagia di dunia dan di akhirat sebagai realisasi dambaan seseorang yang beriman untuk mencapai tujuan hidup manusia
3. Membentuk pribadi subjek didik yang dapat mengembangkan potensi-potensi atau kemampuan yang sudah dimiliki, baik kemampuan pengetahuan, kemampuan nilai dan juga kemapuan skill (keterampilan), sehingga subjek didik dapat memperhambakan dirinya pada Allah.
Dengan demikian bahwa lembaga-lembaga pendidikan merupakan cerminan dari idealitas umat Islam yang sekaligus dalam taraf tertentu ia dapat menjadi perubahan terhadap ketinggalan atau kemunduran idealitas umat Islam. Dalam hal ini lembaga-lembaga pendidikan Islam sebagai dimisiator (pembangkit) atau mativator terhadap umat Islam, sehingga terpancar sumber idealitas ajaran Islam yang dianalisa dan dikembangkan oelh lembaga tersebut.
Justru lembaga pendidikan tersebut dapat menyiapkan subjek didik yang unggul, dengan kriteria sekurang-kurangnya sebagai berikut: pertama, harus berdedikasi dan berdisiplin yang tinggi, yaitu mempunyai rasa pengabdian terhadap tugas dan pekerjaannya. Kedua, manusia unggul harus mempunyai sifat jujur, yaitu dapat bekerja sama (dalam suatu networking) dengan orang lain. Ketiga, manusia atau subjek didik yang unggul haruslah inovatif, yaitu ia selalu mengadakan kompetisi, sehingga selalu mencari yang lain. Keempat, manusia atau subjek didik unggul harus tekun, yaitu melaksanakan dan memfokuskan kegiatan yang sedang dihadapi. Kelima, subjek didik yang unggul haruslah ulet, yaitu sikap tekun yang suatu dedikasi terhadap pekerjaannya dalam mencari yang lebih baik. Keenam, subjek didik ungguk harus mampu mengendalikan dirinya.
Justru ini untuk mencapai keunggulan dan kemajuaan subjek didik secara baik dan sempurna, maka harus dilaksanakan dan diusahakan, yaitu kedisiplinan yang tinggi, kejujuran, ulet, inovatif, dan kreati dalam mencari berbagai ilmu pengetahuan yang lebih maju karena akan mengalami perubahan dan tantangan dalam hidup. Dengan demikian lembaga-lembaga pendidikan Islam mengalami tantangan dan hambatannya dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya.
0 komentar:
Posting Komentar