Pengertian Manajemen Bebasis Sekolah
Kehadiran konsep manajemen berbasis sekolah dalam wacana pengelolaan pendidikan di Indonesia tidak terlepas dari konteks gerakan “restrukturisasi dan reformasi” sistem pendidikan nasional melalui desentralisasi dan pemberian otonomi yang lebih besar kepada satuan pendidikan atau sekolah. Hal ini diinspirasikan oleh beberapa konsep pengelolaan sekolah, seperti :
1. Self managing school atau school based manjement.
2. Self governin shcool.
3. Local mangement of schools.
4. Shcool based budgeting atau quaranty maintained schools.
Konsep-konsep tersebut menjelaskan bahwa sekolah ditargetkan untuk melakukan proses pengambilan keputusan (school based decision making) yang berada pada sistem pengelolaan, kepemimpinan serta peningkatan mutu (administrating for excellence) dan effective schools.
Manajemen berbasis sekolah pada intinya adalah memberikan kewenangan terhadap sekolah untuk melakukan pengelolaan dan perbaikan kualitas secara terus menerus. Dapat juga dikatakan bahwa manajemen berbasis sekolah pada hakikatnya adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan (stakeholder) yang berkaitan dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk mancapai tujuan pendidikan nasional.
Secara bahasa, manajemen berbasis sekolah (MBS) berasal dari tiga kata yaitu manajemen, berbasis, dan sekolah. Manajemen adalah proses menggunakan sumber daya efektif untuk mencapai sasaran. Berbasis memiliki kata dasar basis yang berarti dasar atau asas. Sedangkan sekolah berarti lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat untuk menerima dan memberikan pelajaran. Berdasarkan makna leksikal tersebut maka manajemen berbasis sekolah (MBS) dapat diartikan sebagai penggunaan sumber daya yang berdasarkan pada sekolah itu sendiri dalam proses pengajaran atau pembelajaran.
Priscilla Wohlstetter dan Albert Mohrman menjelaskan bahwa pada hakekatnya, manajemen berbasis sekolah berpijak pada Self Determination Theory. Teori ini menyatakan bahwa apabila seseorang atau sekelompok orang memiliki kepuasan untuk mengambil keputusan sendiri, maka orang atau kelompok orang tersebut akan memiliki tanggung jawab yang besar untuk melakukan apa yang telah diputuskan. Berangkat dari teori ini, banyak manajemen berbasis sekolah yang dikemukakan oleh para pakar.
Eman Suparman seperti yang dikutip oleh Mulyono mendefinisikan manajemen berbasisi sekolah sebagai penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau mencapai tujuan mutu sekolah dalam pendidikan nasional. Sementara itu Slamet mengartikan manajemen berbasis sekolah sebagai pengkoordinasian dalam penyerasian sumber daya yang dilakukan secara otomatis (mandiri) oleh sekolah melalui sejumlah input manajemen untuk mencapai tujuan sekolah dalam kerangka pendidikan nasional, dengan melibatkan kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan (partisipatif). Hal ini berarti sekolah harus bersifat terbuka dan inklusif terhadap sumber daya di luar lingkungan sekolah yang mempunyai kepentingan selaras dengan tujuan pendidikan nasional.
Priscilla Wohlster dan Albert Mohrman menjelaskan secara luas bahwa manajemen berbasis sekolah (MBS) adalah pendekatan politis untuk mendesain ulang organisasi sekolah dengan memberikan kewenangan dan kekuasaan kepada partisipasi sekolah pada tingkat lokal guna memajukan sekolahnya. Partisipasi lokal yang dimaksudkan adalah partisipasi kepala sekolah, guru dan masyarakat lokal.
Sesuai dengan deskripsi di atas, manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan pemberian otonomi penuh kepada sekolah untuk secara aktif-kreatif serta mendiri dalam mengembangkan dan melakukan inovasi dalam berbagai program untuk meningkatkan mutu pendidikan sesuai dengan kebutuhan sekolah sendiri yang tidak terlepas dari kerangka tujuan pendidikan nasional dengan melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder), serta sekolah harus mampu mempertanggungjawabkan kepada masyakat. Artinya manajemen berbasis sekolah pada hakikatnya adalah penyerasian sumberdaya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan seluruh kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Di lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional dan Dinas Pendidikan Nasional, terminologi yang populer adalah MPMBS. MPMBS pada intinya adalah otonomi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat, dalam penyelenggraan pendidikan. Titik tekan MPMBS perbaikan mutu masukan, proses, keluaran pendidikan, serta sepanjang memungkinkan mengenai layanan purna lulus.
Secara umum skema berpikir kebijakan MBS di Indonesia adalah sebagai berikut:
Gambar Skema Berpikir Kebijakan MBS di Indonesia
A. Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Menurut Levacic dalam manajemen berbasis sekolah (MBS) ada tiga katakteristik yang harus dikedepankan dari yang lain dari manajemen, diantaranya adalah: pertama, kekuasaan dan tanggung jawab dalam pengembilan keputusan yang berhubungan dengan peningkatan mutu pendidikan yang didesentralisasikan pada stakeholder sekolah. Kedua, domain manajemen peningkatan mutu pendidikan yang mencakup keseluruhan aspek peningkatan mutu pendidikan, mencakup kurikulum, kepegawai, keuangan, sarana-prasarana dan penerimaan siswa baru. Ketiga, walaupun keseluruhan domain peningkatan mutu pendidikan didesentralisasikan kepada sekolah-sekolah, namun diregulasikan yang mengatur fungsi kontrol pusat terhadap keseluruhan pelaksanaan kewenangan dan tanggung jawab pemerintah.
Edmon mencoba mengemukakan berbagai indikator yang menunjukan karakteristik dari konsep manajemen berbasis sekolah (MBS) antara lain adalah:
1. Lingkungan sekolah yang aman dan tertib;
2. Sekolah memiliki visi dan target mutu yang ingin dicapai;
3. Sekolah memilki kepemimpinan yang kuat;
4. Adanya harapan yang tinggi dari personal sekolah (kepala sekolah, guru dan staf termasuk siswa) untuk berprestasi;
5. Adanya pengembangan staf sekolah yang terus-menerus sesuai tuntutan IPTEK;
6. Adanya pelaksanaan evaluasi yang terus menerus terhadap berbagai aspek akademis dan administratif, serta pemanfaan hasilnya untuk penyempurnaan/ perbaikan mutu;
7. Adanya komunikasi dan dukungan intensif dari orang tua murid serta masyarakat.
Adapun Saud menyatakan beberapa karakteristik dasar diantaranya yaitu, pemberian otonomi yang luas kepada sekolah, partisipasi masyarakat dan orang tua peserta didik yang tinggi, kepemimpinan sekolah yang demokratis dan profesional, serta adanya teamwork yang tinggi dan profesional. Pada tataran ini, apabila manajemen berbasis lokasi lebih difokuskan pada tingkat sekolah, maka MBS akan menyediakan layanan pendidikan yang komprehensif dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat dimana sekolah itu berada.
Apabila melihat karakteristik yang dideskripsikan di atas berdasarkan pada aspek geografis Indonesia yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, maka akan berimplikasi pada kemampuan dan ciri khas bagi sekolah dalam mengimplementasikan manajemen berbasis sekolah (MBS). Akan tetapi ciri khas tersebut diharapkan dapat memberikan implikasi positif terhadap peningkatan personal sekolah, karena tenaga kependidikan dan peserta didik umumnya datang dari bebagai sektor atau latar belakang yang berbeda, seperti latar geografis, kesukuan tingkat sosial, ekonomi, maupun politik. Atas dasar itulah karakteristik yang menerapkan manajemen berbasis sekolah (MBS) perlu mengoptimalisasikan aspek-aspek tertentu, yaitu meningkatkan kinerja organisasi sekolah, proses pembelajaran, pengelolaan sumber daya manusia, serta pengelolaan sumber daya administrasi.
Selain itu kerjasama antara warga sekolah yang meliputi guru, pegawai, peserta didik, dan wali murid dengan masyarakat harus dibangun atas dasar kredibilitas yang tinggi. Sekolah harus dapat memacu masyarakat untuk ikut memiliki lembaga yang bersangkutan guna menumbuhkan iklim kerjasama dengan menganut sistem transparansi, baik dalam program maupun dalam hal pengelolaan finansial (keuangan). Di samping itu program yang tersusun oleh komponen sekolah harus mampu bersifat berkelanjutan (kontinuitas).
B. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah(MBS)
Tujuan utama manajemen berbasis sekolah (MBS) adalah meningkatkan efisiensi mutu dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi dicapai melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat, dan penyederhanaan birokrasi. Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orang tua, kelenturan pengelolaan sekolah, peningakatan profesionalisme guru, adanya hadiah dan hukuman sebagai kontrol, serta hal lain yang dapat menumbuh kembangkan suasana yang kondusif.
Menurut Kustini Hardi, ada tiga tujuan manajemen berbasis sekolah (MBS). Pertama, mengembangkan kemampuan kepala sekolah bersama guru dan unsur komite sekolah dalam aspek manajemen berbasis sekolah (MBS) untuk meningkatkan mutu sekolah. Kedua, mengembangkan kemampuan kepala sekolah bersama guru dan unsur komite sekolah dalam pelaksanaan pembelajaran yang aktif dan menyenangkan, baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan setempat. Ketiga, mengembangkan peran serta masyarakat yang lebih aktif dalam masalah umum persekolahan dari sekolah untuk membantu peningkatan mutu sekolah.
Kementerian Pendidikan Nasional mendeskripsikan bahwa tujuan pelaksanaan MBS adalah meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia, meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam peyelenggaran pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama, meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat dan pemerintah tentang mutu sekolahnya, serta meningkatkan kompetensi yang sehat antarsekolah tetang mutu pendidikan yang akan dicapai.
Secara umum dapat diinterpretasikan bahwa dalam penyelenggaraan MBS setidaknya ada empat aspek penting yang harus dijadikan pertimbangan, yaitu kualitas (mutu) dan relevansi, keadilan, efektivitas dan efisiensi, serta akuntabilitas. Manajemen berbasis sekolah (MBS) bertujuan mencapai mutu (quality) dan relevasi pendidikan yang setinggi-tingginya, dengan tolak ukur penilaian pada hasil (output dan outcome) bukan pada metodologi atau prosesnya. Ada yang memandang mutu dan relevansi ini sebagai satu kesatuan substansi, artinya sebagai hasil pendidikan yang bermutu sekaligus relevan dengan berbagai kebutuhan dan konteksnya. Bagi yang memisahkan keduanya, maka mutu lebih merujuk pada manfaat dari apa yang diperoleh siswa melalui pendidikan dalam berbagai lingkup/tuntutan kehidupan (dampak), termasuk jumlah ranah pendidikan yang tidak diujikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar